Perpres Nomor : 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Perubahan ke-2 dari Perpres 16/2018

 








           

 




 








 

 










PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TENTANG

PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

 

 

SATU NASKAH

NOMOR 16 TAHUN 2018

NOMOR 12 TAHUN 2021

NOMOR 46 TAHUN 2025

 

 

 

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang

:

a.   bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian nasional dan daerah;

b.  bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usah Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan;

c.   bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik;

 

d.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

bahwa untuk penyesuaian pengaturan penggunaan produk/jasa Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Koperasi, dan pengaturan pengadaan jasa konstruksi yang pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk kemudahan berusaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan penyesuaian ketentuan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

 

bahwa untuk  meningkatkan penggunaan  produk dalam negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mempercepat pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah guna optimalisasi  kemanfaatan anggaran  belanja  pemerintah,  dan mengatur   Pengadaan  Barang/ Jasa   desa,  perlu  menetapkan Peraturan  Presiden tentang  Perubahan  Kedua atas  Peraturan Presiden    Nomor    16   Tahun    2018     tentang     Pengadaan Barang/ Jasa  Pemerintah;

 

Mengingat

:

1.    Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

3.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) sebagaimana telah    beberapa     kali   diubah    terakhir   dengan    Undang - Undang     Nomor    6    Tahun     2023     tentang   Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti  Undang-Undang  Nomor 2 Tahun  2022  tentang   Cipta  Kerja menjadi  Undang-Undang (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun 2023  Nomor 41,    Tambahan   Lembaran     Negara   Republik    Indonesia Nomor 6856);

 

4.    Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);

5.    Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 33) sebagaimana telah  diubah   dengan   Peraturan  Presiden  Nomor  12  Tahun 2021  tentang  Perubahan  atas   Peraturan  Presiden   Nomor 16     Tahun      2018      tentang      Pengadaan     Barang/Jasa Pemerintah  (Lembaran   Negara  Republik Indonesia   Tahun 2021   Nomor 63);

 

MEMUTUSKAN:

Menetapkan

:

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:

1.        Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan pengadaan barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/PerangkatDaerah/lnstitusi Lainnya/Pemerintah        Desa yang dibiayai oleh APBN/APBD / APB Desa yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.

2.       Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

3.       Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.

4.       Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

5.       Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

5.a    Institusi Lainnya adalah  institusi yang  menggunakan APBN            dan / atau                APBD             selain Kementerian / Lembaga/ Pemerintah                Daerah/ Pemerintah  Desa /  badan   usaha   milik  negara/ badan usaha   milik daerah/badan  usaha   milik desa.

5.b    Pemerintah   Desa   adalah    kepala    desa    atau    yang disebut   dengan   nama   lain  dibantu    perangkat  desa sebagai unsur   penyelenggara pemerintah desa

6.       Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

7.       Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.

8.       Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

9.       Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.

10.     Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.

10a.  Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya[U1] .

11.     Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.

12.     Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan kepala[U2]  UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.

13.     Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.

14.     Dihapus Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.

15.     Dihapus Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.

16.     Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.

17.     Penyelenggara Swakelola adalah Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola.

18.     Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Pejabat Fungsional yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengadaan Barang/Jasa Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Aparatur Sipil Negara dan Non-Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah[U3] .

18a.  Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa[U4] .

18b.  Personel selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Personel Lainnya adalah Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa[U5] .

18.c  Sertifikat     Kompetensi    adalah     tanda     atau     bukti keterangan  tertulis  dari  proses  penetapan  dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sumber        daya       pengelola        fungsi       Pengadaan Barang/  Jasa   yang  dilakukan   secara   sistematis  dan objektif  melalui uji kompetensi   atau   pelatihan  sesuai dengan   standar   kompetensi   yang ditetapkan.

18.d  Sertifikat   Kompetensi   PPK adalah  tanda   atau   bukti keterangan  tertulis  dari  proses   penetapan  dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sebagai   PPK yang  dilakukan   secara   sistematis   dan objektif  melalui  uji kompetensi   atau  pelatihan   sesuai dengan  standar   kompetensi  yang  ditetapkan.

19.     Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.

20.     Lokapasar (E-Marketplace) Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah.

21.     Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.

22.     Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.

23.     Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat.

24.     Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

25.     Kelompok Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/APBD.

26.     Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh barang/jasa yang disediakan oleh Pelaku Usaha.

27.     Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu[U6] .

 

28.     Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.

29.     Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.

29a.  Produk adalah barang yang dibuat atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha[U7] .

30.     Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.

31.     Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu di berbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.

32.     Jasa Lainnya adalah jasa nonkonsultansi[U8]  atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

33.     Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK yang telah memperhitungkan biaya tidak langsung, keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai[U9] .

34.     Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.

35.     Pembelian secara Elektronik dari pelaku usaha atau Pelaksana Swakelola yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian/memperoleh barang/jasa melalui sistem katalog elektronik atau toko daring.

36.     Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

37.     Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.

38.     Pengadaan Barang/Jasa Tender/Seleksi Internasional adalah Pengadaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dibiayai APBN / APBD termasuk yang sumber pendanaanya baik sebagian atau seluruhnya melalui pinjaman luar negeri/hibah luar negeri yang terbuka bagi dengan peserta pemilihan dapat berasal dari pelaku usaha nasional dan pelaku usaha asing.

39.     Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.

40.     Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

40.a  Pengadaan   Langsung    Pekerjaan    Konstruksi   adalah metode pemilihan  untuk mendapatkan Pcnyedia Pekerjaan  Konstruksi  yang bernilai  paling banyak Rp400.000.000,00    (empat  ratus  juta  rupiah).

41.     Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

42.     E-reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang.

43.     Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia.

44.     Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola.

45.     Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Peraturan   Pemerintah    mengcnai kcmudahan,      pelindungan,       dan      pemberdayaan koperasi  dan  usaha mikro,  kecil,  dan  menengah. Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

46.     Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan  Pemerintah mengenai          kemudahan,          pelindungan,          dan pemberdayaan  koperasi  dan  usaha   mikro,  kecil,  dan menengah Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

46.a  Produk    Dalam    Negeri   adalah     Barang   dan    jasa, termasuk  rancang bangun  dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi  dan  berproduksi  di  Indonesia, menggunakan   seluruh   atau   sebagian    tenaga   kerja warga    negara    Indonesia,    dan    prosesnya menggunakan    bahan    baku    atau    komponen    yang seluruh   atau  sebagian   berasal  dari  dalam  negeri.

46.b  Produk  Ramah Lingkungan Hidup adalah Barang  dan jasa    termasuk   teknologi   yang    telah    menerapkan prinsip pelestarian, perlindungan, dan pengelolaan lingkungan hidup.

47.     Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

48.     Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.

49.     Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah /Institusi Lainnya dalam jangka waktu tertentu.

50.     Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis dan menciptakan good corporate governance tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial [U10] dalam keseluruhan siklus penggunaannya.

51.     Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa dengan yang menggabungkan kebutuhan barang/jasa beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien.

52.     Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.

53.     Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP.

54.     Toko Dalam Jaringan yang selanjutnya disebut Toko Daring adalah sistem informasi yang memfasilitasi Pengadaan Barang/Jasa melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dan ritel daring.

 

Pasal 2

Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi:

a.   Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Pemerintah Desa yang menggunakan anggaran belanja yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD/APB Desa;

b.  Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD/APB Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/atau

c.   Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.

 

Pasal 3

(1)    Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi:

a.   Barang;

b.  Pekerjaan Konstruksi;

c.   Jasa Konsultansi; dan

d.  Jasa Lainnya.

(2)    Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.

(3)    Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:

a.   Swakelola; dan/atau

b.  Penyedia.

 

 

 

 

 

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN, PRINSIP, DAN ETIKA PENGADAAN BARANG/JASA

 

Bagian Kesatu

Tujuan Pengadaan Barang/Jasa

 

Pasal 4

Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:

a.   menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah kuantitas[U11] , waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;

b.  meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;

c.   meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah Koperasi[U12] ;

d.  meningkatkan peran pelaku usaha nasional;

e.   mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;

f.    meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;

g.   mendorong mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan berusaha[U13] ; dan

h.  mendorong meningkatkan[U14]  Pengadaan Berkelanjutan.

 

Bagian Kedua

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa

 

Pasal 5

Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:

a.   meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa;

b.  melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif;

c.   memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia Pengadaan Barang/Jasa[U15] ;

d.  mengembangkan Lokapasar  (E-Marketplace) Pengadaan Barang/Jasa;

e.   menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik;

f.    mendorong penggunaan barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia (SNI);

g.   memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;

h.   mendorong pelaksanaan penelitian dan industri kreatif serta  memanfaatkan  hasil  invensi  dan inovasi/hasil   Penelitian,   pengembangan,   pengkajian, dan  penerapan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi; dan

i.    melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan.

 

Bagian Ketiga

Prinsip Pengadaan Barang/Jasa

 

Pasal 6

Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai berikut:

a.   efisien;

b.  efektif;

c.   transparan;

d.  terbuka;

e.   bersaing;

f.    adil; dan

g.   akuntabel.

 

Bagian Keempat

Etika Pengadaan Barang/Jasa

 

Pasal 7

(1)    Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:

a.   melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa;

b.  bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;

c.   tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;

d.  menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;

e.   menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa;

f.    menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan negara;

g.   menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan

h.  tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.

(2)  Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:

a.   Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada suatu badan usaha, merangkap sebagai Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama;

b.  konsultan perencana/pengawas dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya bertindak sebagai pelaksana Pekerjaan Konstruksi yang direncanakannya/diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi;

c.   konsultan manajemen konstruksi berperan sebagai konsultan perencana;

d.  pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;

e.   PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/atau

f.    beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama, dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang sama, dan/atau kepemilikan sahamnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dikuasai oleh pemegang saham yang sama.

 

 

 

 

 

 

BAB III

PELAKU PENGADAAN BARANG/JASA

 

Bagian Kesatu

Pelaku Pengadaan Barang/Jasa[U16] 

 

Pasal 8

Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

a.   PA;

b.  KPA;

c.   PPK;

d.  Pejabat Pengadaan;

e.   Pokja Pemilihan;

f.    Agen Pengadaan;

g.   dihapus PjPHP/PPHP[U17] ;

h.  Penyelenggara Swakelola; dan

i.    Penyedia.

 

 

Bagian Kedua

Pengguna Anggaran

 

Pasal 9

(1)    PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan:

a.   melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;

b.  mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan;

c.   menetapkan perencanaan pengadaan;

d.  menetapkan dan mengumumkan RUP;

e.   melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;

f.    menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal;

f1. menetapkan pengenaan Sanksi Daftar Hitam[U18] ;

f2.menyesuaikan     prosedur/tata      cara/tahapan, metode, jenis  Kontrak,   dan/  atau  bentuk   Kontrak pada   proses   pengadaan    dengan   pertimbangan untuk  mengisi    kekosongan   hukurn    dan/  atau mengatasi         stagnasi       pemerintahan       guna kemanfaatan  dan  kepentingan  umum

g.   menetapkan PPK;

h.  menetapkan Pejabat Pengadaan;

i.    dihapus menetapkan PjPHP/PPHP[U19] ;

j.    menetapkan Penyelenggara Swakelola;

k.  menetapkan tim teknis;

l.    menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui Sayembara/Kontes;

m. menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan

n.  menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:

1)   Tender/Penunjukan Langsung/E-Purchasing untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau

2)   Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2)    PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)    PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai huruf f1[U20]  f2 kepada KPA.

 

 

Bagian Ketiga

Kuasa Pengguna Anggaran

 

Pasal 10

(1)  KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai dengan pelimpahan dari PA.

(2)  Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi.

(3)  KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan:

a.   melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau

b.  mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.

(4)    KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

(5)  Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk sebagai PPK, KPA dapat merangkap sebagai PPK KPA pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, dapat merangkap sebagai Melaksanakan Tugas PPK[U21] .

(6)  KPA sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (5) wajib memiliki pengetahuan  tentang  pengadaan barang  dan jasa  serta  PPK

 

Bagian Keempat

Pejabat Pembuat Komitmen

 

Pasal 11

(1)  PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:

a.  menyusun perencanaan pengadaan;

b.  melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa[U22] ;

c.  menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);

d.  menetapkan rancangan kontrak;

e.  menetapkan HPS;

f.   menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;

g.  mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;

h.  melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

i.   menginput    e-Kontrak   dan mengendalikan Kontrak;

j.   menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan;

k.  melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;

l.   menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan;

m.   menilai kinerja Penyedia;

n.  menetapkan tim pendukung;

o.  menetapkan tim ahli[U23]  atau tenaga ahli; dan

p.  menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa.

(2)  Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:

a.  melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan

b.  mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.

(2a) PPK sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1)  dan  ayat (2) memiliki  Sertifikat Kompetensi PPK sesuai  dengan tipologinya

(3)  PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Dalam hal tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m[U24] .

(4)  PPTK yang melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi persyaratan kompetensi PPK[U25] .

(5)  Kementerian/Lembaga/Pemerintah                   Daerah menyusun  rencana  aksi   pemenuhan  PPK  ber Sertifikat Kompetensi PPK sesuai   tipologinya sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2a).

(6)   Ketentuan   lebih   lanjut    mengenai  kompetensi   PPK sebagaimana  dimaksud  pada   ayat   (2a) dan   rencana aksi  pemenuhan  PPK ber-Sertifikat  Kompetensi PPK sebagaimana dimaksud pada  ayat  (5) diatur  bersama-sama   oleh  menteri  yang   menyelenggarakan   urusan pemerintahan   di  bidang   keuangan  negara,    menteri yang  menyelenggarakan urusan   pemerintahan  dalam negeri,  dan  Kepala  Lembaga

Bagian Kelima

Pejabat Pengadaan

 

Pasal 12

Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d memiliki tugas:

a.   melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;

b.  melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

c.   melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan

d.  melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

 

Bagian Keenam

Kelompok Kerja Pemilihan

 

Pasal 13

(1)    Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas:

a.   melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia kecuali Pengadaan Langsung dan E-purchasing dengan pembelian langsung;[U26] 

b.  dihapus melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia untuk katalog elektronik; dan

c.   menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:

1)   Tender/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan

2)   Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2)    Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang.

(3)    Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal.

(4)    Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim ahli[U27]  atau tenaga ahli.

 

Bagian Ketujuh

Agen Pengadaan[U28] 

 

Pasal 14

(1)  Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f dapat melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.

(2)  Pelaksanaan tugas Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mutatis mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK.

(3)  Pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.

 

 

Bagian Kedelapan

Pejabat/Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan

 

Pasal 15

Dihapus.

(1)    PjPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2)    PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

 

Bagian Kesembilan

Penyelenggara Swakelola

 

Pasal 16

(1)    Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas.

(2)    Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya.

(3)    Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran.

(4)    Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola.

(5)    Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa[U29] .

 

Bagian Kesepuluh

Penyedia

 

Pasal 17

(1)    Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)    Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas:

a.   pelaksanaan Kontrak;

b.  kualitas barang/jasa;

c.   ketepatan perhitungan jumlah atau volume;

d.  ketepatan waktu penyerahan; dan

e.   ketepatan tempat penyerahan.

 

BAB IV

PERENCANAAN PENGADAAN[U30] 

 

Bagian Kesatu

Perencanaan Pengadaan

 

Pasal 18

(1)    Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa.

(2)    Perencanaan pengadaan yang dananya bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) setelah penetapan Pagu Indikatif.

(3)    Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

(4)    Perencanaan pengadaan terdiri atas:

a.   Perencanaan pengadaan melalui Swakelola; dan/atau

b.  Perencanaan pengadaan melalui Penyedia.

(5)    Perencanaan pengadaan melalui Swakelola meliputi:

a.   penetapan tipe Swakelola;

b.  penyusunan spesifikasi teknis/KAK; dan

c.   penyusunan perkiraan biaya/Rencana Anggaran Biaya (RAB).

(6)    Tipe Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas:

a.   Tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran;

b.  Tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;

c.   Tipe III yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana Swakelola; atau

d.  Tipe IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh Kementerian/ Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, dan dilaksanakan serta diawasi oleh Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.

(7)    Perencanaan pengadaan melalui Penyedia meliputi:

a.   penyusunan spesifikasi teknis/KAK;

b.  penyusunan perkiraan biaya/RAB;

c.   pemaketan Pengadaan Barang/Jasa;

d.  Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan

e.   penyusunan biaya pendukung.

(8)    Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimuat dalam RUP.

 

Bagian Kedua

Spesifikasi Teknis/Kerangka Acuan Kerja

 

Pasal 19

(1)    PPK [U31] dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK barang/jasa menggunakan:

a.  produk dalam negeri;

b. produk bersertifikat Standar Nasional Indonesia;

c.  produk usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri; dan

d. produk ramah lingkungan hidup.

(1a) PPK  dalam    menyusun   spesifikasi  teknis/kerangka acuan     kerja    Barang/ jasa     menggunakan     Produk Dalam   Negeri  sebagaimana    dimaksud  pada   ayat  ( 1) huruf   a  menyesuaikan  dengan   kemampuan  industri dalam   negeri   sebagaimana   tercantum   dalam   daftar inventarisasi    Barang/jasa     produksi   dalam    negeri yang        diterbitkan       oleh        kementerian       yang menyelenggarakan    urusan  pemerintahan  di  bidang perindustrian.

(2)     Dalam penyusunan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja dimungkinkan penyebutan merek terhadap:

a.   komponen barang/jasa;

b.  suku cadang;

c.   bagian dari satu sistem yang sudah ada; atau

d.  barang/jasa dalam katalog elektronik atau Toko Daring.

e.  barang/jasa pada Tender Cepat[U32] .

(3)     Pemenuhan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan produk bersertifikat SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sepanjang tersedia dan tercukupi.

(4)     Produk ramah lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menggunakan barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup[U33] .

 

Bagian Ketiga

Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa

 

Pasal 20

(1)    Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan berorientasi pada:

a.   keluaran atau hasil;

b.  volume barang/jasa;

c.   ketersediaan barang/jasa;

d.  kemampuan Pelaku Usaha; dan/atau

e.   ketersediaan anggaran belanja.

(2)    Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang:

a.   menyatukan atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang tersebar di beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;

b.   menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya harus dipisahkan;

c.   menyatukan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh usaha kecil; dan/atau

d.   memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari Tender/Seleksi.

(3)    Dalam       melakukan      pemaketan      Pengadaan Barang/jasa,    PPK   wajib    mengalokasikan     paling sedikit   40%   (empat   puluh   persen)   nilai   anggaran belanja    Barang/jasa    untuk   menggunakan  Produk    Usaha  Mikro dan  Usaha  Kecil serta  koperasi dari  hasil produksi dalam  negeri.

 

Pasal 20a

Strategi  pemaketan  untuk    Pekerjaan  Konstruksi   dapat berupa  penyediaan  sumber   daya  oleh   pemilik pekerjaan (supplied by owner).

 

Pasal 20b

(1) Penyediaan sumber daya untuk Pekerjaan Konstruksi dapat  disediakan oleh  pemilik  pekerjaan  meliputi :

a.   bahan    baku,     material,     dan    Barang   sudah terstandar;

b.  bahan     baku,     material,     dan     Barang     untuk mendukung bangunan permanen;

c.   bahan  baku,  material,   dan Barang  untuk   1  (satu) paket       atau       beberapa       paket   Pekerjaan Konstruksi;                       

d.  peralatan      untuk       menunjang      Pekerjaan Konstruksi; dan/atau

e.   Barang   dan  jasa   dalam   Pekerjaan    Konstruksi yang  ditangani oleh  Penyedia jasa  spesialis

(2) Penyediaan sumber  daya    sebagaimana           dimaksud        pada  ayat  (1) dapat  dilakukan dengan:      

a.     E-purchasing;  dan/  atau

b.     pemesanan  berdasarkan  Kontrak  payung

 

Bagian Keempat

Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa

 

Pasal 21

(1)  Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dan/atau persiapan pemilihan Penyedia pada pengadaan barang/jasa melalui penyedia.

(2)  Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh PA,KPA,PPK dan/atau UKPBJ.

(3)  Kepala  LKPP melaksanakan   Konsolidasi Pengadaan Barang/ Jasa       secara        nasional      dan        dapat menyerahkan tugas dan kewenangan kepada menteri/kepala lembaga.

 

Bagian Kelima

Pengumuman Rencana Umum Pengadaan

 

Pasal 22

(1)  Pengumuman RUP Kementerian/Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran belanja.

(2)  Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3)  Pengumuman RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).

(4)  Pengumuman RUP melalui SIRUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditambahkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, surat kabar, dan/atau media lainnya.

(5)  Pengumuman RUP dilakukan kembali dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

 

 

 

 

BAB V

PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA

 

Bagian Kesatu

Persiapan Swakelola[U34] 

 

Pasal 23

(1)  Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB.

(2)  Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA/KPA.

(3)  Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut:

a. Tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/KPA;

b. Tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;

c.  Tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan Ormas pelaksana Swakelola; atau

d. Tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh pimpinan Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.

(4)  Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK dengan memperhitungkan tenaga ahli/peralatan/bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri.

(5)  Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan Swakelola tipe I dan jumlah tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Tim Pelaksana.

(6)  Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam KAK kegiatan/subkegiatan/ output.

(7)  Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat dievaluasi dan ditetapkan oleh PPK.

 

Pasal 24

(1)  Biaya Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola.

(2)  PA dapat mengusulkan standar biaya masukan/keluaran Swakelola kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau kepala daerah.

 

Bagian Kedua

Persiapan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia[U35] 

 

Pasal 25

Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia oleh PPK meliputi kegiatan:

a.   menetapkan HPS;

b.  menetapkan rancangan kontrak;

c.   menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau

d.  menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga.

 

 

Pasal 26

(1)  HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

(2)  Nilai HPS bersifat tidak rahasia HPS telah memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak langsung (overhead cost).

(3)  Rincian HPS bersifat rahasia [U36] Nilai HPS bersifat terbuka dan tidak bersifat rahasia.

(4)  Dihapus Total HPS merupakan hasil perhitungan HPS ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(5)    HPS digunakan sebagai:

a.  alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan;

b.  dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; dan

c.   penentuan      besaran     jaminan      penawaran, jarmnan pelaksanaan, dan jaminan sanggah banding;

d.  dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah kurang dari 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS.

d.  penentuan   batasan   persyaratan   personel manajerial     dan      peralatan      utama       dalam Pekerjaan Konstruksi;  dan

e.   penentuan  penerbit jaminan.

(6)    HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara.

(7)  Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E-purchasing dengan nilai paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), dan Tender pekerjaan terintegrasi.

(8)  Penetapan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir untuk:

a.   pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau

b.  pemasukan dokumen kualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.

 

Pasal 27

(1)    Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Lainnya terdiri atas:

a.   Lumsum;

b.  Harga Satuan;

c.   Gabungan Lumsum dan Harga Satuan;

d.  Terima Jadi (Turnkey) Kontrak Payung[U37] ;

e.   Biaya Plus Imbalan[U38] .

f.    Kontrak Berbasis Kinerja

(2)    Jenis Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi terdiri atas[U39] :

a.   Lumsum;

b.  Harga Satuan;

c.     Gabungan Lumsum dan Harga Satuan;

d.  Putar Kunci; dan

e.     Biaya Plus Imbalan Kontrak Payung.

f.    Modifikasi putar kunci;

g.   Kontrak Payung; dan

h.   Kontrak berbasis kinerja.

(3)    Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi nonkonstruksi terdiri atas:

a.   Lumsum;

b.  Waktu Penugasan;

c.   Kontrak Payung.

d.  Kontrak berbasis kinerja

(4)    Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi terdiri atas:

a.   Lumsum; dan

b.  Waktu Penugasan Kontrak Payung.

(4)  Jenis kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi terdiri atas

a. lumsum;

b. putar kunci;

c. modifikasi putar kunci; dan

d. Kontrak berbasis kinerja.

(5)    Kontrak Lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, dan ayat (4) huruf a merupakan Kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.   semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia;

b.  berorientasi kepada keluaran; dan

c.   pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan Kontrak.

(6)    Kontrak Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.   volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani;

b.  pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan; dan

c.   nilai akhir Kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan.

(7)    Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan Lumsum dan Harga Satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan.

(8)    Kontrak Payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, ayat (2) huruf g dan ayat (3) huruf c dapat berupa kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk : barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengirimannya pada saat Kontrak ditandatangani.

a.   Barang/jasa   yang   dibutuhkan   oleh   bcbcrapa PPK  untuk    Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi    Lainnya;

b.  Barang/ jasa   yang  dibutuhkan   secara   berulang; dan/atau

c.   Barang/  jasa     yang bclum  dapat     ditentukan volume     dan/atau      waktu  pengiriman/waktu pelaksanaan  pada  saat  Kontrak  ditandatangani.

(9)    Kontrak Putar Kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan ayat (4) huruf b merupakan suatu perjanjian mengenai pembangunan suatu proyek dalam hal Penyedia setuju untuk membangun proyek tersebut secara lengkap sampai selesai termasuk pemasangan semua perlengkapannya sehingga proyek tersebut siap dioperasikan atau dihuni Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan sebagai berikut:

a.   jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan

b.  pembayaran dapat dilakukan berdasarkan termin sesuai kesepakatan dalam Kontrak.

(9a) Kontrak     modifikasi     putar      kunci      sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (2) huruf   f dan  ayat  (4) huruf   c dilaksanakan     dengan      ketentuan     paling     sedikit memuat :

a. jumlah    harga   pasti   dan   tetap   sampai  seluruh pekerjaan   selesai  dilaksanakan;  dan

b. pembayaran   dapat   dilakukan   secara   bertahap setelah Pekerjaan  Konstruksi selesai termasuk pemasangan semua   perlengkapan  sehingga  siap dioperasikan atau  dimanfaatkan  sesuai kesepakatan  dalam  Kontrak

(10) Kontrak Biaya Plus Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf e merupakan jenis Kontrak yang digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam rangka penanganan keadaan darurat dengan nilai Kontrak merupakan perhitungan dari biaya aktual ditambah imbalan dengan persentase tetap atas biaya aktual atau imbalan dengan jumlah tetap.

(10a) Kontrak    berbasis     kinerja    sebagaimana    dimaksud pada  ayat  (1) huruf   f, ayat  (2)  huruf h,  ayat  (3) huruf d,  dan   ayat   (4)   huruf d  merupakan   Kontrak   atas dicapainya suatu   tingkat  pelayanan  tertentu

(11) Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf b merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang ruang lingkupnya belum bisa didefinisikan dengan rinci dan/atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan.

(12) Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa:

a.   pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan;

b.  pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 1 (satu) tahun anggaran; atau

c.   pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dan paling lama 3 (tiga) tahun anggaran[U40] [U41] .

 

 

Pasal 27A

(1)    PPK dapat menggunakan selain jenis Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang akan dilaksanakan.

(2)    PPK dalam menetapkan jenis Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan prinsip efisien, efektif dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 28

(1)    Bentuk Kontrak terdiri atas:

a.   bukti pembelian/pembayaran;

b.  kuitansi;

c.   surat perintah kerja (SPK)[U42] ;

d.  surat perjanjian; dan

e.   surat / bukti pesanan.

(2)    Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(3)    Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(4)    Surat perintah kerja (SPK) [U43] sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

(5)    Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit diatas Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(6)    Surat / bukti pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing atau pembelian melalui toko daring.

(6a) Dalam hal  Kontrak menggunakan  Kontrak lumsum, bentuk  Kontrak sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1) tidak  memerlukan  rincian  dokumen pendukung kontrak.

(7)    Ketentuan lebih lanjut mengenai bukti pendukung untuk masing-masing bentuk Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan/atau peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri[U44] .

 

 

Pasal 29

(1)    Uang muka dapat diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan.

(2)  Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.   paling  sedikit  50% (lima puluh   persen) dari  nilai Kontrak untuk   Usaha   Mikro, Usaha   Kecil, dan koperasi      untuk        nilai       Kontrak      antara Rp50.000.000,00      (lima    puluh     juta     rupiah) sampai    dengan    Rp200.000.000,00     (dua   ratus juta  rupiah)

b.  paling  sedikit  30%  (tiga puluh persen)  dari  nilai Kontrak untuk   Usaha   Mikro,  Usaha   Kecil,  dan koperasi dengan  nilai Kontrak lebih dari Rp200.000.000,00     (dua    ratus     juta     rupiah) sampai dengan   Rp2.500.000.000,00    (dua  miliar lima ratus  juta  rupiah);

c.   paling  tinggi  30%  (tiga  puluh   persen) dari  nilai Kontrak   untuk   Usaha   Mikro, Usaha   Kecil,  dan koperasi     dengan     nilai     kontrak      lebih     dari Rp2.500.000.000,00    (dua  miliar  lima  ratus  juta rupiah)    sampai   dengan    Rpl5.000.000.000,00 (lima belas  miliar  rupiah);

d.  paling  tinggi  20%  (dua  puluh  persen) dari  nilai Kontrak   untuk    non-Usaha   Mikro  dan   Usaha Kecil dan  Penyedia Jasa  Konsultansi;  atau

e.   paling  tinggi  15% (lima  belas   persen) dari  nilai Kontrak  untuk   Kontrak  tahun  jamak

(3)    Pemberian uang muka dicantumkan pada rancangan kontrak yang terdapat dalam Dokumen Pemilihan.

 

 

Pasal 30

(1)    Jaminan Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

a.   Jaminan Penawaran;

b.  Jaminan Sanggah Banding;

c.   Jaminan Pelaksanaan;

d.  Jaminan Uang Muka; dan

e.   Jaminan Pemeliharaan.

(2)    Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara pekerjaan terintegrasi[U45] .

(2a) Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi[U46]  dan pekerjaan terintegrasi

(3)    Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bank garansi atau surety bond.

(4)    Bentuk Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat:

a.   tidak bersyarat;

b.  mudah dicairkan; dan

c.   harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima.

(5)    Pengadaan Jasa Konsultansi tidak diperlukan Jaminan Penawaran, Jaminan Sanggah Banding, Jaminan Pelaksanaan, dan Jaminan Pemeliharaan.

(6)    Jaminan dari Bank Umum, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dapat digunakan untuk semua jenis Jaminan.

(7)    Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah merupakan[U47]  Perusahaan Penerbit Jaminan yang memiliki izin usaha dan pencatatan produk suretyship di Otoritas Jasa Keuangan.

 

Pasal 31[U48] 

(1)    Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diberlakukan untuk nilai total HPS paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2)    Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai total HPS.

(3)    Untuk Pekerjaan Konstruksi Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara terintegrasi, Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai Pagu Anggaran.

 

Pasal 32[U49] 

(1)    Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai total HPS.

(2)    Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu Anggaran.

 

Pasal 33[U50] 

(1)    Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2)    Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal:

a.   Pengadaan Jasa Lainnya yang aset Penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna; atau

b.  Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing.

(3)    Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan adalah sebagai berikut:

a.   untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau

b.  untuk nilai penawaran terkoreksi di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai total HPS.

(4)    Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi adalah sebagai berikut:

a.   untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau

b.  untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Pagu Anggaran.

(5)    Jaminan Pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi.

 

Pasal 34

(1)    Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d diserahkan Penyedia kepada PPK senilai uang muka.

(2)    Nilai Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertahap dapat dikurangi secara proporsional sesuai dengan sisa uang muka yang diterima.

 

Pasal 35

(1)    Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf e diberlakukan untuk Pekerjaan Konstruksi atau Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan, dalam hal Penyedia menerima uang retensi pada serah terima pekerjaan pertama (Provisional Hand Over).

(2)    Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan selesai.

(3)    Besaran nilai Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak.

 

Pasal 36

(1)    Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan penggunaan barang hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.

(2)    Sertifikat Garansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh produsen.

 

Pasal 37

(1)    Penyesuaian harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.   diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak dengan jenis Kontrak Harga Satuan atau Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan; dan

b.  tata cara penghitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kontrak.

(2)    Persyaratan dan tata cara penghitungan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a.  penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan;

b.  penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada huruf a diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan;

c.   penyesuaian harga satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen keuntungan, biaya tidak langsung (overhead cost), dan harga satuan timpang sebagaimana tercantum dalam penawaran;

d.  penyesuaian harga satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam Kontrak;

e.   penyesuaian harga satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negeri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut;

f.   jenis pekerjaan baru dengan harga satuan baru sebagai akibat adanya adendum kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak adendum kontrak tersebut ditandatangani; dan

g.   indeks yang digunakan dalam hal pelaksanaan Kontrak terlambat disebabkan oleh kesalahan Penyedia adalah indeks terendah antara jadwal kontrak dan realisasi pekerjaan.

 

Pasal 38

(1)    Metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas:

a.   E-purchasing;

b.  Pengadaan Langsung;

c.   Penunjukan Langsung;

d.  Tender Cepat; dan

e.   Tender.

(2)    E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik atau Toko Daring.

(3)    Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk : Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

a.  Barang/ Jasa      Lainnya     yang     bernilai   paling banyak   Rp200.000.000,00      (dua    ratus   juta rupiah);  dan

b.  Pekerjaan      Konstruksi     yang     bernilai    paling banyak Rp400.000.000,00   (empat ratus juta rupiah).

(4)    Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.

 

(5)    Kriteria Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a.   pelaksanaan     program    prioritas    pernerintah, bantuan     pernerintah,      dan/  atau     bantuan Presiden  berdasarkan arahan Presiden;

b.  penyelenggaraan penyiapan kegiatan yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional yang dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;

c.   barang/jasa yang bersifat rahasia untuk kepentingan Negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau barang/jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d.  Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya;

e.   Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu;

f.    pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, dan kedelai, serta pupuk yang meliputi Urea, NPK, dan ZA kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih dan pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan;

g.   pekerjaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang yang bersangkutan;

h.  Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah;

i.    Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang setelah dilakukan Tender ulang mengalami kegagalan; atau

j.    pemilihan penyedia untuk melanjutkan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal terjadi pemutusan Kontrak[U51] .

k.  permintaan     berulang    (repeat     ordery     untuk Penyedia     Barang/ Pekerjaan      Konstruksi/  Jasa Lainnya  yang  sama

(6)    Tender Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam hal Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia untuk pengadaan yang:

a.   spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; dan atau

b.  dimungkinkan dapat menyebutkan merek sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b dan huruf c[U52] .

(7)    Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d.

(8)    Pelaksanaan            Pengadaan          Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan metode pemilihan Penyedia   melalui   Pengadaan  Langsung   dengan   nilai paling   sedikit   di  atas   Rp50.000.000,00    (lima  puluh juta   rupiah),  Penunjukan  Langsung,  Tender   cepat, dan  Tender  wajib  menggunakan  aplikasi   sistem pengadaan   secara   elektronik   dengan    fitur transaksional

 

Pasal 39

(1)    Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan:

a.   Sistem Nilai;

b.  Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau

c.   Harga Terendah.

(2)    Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga.

(3)    Metode evaluasi Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya [U53] yang memperhitungkan faktor umur ekonomis, harga, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam jangka waktu operasi tertentu.

(4)    Metode evaluasi Harga Terendah digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang di antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis.

 

 

 

 

Pasal 40

(1)    Metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan:

a.   1 (satu) file;

b.  2 (dua) file; atau

c.   2 (dua) tahap.

(2)    Metode satu file digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang menggunakan metode evaluasi Harga Terendah.

(3)    Metode dua file digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memerlukan penilaian teknis terlebih dahulu.

(4)    Metode dua tahap digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a.   spesifikasi teknisnya belum bisa ditentukan dengan pasti;

b.  mempunyai beberapa alternatif penggunaan sistem dan desain penerapan teknologi yang berbeda;

c.   dimungkinkan perubahan spesifikasi teknis berdasarkan klarifikasi penawaran teknis yang diajukan; dan/atau

d.  membutuhkan penyetaraan teknis.

 

Pasal 41

(1)    Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi terdiri atas:

a.   E-purchasing;

b.  Pengadaan Langsung;

c.   Penunjukan Langsung; dan

d.  Seleksi.

(2) E-purchasing   sebagaimana   dirnaksud  pada   ayat   ( 1) huruf   a  dilaksanakan  untuk    Pengadaan  Jasa Konsultansi     perorangan   atau    badan    usaha   yang sudah   tercanturn dalarn katalog elektronik

(3) Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi yang bernilai sampai dengan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(4) Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu

(5) Kriteria Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a.      Jasa   Konsultansi   dalarn   rangka  pelaksanaan program  prioritas   pemerintah,  bantuan pernerintah,     dan/ atau      bantuan     Presiden berdasarkan arahan Presiden

b.  Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu;

c.   Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) pemegang hak cipta yang telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta;

d.  Jasa Konsultansi di bidang hukum meliputi konsultan hukum/advokasi atau pengadaan arbiter yang tidak direncanakan sebelumnya, untuk menghadapi gugatan dan/atau tuntutan hukum dari pihak tertentu, yang sifat pelaksanaan pekerjaan dan/atau pembelaannya harus segera dan tidak dapat ditunda;

e.   Jasa     Konsultansi   Konstruksi   lanjutan    yang merupakan   satu    kesatuan   sistem    konstruksi dan   satu   kesatuan  tanggung jawab   atas   risiko kegagalan  bangunan  yang   secara   keseluruhan tidak  dapat   dipecah-pecah  dari  pekerjaan yang sudah   dilaksanakan  sebelumnya

f.    Permintaan berulang (repeat order) untuk Penyedia Jasa Konsultansi yang sama;

g.   Jasa Konsultansi yang setelah dilakukan Seleksi ulang mengalami kegagalan;

h.  pemilihan penyedia untuk melanjutkan Jasa Konsultansi dalam hal terjadi pemutusan Kontrak;

i.    Jasa Konsultansi yang bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

j.    Jasa ahli Dewan Sengketa Konstruksi[U54] .

(6)    Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a d dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(7)  Dalam hal dilakukan Penunjukan Langsung untuk Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d, diberikan batasan paling banyak 2 (dua) kali. Pelaksanaan   Pengadaan  Jasa    Konsultansi   dengan metode  pemilihan  Penyedia melalui   Pengadaan Langsung, Penunjukan  Langsung, dan  Seleksi  wajib menggunakan aplikasi sistem  pengadaan secara elektronik dengan  fitur  transaksional

 

Pasal  41A

 

(1)  Arahan  Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38  ayat   (5) huruf   a  dan   Pasal   41  ayat   (5) huruf   a dituangkan  dalam  risalah   rapat,   memorandum, atau dokumen lainnya.

(2) Menteri  atau   kepala lembaga selaku   PA:

a.   membuat   dokumen   tertulis    yang   menyatakan bahwa  program prioritas pernerintah, bantuan pemerintah,       dan/ atau         bantuan         Presiden merupakan   arahan    Presiden  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (l);   dan

b.   menetapkan    penggunaan    metode    Penunjukan Langsung berdasarkan  analisis   PA

(3) Menteri    atau      kepala      lembaga    menyampaikan dokumen    tertulis     sebagaimana    dimaksud    pada ayat       (2)     huruf       a      kepada       menteri     yang menyelenggarakan  urusan    pemerintahan  di  bidang kesekretariatan       negara        untuk        mendapatkan konfirmasi.

(4) Dalam  hal  arahan    Presiden dalam  risalah   rapat, memorandum, atau  dokumen lainnya  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1) telah  memuat arahan penggunaan  metode  pemilihan Penyedia dengan Penunjukan  Langsung, menteri atau  kepala  lembaga selaku    PA  sesuai    dengan    kewenangannya   dapat langsung   menggunakan   metode    Penunjukan Langsung

 

Pasal 42

(1)    Metode evaluasi penawaran Penyedia Jasa Konsultansi dilakukan dengan:

a.   Kualitas dan Biaya;

b.  Kualitas;

c.   Pagu Anggaran; atau

d.  Biaya Terendah.

(2)    Metode evaluasi Kualitas dan Biaya digunakan untuk pekerjaan yang ruang lingkup pekerjaan, jenis tenaga ahli, dan waktu penyelesaian pekerjaan dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK.

(3)    Metode evaluasi Kualitas digunakan untuk pekerjaan yang ruang lingkup pekerjaan, jenis tenaga ahli, dan waktu penyelesaian pekerjaan tidak dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK atau untuk pekerjaan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan.

(4)    Metode evaluasi Pagu Anggaran hanya digunakan untuk ruang lingkup pekerjaan sederhana yang dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK dan penawaran tidak boleh melebihi Pagu Anggaran.

(5)    Metode evaluasi Biaya Terendah hanya digunakan untuk pekerjaan standar atau bersifat rutin yang praktik dan standar pelaksanaan pekerjaannya sudah mapan.

 

Pasal 43

(1)    Metode penyampaian dokumen penawaran pada pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung menggunakan metode satu file.

(2)    Metode penyampaian dokumen penawaran pada pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Seleksi menggunakan metode dua file.

 

Pasal 44

(1)    Kualifikasi merupakan evaluasi kompetensi, kemampuan usaha, dan pemenuhan persyaratan sebagai Penyedia.

(2)    Kualifikasi dilakukan dengan pascakualifikasi atau prakualifikasi.

(3)    Pascakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan pemilihan sebagai berikut:

a.   Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk Pengadaan yang bersifat tidak kompleks; atau

b.  Seleksi Jasa Konsultansi Perorangan; atau

c.   Penunjukan  Langsung  Pengadaan  Barang/ Pekerjaan  Konstruksi/ Jasa    Konsultansi  badan usaha/Jasa   Konsultansi perorangan/Jasa Lainnya

(4)    Kualifikasi pada pascakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan evaluasi penawaran dengan menggunakan metode sistem gugur.

(5)    Prakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan pemilihan sebagai berikut:

a.   Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk Pengadaan yang bersifat kompleks;

b.   Seleksi Jasa Konsultansi Badan Usaha; atau

c.   Penunjukan Langsung Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi Badan Usaha/Jasa Konsultansi Perorangan/Jasa Lainnya.

(6)    Kualifikasi pada prakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sebelum pemasukan penawaran dengan menggunakan metode:

a.   sistem gugur untuk Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau

b.  sistem pembobotan dengan ambang batas untuk Penyedia Jasa Konsultansi.

(7)    Hasil prakualifikasi menghasilkan:

a.   daftar peserta Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau

b.  daftar pendek peserta Seleksi Jasa Konsultansi.

(8)    Dalam hal Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia, tidak diperlukan pembuktian kualifikasi.

(8a) Persyaratan kualifikasi paling  sedikit  meliputi  kinerja Penyedia

(9)    Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak objektif.

(10) Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat kompleks sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a adalah pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, menggunakan peralatan yang didesain khusus, dan/atau sulit mendefinisikan secara teknis bagaimana cara memenuhi kebutuhan dan tujuan Pengadaan Barang/Jasa.

 

Pasal 45

Jadwal pemilihan untuk setiap tahapan ditetapkan berdasarkan alokasi waktu yang cukup bagi Pokja Pemilihan dan peserta pemilihan sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.

 

Pasal 46

Dokumen Pemilihan terdiri atas:

a.   Dokumen Kualifikasi; dan

b.  Dokumen Tender/Seleksi/Penunjukan Langsung/Pengadaan Langsung.

 

BAB VI

PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI SWAKELOL[U55] A

 

Bagian Kesatu

Pelaksanaan

 

Pasal 47

(1)    Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.   PA/KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli;

b.  Penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana; dan

c.   Dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

(2)    Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.   PA/KPA melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/ Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan

b.  PPK menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola sesuai dengan kesepakatan kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a.

(3)    Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Ormas.

(4)    Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat.

(5)    Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tipe III sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan barang/jasa yang diperoleh melalui Penyedia.

(6) Untuk  pelaksanaan  Swakelola tipe  I. tipe  II. dan  tipe III dapat  dilakukan melalui  E-purchasing.

(7)  Apabila dalam  pelaksanaan  Swakelola membutuhkan material/bahan/ alat,     maka   wajib    menggunakan matcrial/bahan/ alat  yang  merupakan  Produk  Dalam Negeri dan/  atau    Produk   Usaha   Mikro  dan   Usaha Kecil serta  koperasi dari  basil  produksi dalam  negeri.

(8)  Pembelian    material/bahan/alat       sebagaimana dimaksud pada  ayat  (7) dilaksanakan  dengan  metode E-purchasing.

(9)  Pembelian      material/bahan/alat      dengan      metode E-purchasing sebagaimana   dimaksud  pada   ayat  (8), untuk  Swakelola   tipe  III dan   tipe  IV dilaksanakan dengan    mempertimbangkan   kesiapan   pelaksanaan Swakelola.

(10) Pembelian    material/bahan/alat       dengan      metode E-purchasing   pada   Swakelola    tipe   III  dan   tipe   IV sebagaimana  dimaksud  pada   ayat   (9)  dilaksanakan paling    lambat    1      (satu)   tahun     setelah    Peraturan Presiden  ini mulai  berlaku

 

Bagian Kedua

Pembayaran Swakelola

 

Pasal 48

Pembayaran Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Ketiga

Pengawasan dan Pertanggungjawaban

 

Pasal 49

(1)    Tim Pelaksana melaporkan kemajuan pelaksanaan Swakelola dan penggunaan keuangan kepada PPK secara berkala.

(2)    Tim Pelaksana menyerahkan hasil pekerjaan Swakelola kepada PPK dengan Berita Acara Serah Terima.

(3)    Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Tim Pengawas secara berkala.

 

BAB VII

PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI PENYEDIA[U56] 

 

Bagian Kesatu

Pelaksanaan Pemilihan Penyedia

 

Pasal 50

(1)    Pelaksanaan pemilihan melalui Tender/Seleksi meliputi:

a.  Pelaksanaan Kualifikasi;

b.  Pengumuman dan/atau Undangan;

c.   Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Pemilihan;

d.  Pemberian Penjelasan;

e.   Penyampaian Dokumen Penawaran;

f.   Evaluasi Dokumen Penawaran;

g.   Penetapan dan Pengumuman Pemenang; dan

h.  Sanggah.

(2)   Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan Sanggah Banding.

(3)   Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa Konsultansi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai.

(4)   Pelaksanaan pemilihan melalui Tender Cepat dengan ketentuan sebagai berikut:

a.   peserta telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia;

b.  peserta menyampaikan[U57]  penawaran harga;

c.   evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan

d.  penetapan pemenang berdasarkan harga penawaran terendah.

(5)    Pelaksanaan E-purchasing wajib dilakukan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa yang menyangkut pemenuhan kebutuhan nasional dan/atau strategis yang ditetapkan oleh menteri, kepala lembaga, atau kepala daerah apabila tersedia dalam katalog elektronik.

(5a) Pengecualian  kcwajiban  pelaksanaan   E-purchasing sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (5), dalam  hal:

a. tidak   dapat    memcnuhi  kebutuhan   dari   aspek volume,    spesifikasi    teknis,      waktu,      lokasi, dan/ atau  layanan; atau

b. berdasarkan    pertimbangan      lebih           efisien dan/atau        efcktif   jika     dilaksanakan dengan metode  selain  E-purchasing.

(5b) Pengecualian kewajiban pelaksanaan  E-purchasing sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (Sa) dilakukan berdasarkan penilaian PPK.

(5c) Ketentuan    lebih   lanjut    mengenai   pengecualian kewajiban pelaksanaan  E-purchasing  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (5a) dan  ayat  (5b) diatur   dalam Peraturan  Kepala Lembaga

(6)    Pelaksanaan Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dipilih, dengan disertai negosiasi teknis maupun harga.

(7)    Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:

a.   pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; atau

b.  permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan SPK surat perintah kerja[U58] .

(8)    Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan.

(9)    Untuk barang/jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah:

a.   penetapan Pagu Anggaran K/L; atau

b.  persetujuan RKA Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10) Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP diumumkan terlebih dahulu melalui aplikasi SIRUP.

(11) Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode penawaran harga secara berulang (E-reverse Auction).

 

Bagian Kedua

Tender/Seleksi Gagal

 

Pasal 51

(1)    Prakualifikasi gagal dalam hal:

a.   setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi; atau

b.  jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta.

(2)    Tender/Seleksi gagal dalam hal:

a.   terdapat kesalahan dalam proses evaluasi;

b.   tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;

c.    tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran;

d.   ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;

e.    seluruh peserta terlibat korupsi, kolusi, dan/atau [U59] nepotisme;

f.    seluruh peserta terlibat melakukan persekongkolan / persaingan usaha tidak sehat;

g.    seluruh penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS;

h.   negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai; dan/atau

i.     KKN Pokja Pemilihan / PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme melibatkan Pokja Pemilihan/PPK[U60] ; dan / atau

j.    alokasi anggaran dalarn  dokumen anggaran yang telah  disahkan tidak  tersedia dalam  daftar  isian pelaksanaan    anggaran/ dokumen   pelaksanaan anggaran   tahun   anggaran   untuk     pengadaan yang  mendahului persetujuan rencana kerja  dan anggaran Kementerian/Lembaga  oleh Dewan Perwakilan     Rakyat    atau   rencana   kerja    dan anggaran  Perangkat  Daerah  olch  dewan perwakilan rakyat daerah

(3)    Tender Cepat gagal dalam hal:

a.  tidak ada peserta atau hanya 1 (satu) peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;

b.  pemenang atau pemenang cadangan tidak ada yang menghadiri verifikasi data kualifikasi;

c.   ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;

d.  seluruh peserta terlibat korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme;

e.   seluruh peserta terindikasi melakukan terlibat persekongkolan / persaingan usaha tidak sehat; dan/atau

f.   Pokja Pemilihan / PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme melibatkan Pokja Pemilihan/ PPK.[U61] 

(4)    Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan.

(5)    Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dan hurif j dinyatakan oleh PA/KPA.

(6)    Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan:

a.   setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau

b.  setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan dengan seperti proses Penunjukan Langsung.

(7)    Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan:

a.   evaluasi penawaran ulang;

a.1 Penyampaian penawaran ulang; atau

b. penyampaian penawaran ulang[U62] 

b.  Tender/Seleksi ulang.

(8)    Evaluasi penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, dilakukan dalam hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran.

Penyampaian penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf h[U63] .

(8a) Penyampaian     penawaran     ulang     sebagaimana dimaksud  pada   ayat  (7)  huruf a 1, dilakukan  dalam hal   Tender I Seleksi    gagal    sebagaimana    dimaksud pada     ayat     (2)   huruf   d    pada     Tender     dengan Prakualifikasi  atau   Seleksi  Jasa   Konsultansi   badan usaha

(9)    Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf i.

(10) Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria:

a.   kebutuhan tidak dapat ditunda; dan

b.  tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/Seleksi.

(11) Tindak lanjut dari Tender Cepat gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pokja Pemilihan melakukan reviu penyebab kegagalan Tender Cepat dan melakukan Tender Cepat kembali atau mengganti metode pemilihan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1).[U64] 

 

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Kontrak

 

Pasal 52

(1)    Pelaksanaan Kontrak terdiri atas:

a.   Penetapan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ);

b.  Penandatanganan Kontrak;

c.   Pemberian uang muka;

d.  Pembayaran prestasi pekerjaan;

e.   Perubahan Kontrak;

f.    Penyesuaian harga;

g.   Penghentian Kontrak atau Berakhirnya Kontrak;

h.  Pemutusan Kontrak;

i.    Serah Terima Hasil Pekerjaan; dan/atau

j.    Penanganan Keadaan Kahar.

(2)    PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia, dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai APBN/APBD.

(3)    Apabila dalam  pelaksanaan   pekerjaan membutuhkan material/bahan/ alat,    maka     wajib    menggunakan material/bahan/alat   yang  merupakan  Produk Dalam Negeri dan/  atau    Produk  Usaha   Mikro  dan   Usaha Kecil serta  koperasi dari  hasil  produksi dalam  negeri sesuai  yang  tercantum  dalam  dokumen penawaran

 

Bagian Keempat

Pembayaran Prestasi Pekerjaan

 

Pasal 53

(1)    Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada Penyedia setelah dikurangi angsuran pengembalian uang muka, retensi, dan denda.

(2)    Retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 5% (lima persen) digunakan sebagai Jaminan Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi atau Jaminan Pemeliharaan Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan.

(3)    Dalam hal Penyedia menyerahkan sebagian pekerjaan kepada subkontraktor, permintaan pembayaran harus dilengkapi bukti pembayaran kepada subkontraktor sesuai dengan realisasi pekerjaannya.

(4)    Pembayaran prestasi pekerjaan dapat diberikan dalam bentuk:

a.   pembayaran bulanan;

b.  pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian pekerjaan/termin; atau

c.   pembayaran secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan.

(5)    Pembayaran dapat dilakukan sebelum prestasi pekerjaan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang karena sifatnya dilakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum barang/jasa diterima, setelah Penyedia menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan.

(6)    Pembayaran dapat dilakukan untuk peralatan dan/atau bahan yang belum terpasang yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang berada di lokasi pekerjaan dan telah dicantumkan dalam Kontrak.

(7)    Ketentuan mengenai pembayaran sebelum prestasi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Bagian Kelima

Perubahan Kontrak

 

Pasal 54

(1)    Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan kontrak, yang meliputi:

a.   menambah atau mengurangi volume yang tercantum dalam Kontrak;

b.  menambah dan/atau mengurangi jenis kegiatan;

c.   mengubah spesifikasi teknis sesuai dengan kondisi lapangan; dan/atau

d.  mengubah jadwal pelaksanaan.

(2)    Dalam hal perubahan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan penambahan nilai kontrak, perubahan kontrak dilaksanakan dengan ketentuan penambahan nilai kontrak akhir tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari harga yang tercantum dalam Kontrak awal.

(3)    Dalam  hal  perubahan   Kontrak  disebabkan  adanya keadaan darurat, maka  ketentuan  penarnbahan  nilai Kontrak akhir   dapat   melebihi  I0%  (sepuluh   persen) berdasarkan  persetujuan  dari  PA

 

 

 

 

 

 

Bagian Keenam

Keadaan Kahar

 

Pasal 55

(1)    Dalam hal terjadi keadaan kahar, pelaksanaan Kontrak dapat dihentikan.

(2)    Dalam hal pelaksanaan Kontrak dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak.

(3)    Perpanjangan waktu untuk penyelesaian Kontrak disebabkan keadaan kahar dapat melewati Tahun Anggaran.

(4)    Tindak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar diatur dalam Kontrak.

 

Bagian Ketujuh

Penyelesaian Kontrak

 

Pasal 56

(1)    Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.

(2)    Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang di dalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan.

(3)    Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran.

 

Bagian Kedelapan

Serah Terima Hasil Pekerjaan

 

Pasal 57

(1)    Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk serah terima barang/jasa.

(2)    PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan.

(3)    PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara Serah Terima.

Pasal 58

(1)    PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA.

PA/KPA meminta PjPHP/PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan diserahterimakan[U65] .

(2)    Hasil pemeriksaan Serah terima [U66] sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.

 

 

BAB VIII

PENGADAAN KHUSUS

 

Bagian Kesatu

Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan Keadaan Darurat[U67] 

 

Pasal 59

(1)    Penanganan keadaan darurat dilakukan untuk keselamatan/ perlindungan masyarakat atau warga negara Indonesia yang berada di dalam negeri dan/atau luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan harus dilakukan segera.

(2)    Keadaan darurat meliputi:

a.   bencana alam, bencana non-alam, dan/atau bencana sosial;

b.  pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan;

c.   kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik;

d.  bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik dan keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara Indonesia di luar negeri; dan/atau

e.   pemberian bantuan kemanusiaan kepada daerah di Indonesia atau  negara lain yang terkena bencana.

(3)    Penetapan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)    Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan.

(5)    Untuk penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK menunjuk Penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis.

(6)    Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi permanen, dalam hal penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun waktu keadaan darurat.

(7)    Penanganan keadaan darurat yang hanya bisa diatasi dengan konstruksi permanen, penyelesaian pekerjaan dapat melewati masa keadaan darurat.

 

Bagian Kedua

Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri[U68] 

 

Pasal 60

(1)    Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan di luar negeri berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

(2)    Dalam hal ketentuan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa menyesuaikan dengan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di negara setempat.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri setelah berkonsultasi dengan LKPP.

 

Bagian Ketiga

Pengecualian[U69] 

 

Pasal 61[U70] 

(1)    Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini adalah:

a.   Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah;

b.  Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat;

c.   Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan/atau

d.  Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

(1a) Pengecualian   sebagaimana  dimaksud  pada   ayat   (1) tidak  berlaku   untuk   kewajiban penggunaan  Produk Dalam   Negeri  dan   Produk   Usaha   Mikro  dan   Usaha Kecil  serta  koperasi

(2)    Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur tersendiri dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pimpinan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah.

(2a) Dalam hal Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Daerah belum memiliki peraturan pengadaan barang/jasa tersendiri, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum dan  / Badan Layanan Umum Daerah berpedoman pada Peraturan Presiden ini.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ayat (1) huruf c, dan ayat (1) huruf d huruf b, huruf c dan huruf d diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.

 

Bagian Keempat

Penelitian[U71] 

 

Pasal 62

(1)    Penelitian dilakukan oleh:

a.   PA/KPA pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penyelenggara penelitian; dan

b.  pelaksana penelitian.

(2)    Penyelenggara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kewenangan:

a.   menetapkan rencana strategis penelitian yang mengacu pada arah pengembangan penelitian nasional;

b.  menetapkan program penelitian tahunan yang mengacu pada rencana strategis penelitian dan/atau untuk mendukung perumusan dan penyusunan kebijakan pembangunan nasional; dan

c.   melakukan penjaminan mutu pelaksanaan penelitian.

(3)    Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a.   Individu/kumpulan individu meliputi Pegawai Aparatur Sipil Negara/non-Pegawai Aparatur Sipil Negara;

b.  Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;

c.   Perguruan Tinggi;

d.  Ormas; dan/atau

e.   Badan Usaha.

(4)    Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil kompetisi atau penugasan.

(5)    Kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui seleksi proposal penelitian.

(6)    Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh penyelenggara penelitian untuk penelitian yang bersifat khusus.

(7)    Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian.

(8)    Penelitian dapat dilakukan dengan kontrak penelitian selama 1 (satu) Tahun Anggaran atau melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran.

(9)    Pembayaran pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kontrak penelitian.

(10) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai ketentuan dalam kontrak penelitian.

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi.

 

 

Bagian Kelima

Tender/Seleksi Pengadaan Barang / Jasa  Internasional dan Dana Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar Negeri[U72] 

 

Pasal 63

(1)    Tender/Seleksi Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat dilaksanakan untuk:

a.  Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);

b.  Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);

c.   Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); atau

d.  Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh Lembaga Penjamin Kredit Ekspor atau Kreditor Swasta Asing.

(2)    Tender/Seleksi Internasional dilaksanakan untuk nilai kurang dari batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dalam hal tidak ada Pelaku Usaha dalam negeri yang mampu dan memenuhi persyaratan. Dalam  hal tidak  ada  Pelaku  Usaha  dalam negeri yang mampu     dan    memenuhi      persyaratan,    Pengadaan Barang/  Jasa   Internasional   dilaksanakan untuk nilai kurang   dari   batasan   sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (I)   huruf  a,  huruf  b, dan  huruf  c

(2a) Pengadaan  Barang/ Jasa  Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  mencantumkan ketentuan mengenai:

a.  alih  teknologi/  pengetahuan;

b.  penggunaan tenaga  ahli/tenaga   teknis nasional;dan/atau

c.  penggunaan Barang/jasa  lain dari dalam negeri.

(3)    Badan usaha asing yang mengikuti Tender/Seleksi Pengadaan Barang/Jasa Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melakukan kerja sama usaha dengan badan usaha nasional dalam bentuk konsorsium, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya.

(4)    Badan usaha asing yang melaksanakan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya, harus bekerja sama dengan industri dalam negeri meliputi namun tidak terbatas dalam pada pembuatan suku cadang dan/atau pelaksanaan pelayanan purnajual.

(5)    Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya Barang/Jasa yang dilaksanakan melalui Tender/Seleksi Internasional diumumkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan situs web komunitas internasional.

(6)    Dokumen Pemilihan melalui Tender/Seleksi Pengadaan Barang/Jasa Internasional paling sedikit ditulis dalam 2 (dua) bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

(7)    Dalam hal terjadi penafsiran arti yang berbeda terhadap Dokumen Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dokumen yang berbahasa Indonesia dijadikan acuan.

(8)    Pembayaran Kontrak melalui Tender/Seleksi Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat menggunakan mata uang rupiah dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 64

(1)    Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, kecuali diatur lain dalam perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri atau  turunan perjanjian/ dokumen   lain   yang    berkaitan   dengan perjanjian sebagai  bagian  dari  persyaratan  pinjaman luar   negeri  atau   hibah   luar   negeri   serta   ketentuan asal  ( country  of origin) Barang  dan jasa

(2)    Proses Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan sebelum disepakatinya perjanjian pinjaman luar negeri (advance procurement).

(3)    Dalam menyusun perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikonsultasikan kepada LKPP.

 

Bagian Keenam

Pengadaan Barang/Jasa Desa

Pasal  64A

(1)   Pengadaan Barang/Jasa   desa   dilaksanakan  untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa sesuai dengan  kewenangan desa.

(2)   Kewenangan desa  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1)   mengutamakan Penyedia  di desa  setempat dan penggunaan material yang  ada  di  desa

Pasal  64B

(1)  Pengadaan  Barang/Jasa    desa    dilakukan    melalui Swakelola  dengan  pemberdayaan masyarakat desa.

(2)  Dalam  hal  Pengadaan  Barang/ Jasa   desa  tidak  dapat dilaksanakan       secara       Swakelola      sebagaimana dimaksud  pada   ayat   (1),     Pengadaan    Barang/Jasa desa  dilakukan melalui  Penyedia  dengan  ketentuan:

a.   Penyedia   merupakan   Penyedia   Barang/jasa   di desa  setempat;

b.   dalam    hal    Penyedia     Barang/jasa     di    desa setempat  tidak  tersedia,  maka dapat   dilakukan melalui   Penyedia   Barang/ jasa   di  desa   sekitar dalam kabupaten/kota  yang  sama;  atau

c.   dalam hal  Penyedia  Barang/ jasa   di desa  sekitar tidak tersedia maka  dapat  dilakukan melalui Penyedia lainnya

 

(3)  Pengadaan    Barang/ Jasa     desa    melalui     Penyedia sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2) menggunakan Produk  Usaha  Mikro dan  Usaha  Kecil serta  koperasi dari  hasil produksi dalam  negeri.

(4)  Ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada    ayat   (2)dilakukan melalui  metode  E-purchasing.

(5)  Dalam     hal     metode    E-purchasing      sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (4) belum  dapat dilaksanakan, Pengadaan   Barang/ Jasa    desa     dapat   dilakukan dengan   metode  pemilihan  lainnya   untuk   jangka waktu  paling   lama   2  (dua)  tahun    sejak   Peraturan Presiden  ini mulai berlaku.

Pasal  64C

(1)  Ketentuan       lebih     lanjut      mengenai       Pengadaan Barang/  Jasa   desa    sebagaimana   dimaksud   dalam Pasal 64A dan Pasal 64B diatur dengan  peraturan bupati/wali   kota   dengan    mengacu    pada   pedoman yang  ditetapkan  dalam  Peraturan Kepala  Lembaga.

(2)  Pedoman    sebagaimana    dimaksud    pada    ayat    (1) meliputi  pengaturan mengenai  tujuan, kebijakan, prinsip, etika, pelaku, perencanaan, persiapan dan pelaksanaan  pengadaan,   sumber daya  manusia dan kelernbagaan,  serta pembinaan dan  pengawasan

 

BAB IX

USAHA KECIL, PRODUK DALAM NEGERI, DAN PENGADAAN BERKELANJUTAN

 

Bagian Kesatu

Peran Serta Usaha Kecil dan Koperasi[U73] 

 

Pasal 65

(1)    Usaha kecil terdiri atas Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Kementerian/  Lembaga/  Pemerintah    Daerah/lnstitusi Lainnya   wajib  menggunakan   Produk   Usaha   Mikro dan   U saha   Kecil serta   koperasi  dari  hasil   produksi dalam  negeri

(2)    Dalam Pengadaan Barang/Jasa, PA/KPA memperluas peran serta usaha kecil Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib menggunakan produk usaha kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri. Kementerian/   Lembaga/  Pemerintah  Daerah/  Institusi Lainnya   sebagaimana  dimaksud    pada  ayat  ( 1)   wajib mengalokasikan    paling   sedikit   40%   (empat   puluh pcrsen)    dari    nilai   anggaran   belanja    Barang/jasa Kementerian  / Lembaga/  Pemerintah  Dae rah/  Institusi Lainnya

(3)    Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket untuk usaha kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan usaha yang sehat, kesatuan sistem, dan kualitas kemampuan teknis Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran belanja barang/jasa Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah. Paket    pengadaan    Barang/ Pekerjaan     Konstruksi/ Jasa  Lainnya   dengan    nilai   pagu   anggaran  sampai dengan     Rpl5.000.000.000,00        (lima    belas     miliar rupiah)  diperuntukkan  bagi  Usaha  Mikro dan  Usaha Kecil serta  koperasi.

(4)    Nilai     pagu     anggaran    pengadaan    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk paket pekerjaan  yang  menuntut  kemampuan  teknis yang tidak   dapat   dipenuhi  oleh  Usaha   Mikro  dan   Usaha Kecil serta  koperasi.

(5)    Kementerian  yang  menyelenggarakan  urusan pemerintahan di bidang  koperasi dan  usaha kecil dan Pemerintah    Daerah   memperluas  peran   serta   Usaha Mikro dan  Usaha  Kecil serta  koperasi dengan mencantumkan  Barang/jasa  produksi  Usaha   Mikro dan    Usaha     Kecil   serta    koperasi   dalam    katalog elektronik.

(6)    Penyedia   usaha    non-Usaha   Mikro  dan   Usaha   Kecil serta   koperasi  yang  melaksanakan  pekerjaan melakukan  kerja   sarna  usaha dengan   Usaha  Mikro dan    Usaha    Kecil   serta    koperasi   dalam   bentuk kernitraan,   subkontrak,    atau    bentuk    kerja    sama lainnya, jika  ada  Usaha  Mikro dan  Usaha  Kecil serta koperasi yang  memiliki  kemampuan  di  bidang  yang bersangkutan.

(7)    Kerja  sama   dengan   Usaha   Mikro  dan   Usaha  Kecil serta   koperasi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (6) dicantumkan dalam Dokumen  Pemilihan.

 

Bagian Kedua

Penggunaan Produk Dalam Negeri

 

Pasal 66

(1)    Kementerian/Lembaga/Perangkat    Daerah/Institusi Lainnya wajib  menggunakan  Produk   Dalam   Negeri, termasuk  rancang  bangun    dan   perekayasaan nasional.

(2)    Kewajiban   penggunaan  Produk   Dalam   Negeri sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  untuk Produk industri dilakukan dengan  ketentuan:

 

a.    menggunakan     Produk     Dalam     Negeri    yang memiliki   nilai  tingkat   komponen   dalam   negeri paling   sedikit    25%   (dua   puluh    lima   persen) apabila terdapat Produk  Dalam Negeri yang memiliki  penjumlahan  nilai  tingkat   komponen dalam negeri ditambah nilai bobot manfaat perusahaan  paling   sedikit   40%   (empat   puluh persen);

b.    dalam   hal  Produk   Dalam  Negeri yang  memiliki pcnjumlahan   nilai    tingkat    komponen   dalam negeri ditambah nilai bobot manfaat perusahaan paling     sedikit     40%    (empat     puluh    persen) sebagaimana   dimaksud   pada    huruf    a   tidak tersedia      atau    volume      tidak      mencukupi kebutuhan,   maka   menggunakan  Produk  Dalam Negeri  yang   memiliki   nilai   tingkat  komponen dalam  negeri  paling  sedikit  25% (dua puluh  lima persen);

c.     dalam   hal   Produk   Dalam   Negeri  sebagaimana dimaksud    pada    huruf    a   dan    huruf    b   tidak tersedia     atau       volume      tidak      mencukupi kebutuhan, maka menggunakan Produk Dalam Negeri  yang   memiliki   nilai   tingkat    komponen dalam  negeri  kurang dari  25%  (dua  puluh   lima persen);   atau

d.    dalam   hal   Produk  Dalam   Negeri  sebagaimana dimaksud  pada   huruf a,  huruf   b,  dan  huruf  c tidak    tersedia    atau    volume   tidak   mencukupi kebutuhan,  maka  menggunakan  Produk   Dalam Negeri   yang    telah    tercantum   dalam     sistem informasi  industri  nasional

(3)   Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk   Produk non-industri,    menggunakan   Produk    Dalam   Negcri yang  dinyatakan oleh  Pelaku  Usaha  (self declare).

(4)  Dalam    hal    Produk     Dalam     Negeri    sebagaimana dimaksud  pada   ayat   (2)  dan  ayat   (3) tidak   tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, dapat menggunakan  Produk  impor.

 

(5)  Ketentuan    mengenai     pemenuhan    kewajiban penggunaan Produk  Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2) dilaksanakan  dengan memperhatikan  kemampuan  industri  dalam  negeri.

 

(6)  Menteri       yang        menyelenggarakan        urusan pemerintahan   di  bidang perindustrian  menyediakan informasi terkait kemampuan industri dalam negeri sebagaimana dimaksud pada  ayat  (5).

 

(7)  Dalam   hal   infonnasi   sebagaimana   dimaksud   pada ayat   (6) belum   tersedia,   maka   penggunaan  Produk impor dapat  dilakukan setelah  mendapat persetujuan dari   menteri/kepala     lembaga/kepala    daerah   atau pejabat       yang      ditunjuk     oleh      menteri/kepala lembaga/kepala   daerah

(8)   Menteri         yang           menyelenggarakan     urusan            pemerintahan     di     bidang      perindustrian       dapat menetapkan  batas   minimum nilai  tingkat   komponen dalam  negeri pada  industri tertentu di luar  ketentuan sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2).

(9)  Menteri       yang       menyelenggarakan       urusan pemerintahan   di   bidang    jasa    konstruksi berkoordinasi   dengan    menteri   yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian   untuk    menetapkan   batas    minimum nilai tingkat  komponen dalam  negeri  pada jasa konstruksi.

 

(10) Nilai   tingkat   komponen  dalam    negeri  dan    bobot manfaat  perusahaan   sebagaimana  dimaksud   pada ayat      (2)       mengacu    pada      daftar      inventarisasi Barang/jasa  produksi dalam  negeri yang  diterbitkan oleh   kementerian  yang   menyelenggarakan   urusan pemerintahan  di bidang  perindustrian.

 

(11) Kewajiban      penggunaan     Prociuk     Dalam    Negeri sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2)  dilakukan pada tahap       perencanaan       pengadaan,         persiapan pengadaan,  dan  pemilihan Penyedia.

 

(12)  Ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (11) dicantumkan      dalam      RUP,      spesifikasi    teknis/ kerangka     acuan       kerja,      dan/  atau       Dokumen Pemilihan.

 

 

Pasal 67

(1)    Preferensi harga merupakan nilai  penyesuaian harga terhadap   harga    penawaran   dalam    proses   harga evaluasi akhir  dalam Pengadaan Barang/ Jasa insentif bagi produk dalam negeri pada pemilihan Penyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima.

(2)    Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai HPS yang bernilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). yang  menggunakan metode Tender  atau E-purchasing dengan metode mini  kompetisi:

a. dengan     nilai     HPS    paling     sedikit     di    atas Rpl.000.000.000,00   (satu  miliar  rupiah);

b.  dengan  nilai pagu  anggaran paling  sedikit  di atas Rp1.000.000.000,00  (satu miliar rupiah) untuk pekerjaan terintegrasi;  atau

c. dengan     nilai    pagu    paket    pengadaan   paling sedikit  di atas Rpl.000.000.000,00   (satu  miliar rupiah) untuk   E-purchasing  dengan  metode  mini kompetisi.

(3)    Preferensi harga diberikan pada pengadaan Barang/Jasa Lainnya melalui   metode   Tender  atau E-purchasing  dengan   metode  mini  kompetisi dengan ketentuan sebagai berikut:

a.  preferensi harga Barang/ Jasa   Lainnya diberikan paling  tinggi 25% (dua  puluh  lima persen);

b.  preferensi    diberikan    terhadap    Barang/ Jasa Lainnya yang  memiliki tingkat   komponen dalam negeri    paling    rendah    25%   (dua   puluh     lima persen);

c.  penetapan  pemenang berdasarkan  urutan   harga terendah   hasil   evaluasi  akhir   atau   kombinasi nilai  teknis  dan  nilai  harga  hasil  evaluasi akhir; dan

d. dalam hal terdapat 2 (dua) atau  lebih  penawaran dengan   nilai  hasil  evaluasi akhir   terendah  yang sama,   penawaran   dengan    nilai   tingkat komponen dalam  negeri  lebih  besar   ditetapkan sebagai  pemenang.

(4)    Preferensi harga diberikan pada  Pekerjaan Konstruksi melalui  metode Tender   dengan    ketentuan   sebagai berikut :

a.   diberikan     pada      penawaran     dari      peserta pemilihan terhadap  komitmen untuk   memenuhi ketentuan  batasan    minimum  nilai  tingkat komponen     dalam      negeri      sesuai       dengan ketentuan  peraturan  perundang-undangan:

b.  komitmen untuk   memenuhi ketentuan  batasan minimum nilai  tingkat   komponen dalam   negeri hanya  pada  komponen Barang;

c.   preferensi harga  diberikan paling tinggi  25% (dua puluh   lima  persen)   terhadap  komitmen tingkat komponen   dalam   negeri  yang  lebih  besar   atau sama dengan  batasan   minimum nilai tingkat komponen dalam  negeri;

d.  penetapan  pemenang berdasarkan  urutan   harga terendah   hasil   evaluasi  akhir   atau   kombinasi nilai  teknis  dan  nilai  harga  hasil  evaluasi   akhir untuk   Pekerjaan Konstruksi   terintegrasi; dan

e.   dalam  hal terdapat 2 (dua) atau  lebih penawaran dengan   nilai  hasil  evaluasi akhir  terendah yang sarna,     penawaran      dengan       nilai      tingkat komponcn dalam   negeri  lebih  besar  ditetapkan sebagai  pemenang

(5)    Hasil   evaluasi  akhir   sebagaimana  dimaksud   pada ayat  (3) huruf  c dan  ayat  (4) huruf d dihitung   dengan rumus   sebagai  berikut:

 

HEA = ( 1   - KP) x HP

 

dengan:

 

-       HEA merupakan  hasil  evaluasi akhir

-       KP merupakan  kocfisien preferensi

-       KP = tingkat  komponen dalam  negeri  x preferensi tertinggi

-       HP merupakan harga  penawaran  setelah   koreksi aritmatik

(6)   Untuk      Pekerjaan    Konstruksi pada     Pcngadaan Barang / Jasa      Intemasional, preferensi      harga diberikan :

a.   sebesar   7 ,5%   (tujuh   koma   lima  persen)  kepada badan   usaha   nasional  di  atas   harga   penawaran terendah  dari  badan  usaha   asing;  dan

b.   tambahan  5% (lima perscn)  kepada   badan usaha nasional   yang   melakukan   konsorsium   dcngan badan usaha  asing dengan persyaratan leadfirm merupakan  badan  usaha   nasional.

 

Bagian Ketiga

Pengadaan Berkelanjutan

 

Pasal 68

(1)    Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan.

(2)    Aspek berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas aspek lingkungan, aspek social, aspek ekonomi, dan/atau aspek institusional:

a.   aspek ekonomi meliputi biaya produksi barang/jasa sepanjang usia barang/jasa tersebut;

b.  aspek sosial meliputi pemberdayaan usaha kecil, jaminan kondisi kerja yang adil, pemberdayaan komunitas/usaha lokal, kesetaraan, dan keberagaman; dan

c.   aspek lingkungan hidup meliputi pengurangan dampak negatif terhadap kesehatan, kualitas udara, kualitas tanah, kualitas air, dan menggunakan sumber daya alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

 

(2a) Aspek    lingkungan   sebagaimana    dimaksud    pada ayat  (2):

a.  meliputi pengurangan  dampak  negatif  terhadap kesehatan,    kualitas    udara,     kualitas    tanah, kualitas   air,   dan   menggunakan   sumber    daya alam     sesuai      dengan      ketentuan     peraturan perundang-undangan;dan

b. dituangkan   dalam    spesifikasi   teknis    dengan menggunakan Produk  Ramah  Lingkungan Hidup atau    kriteria    teknis   yang   mempertimbangkan aspek  lingkungan.

(2b) Aspek   sosial   sebagaimana  dimaksud  pada   ayat   (2) meliputi kepastian kondisi  kerja yang adil, tidak mempekerjakan     anak,     pemberdayaan komunitas/usaha   lokal,   kesetaraan   dan keberagaman, remunerasi/upah,  serta jaminan kesehatan dan  keselamatan  sesuai  dengan  ketentuan peraturan  perundang-undangan.

(2c) Aspek ekonomi sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (2) meliputi penerapan/pencapaian   value for money, pemberdayaan Usaha  Mikro dan Usaha  Kecil serta koperasi, dan  pemberdayaan  Produk  Dalam  Negeri.

(2d) Aspek institusional sebagaimana dimaksud pada  ayat (2) meliputi tata   kelola  perusahaan  yang  baik  (good corporate  governance),   etika   bisnis,   dan   persaingan usaha   yang  sehat.

(2e) Pemenuhan aspek  lingkungan, aspek  sosial, aspek ekonomi, dan/ atau   aspek   institusional  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2a), ayat  (2b}, ayat  (2c}, dan  ayat (2d) dituangkan  dalam  dokumen pengadaan

(3)    Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan oleh:

a.   PA/KPA dalam merencanakan dan menganggarkan Pengadaan Barang/Jasa;

b.  PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK dan rancangan kontrak dalam Pengadaan Barang/Jasa; dan

c.   Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dalam menyusun Dokumen Pemilihan.

 

BAB X

PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK

 

Bagian Kesatu

Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik

 

 

Pasal 69

(1)    Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan secara elektronik menggunakan sistem informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung.

(2)    LKPP mengembangkan SPSE dan sistem pendukung.

 

Pasal 70

(1)    Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dengan memanfaatkan E-marketplace.

(1)   Ruang   lingkup  sistem   pengadaan  secara   elektronik terdiri  atas:

a. perencanaan  pengadaan;

b   persiapan pengadaan;

c.  pemilihan Penyedia;

d.  pelaksanaan   Kontrak;

e.  serah  terima  pekerjaan;

f.   pengelolaan Penyedia;  dan

g.`katalog  elektronik

(2)    E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi bagi Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah dan Penyedia berupa:

a.   Katalog Elektronik;

b.  Toko Daring; dan

c.   Pemilihan Penyedia.

(2)   Sistem  pengadaan secara  elektronik sebagaimana dimaksud pada           ayat (1) memiliki interkoneksi  dengan   sistem   informasi perencanaan, penganggaran,  pembayaran,   manajemen  aset,   dan sistem  informasi lain yang terkait  dengan  sistem pengadaan secara  elektronik

(3)    LKPP mempunyai kewenangan untuk mengembangkan, membina, mengelola, dan mengawasi penyelenggaraan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa.

(3)   Sistem pendukung sistem pengadaan secara elektronik meliputi :

a.  portal  pengadaan nasional;

b.  pengelolaan   Sumber  Daya  Manusia   Pengadaan Barang/ Jasa;

c.  pengelolaan  advokasi dan penyelesaian permasalahan  hukum;

d.  pengelolaan peran  serta  masyarakat;

e. pengelolaan sumber  daya  pembelajaran; dan

f.   monitoring dan  evaluasi

(4)    Dalam rangka pengembangan dan pengelolaan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa, LKPP dapat bekerja sama dengan UKPBJ dan/atau Pelaku Usaha.

(5)    Dalam rangka pengembangan E-marketplace sebagaimana dimaksud pada ayat (4), LKPP menyusun dan menetapkan peta jalan pengembangan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa.

Pasal 71

(1)    Ruang lingkup SPSE terdiri atas:

a.   Perencanaan Pengadaan;

b.  Persiapan Pengadaan;

c.   Pemilihan Penyedia;

d.  Pelaksanaan Kontrak;

e.   Serah Terima Pekerjaan;

f.    Pengelolaan Penyedia; dan

g.   Katalog Elektronik.

(2)    SPSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki interkoneksi dengan sistem informasi perencanaan, penganggaran, pembayaran, manajemen aset, dan sistem informasi lain yang terkait dengan SPSE.

(3)    Sistem pendukung SPSE meliputi:

a.   Portal Pengadaan Nasional;

b.  Pengelolaan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;

c.   Pengelolaan advokasi dan penyelesaian permasalahan hukum;

d.  Pengelolaan peran serta masyarakat;

e.   Pengelolaan sumber daya pembelajaran; dan

f.    Monitoring dan Evaluasi.

(1)   Pengadaan  Barang/Jasa secara elektronik dilaksanakan dengan      memanfaatkan Lokapasar  (E-marketplace).

(2) Lokapasar  (E-marketplace) Pengadaan  Barang/ Jasa menyediakan infrastruktur     teknis  dan     layanan dukungan          transaksi         bagi Kementerian/ Lembaga/Pemerintah    Daerah   dan   Penyedia   berupa katalog  elektronik.

(3)   LKPP mengembangkan,  membina, mengelola, dan mengawasi            penyelenggaraan Lokapasar (E-marketplace)  Pengadaan Barang/ Jasa.

(4)   Dalam     rangka     pengembangan    dan     pengelolaan Lokapasar  (E-marketplace) Pengadaan  Barang/ Jasa, LKPP  dapat    bekerja    sama    dengan Kementerian/ Lembaga/Pemcrintah Daerah/lnstitusi      Lainnya, asosiasi/perkumpulan,   dan/atau  Pelaku  Usaha

 

Pasal 72

(1)    Katalog elektronik dapat berupa katalog elektronik nasional, katalog elektronik sektoral, dan katalog elektronik lokal.

(1)  Katalog  elcktronik  merupakan   platform    elektronik yang memuat   informasi Barang/ jasa,  harga, Penyedia a tau     pelaksana    Swakelola,   dan/  atau     informasi lainnya

(2)    Katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi berupa daftar, jenis, spesifikasi teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk industri hijau ramah lingkungan hidup, negara asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa.

(2)  Pengelolaan    katalog    elektronik  dilaksanakan   oleh LKPP      atau        Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/lnstitusi   Lainnya

(3)    Pemilihan produk yang dicantumkan dalam Pengelolaan katalog elektronik dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah atau LKPP.

(3)   Dalam           pengelolaan           katalog elektronik,       Kementerian/Lembaga teknis    dapat      menilai dan memberikan  rekomendasi   penghentian  dalam  sistem transaksi  E-purchasing terhadap  Produk  impor  yang memiliki  substitusi   Produk Dalam  Negeri

(4)    Dihapus Pemilihan produk katalog elektronik dilakukan dengan metode:

a.   Tender; atau

b.  Negosiasi.

(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.

 

 

 

Pasal 72A

(1)    Barang/jasa yang ditransaksikan melalui Toko Daring memiliki kriteria:

a.   standar atau dapat distandarkan;

b.  memiliki sifat risiko rendah; dan

c.   harga sudah terbentuk di pasar.

(2)    Barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditayangkan pada katalog elektronik.

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai Toko Daring diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.

Pasal 72B

(1)   Katalog elektronik            dapat digunakan   oleh  instansi / institusi / Pelaku orang  perorangan Usaha/Kelompok Masyarakat/diluar Kementerian/  Lembaga/ Pemerintah  Daerah/Pemerintah Desa.

(2)   Ketentuan   lebih  lanjut  mengenai   penggunaan katalog elektronik    oleh instansi/institusi/Pelaku Usaha/ Kelompok Masyarakat  diluar      Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa sebagaimana  dimaksud    pada   ayat   (1)   diatur   dalam Peraturan Kepala  Lembaga

Bagian Kedua

Layanan Pengadaan Secara Elektronik

 

Pasal 73

(1)    Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik.

(2)    Fungsi layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.   pengelolaan seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa dan infrastrukturnya;

b.  pelaksanaan registrasi dan verifikasi pengguna seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa; dan

c.   pengembangan sistem informasi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan.

(3)    LKPP menetapkan standar layanan, kapasitas, dan keamanan informasi SPSE dan sistem pendukung.

(4)    LKPP melakukan pembinaan dan pengawasan layanan pengadaan secara elektronik.

(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.

 

BAB XI

SUMBER DAYA MANUSIA DAN KELEMBAGAAN

 

Bagian Kesatu

Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa[U74] 

 

Pasal 74[U75] 

(1)    Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

a.  Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa;

b.  Sumber Daya Perancang Kebijakan dan Sistem Pengadaan Barang/Jasa; dan

c.   Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.

Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah;

Aparatur Sipil Negara/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau

personel selain yang dimaksud pada huruf a dan huruf b.

(2)    Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

(3)    Sumber Daya Perancang Kebijakan dan Sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan perancangan kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa.

(4)    Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai keahlian tertentu dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

(4a) Sumber      daya       pengelola     fungsi       Pengadaan Barang/Jasa    sebagaimana  dimaksud  pada   ayat   (1) huruf   a  dan  sumber   daya  perancang  kebijakan  dan sistem       Pengadaan      Barang/ Jasa       sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1) huruf   b wajib  memiliki kompetensi di bidang  Pengadaan Barang/Jasa

(5)    Ketentuan mengenai Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 74A[U76] 

(1)    Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a.   Pengelola Pengadaan Barang/Jasa;

b.  Personel Lainnya; dan

c.   Aparatur Sipil Negara selain huruf  a dan huruf b.

(2)    Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan.

(3)    Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai pejabat pengadaan dan/atau PPK, membantu tugas PA/KPA, dalam perencanaan, pengelolaan kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.

(3a) Persyaratan pengelola pengadaan barang/jasa memiliki komptensi PPK diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah berkoordinasi  dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan  pemerintahan di bidang keuangan Negara dan kementerian yang menyelenggarakan  urusan  pemerintahan dalam negeri.

(4)    Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk Kementerian/Lembaga dalam hal:

a.   nilai atau jumlah paket pengadaan di Kementerian/Lembaga tidak mencukupi untuk memenuhi pencapaian batas angka kredit minimum pertahun bagi Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; atau

sumberdaya pengelola fungsi pengadaan barang/jasa dilakukan oelh prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

b.  Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilakukan oleh pegawai  Lembaga lainnya yang ditetapkan oleh Kepala LKPP.

(5)    Dalam hal pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengelolaan pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

(5a) Personel lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan  dan/atau PPK, membantu tugas PA/KPA dalam perencanaan, pengelolaan kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman  Barang/Jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan  sebagai sumberdaya pendukung ekosistem pengadaan barang/jasa.

(6)    Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

(7)    Dalam hal Personel Lainnya belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib memiliki sertifikat Pengadaan Barang/Jasa tingkat dasar/level-1.

(8)    Pengelola Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berkedudukan di UKPBJ.

(9)    Atas dasar pertimbangan kewenangan, Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa yang ditugaskan sebagai PPK dapat berkedudukan di luar UKPBJ.

(10) Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memprioritaskan dan mengoptimalkan penugasan Pengelola  Pengadaan   Barang/ Jasa     sebagai    Pokja Pemilihan / Pejabat  Pengadaan.

(11) Sumber      daya       pengelola       fungsi     Pengadaan Barang/Jasa   sebagaimana  dimaksud  pada   ayat   (1) diberikan    penghargaan    dan    pengakuan    sebagai sumber      daya       pengelola     fungsi       Pengadaan Barang/ Jasa    sesuai    dengan    ketentuan   peraturan perundang-undangan

 

Pasal 74B[U77] 

(1)    Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa menyusun rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

(2)    Dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:

a.   pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:

1.  Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan, wajib beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; dan

2.  Anggota Pokja Pemilihan selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh Pegawai Aparatur Negeri Sipil Negara yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

b.  pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil Aparatur Sipil Negara yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

(3)    Dalam hal Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, sampai tersedianya Pengelola Pengadaan berdasarkan rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh:

a.   Pegawai Negeri Sipil Aparatur Sipil Negara yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa; dan/atau

b.  Agen Pengadaan.

(3a) Kementerian/Lembaga   yang pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa  dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74A ayat (5) menyusun     rencana     aksi     pemenuhan     Personel Lainnya.

(3b) Dalam   hal  jumlah    Personel  Lainnya   yang   memiliki Sertifikat    Kompetensi    pada    Kementerian/Lembaga yang  pengelolaan   Pengadaan Barang/ Jasa  dilakukan oleh    Personel     Lainnya    belum    mencukupi    sesuai rencana     aksi      pemenuhan      Personel       Lainnya sebagaimana dimaksud pada  ayat  (3a),  maka :

a.   pelaksanaan   tugas  Pokja   Pemilihan  dilakukan dengan  ketentuan:

1.  Pokja Pemilihan  untuk   setiap  paket  pengadaan beranggotakan sekurang-kurangnya  1  (satu) Personel Lainnya  yang  memiliki Sertifikat Kompetensi;  dan

2.  Anggota Pokja   Pemilihan  dilaksanakan   oleh Personel Lainnya  yang  memiliki sertifikat keahlian      tingkat     dasar /level-I      di    bidang Pengadaan Barang/ Jasa

b.  pelaksanaan  tugas  Pejabat  Pengadaan  yang  tidak dapat  dilakukan oleh  Personel  Lainnya yang memiliki Sertifikat  Kompetensi,  dilakukan oleh Personel  Lainnya  yang  memiliki sertifikat keahlian tingkat      dasar / level-I      di     bidang     Pengadaan Barang/Jasa

 

(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3a) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga[U78] .

 

Bagian Kedua

Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa[U79] 

 

Pasal 75

(1)    Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk 1 (satu) UKPBJ memiliki tugas menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

(1a) Kementerian/Lembaga         yang       memiliki     unsur pelaksana    tugas   pokok  di  daerah   atau   luar   negeri dapat  membentuk satuan pelaksana  di bawah  UKPBJ sesuai   dengan     ketentuan    peraturan    perundang-undangan

(1b) Kementerian/  Lembaga       yang       memiliki     unsur pelaksana tugas pokok di luar negeri sebagaimana dimaksud   pada    ayat    ( la)    melaksanakan    fungsi Pengadaan Barang/ Jasa pada  satuan pelaksana yang dibentuk oleh  kementerian yang  membidangi urusan luar  negeri.

(2)    Dalam rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UKPBJ memiliki fungsi:

a.  pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa;

b.  pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik;

c.   pembinaan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa;

d.  pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan

e.   pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah.

(3)    UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3a) Kepala UKPBJ wajib memenuhi standar kompetensi jabatan yang mencakup kompetensi teknis di bidang Pengadaan Barang/Jasa[U80] .

 

(3b) Tugas,fungsi,  dan bentuk UKPBJ  sebagaimana dimaksud   pada    ayat    (1),  ayat    (2),  dan    ayat    (3) ditetapkan  dalam   peraturan   tentang   organisasi dan tata kerja Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

(4)    Fungsi pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah.

(5)    Pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud ayat (1) dikecualikan bagi:  Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ[U81] .

a. Kementerian/Lembaga   yang    tidak    memenuhi kriteria  untuk   membentuk UKPBJ;  atau

b. Lembaga  yang    berdasarkan    rentang     kendali membutuhkan  lebih dari  1   (satu)  UKPBJ

(6)    UKPBJ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melaksanakan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ untuk menuju pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa[U82] .

(7)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan UKPBJ di Kementerian/Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5) (1), kriteria pengecualian pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dan pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga[U83]  setelah berkoordinasi  dengan menteri  yang menyelenggarakan  urusan  pemerintahan  dibidang aparatur Negara.

(8)    Ketentuan    lebih      lanjut       mengenai     pelaksanaan peningkatan    kapabilitas    UKPBJ   melalui     model kematangan   UKPBJ sebagaimana   dimaksud   pada ayat  (6) diatur  dalam  Peraturan  Kepala  Lembaga

BAB XII

PENGAWASAN, PENGADUAN, SANKSI, DAN PELAYANAN HUKUM

 

Bagian Kesatu

Pengawasan Internal

 

Pasal 76

(1)    Menteri/kepala lembaga/kepala daerah wajib melakukan pengawasan Pengadaan Barang/Jasa melalui aparat pengawasan internal pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah masing-masing.

(2)    Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan whistleblowing system.

(3)    Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sejak perencanaan, persiapan, pemilihan Penyedia, pelaksanaan Kontrak, dan serah terima pekerjaan.

(4)    Ruang lingkup pengawasan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:

a.   pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya;

b.  kepatuhan terhadap peraturan;

c.   pencapaian TKDN;

d.  penggunaan produk dalam negeri;

e.   pencadangan dan peruntukan paket untuk usaha kecil; dan

f.    Pengadaan Berkelanjutan.

(5)    Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan bersama dengan kementerian teknis terkait dan/atau lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional.

(6)    Hasil pengawasan digunakan sebagai alat pengendalian pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

 

Pasal 76a

Dalam    rangka    meningkatkan   efisiensi  dan    efektivitas kegiatan  dan   penggunaan anggaran dalam pelaksanaan program prioritas    pemerintah,bantuan    pemerintah, dan/  atau  bantuan  Presiden berdasarkan  arahan   Presiden sebagaimana  dimaksud  dalam   Pasal  38  ayat  (5) huruf   a dan  Pasal  41 ayat  (5) huruf   a,  lembaga yang  mempunyai tugas   menyelenggarakan  urusan   pemerintahan  di bidang pengawasan keuangan negara/ daerah   dan  pembangunan nasional       melakukan      pengawasan,      menyampaikan rekomendasi perbaikan,  dan/  atau  mengoordinasikan  dan melaksanakan sinergi dengan  APIP Kementerian/ Lembaga

 

Bagian Kedua

Pengaduan oleh Masyarakat

 

Pasal 77

(1)    Masyarakat menyampaikan pengaduan kepada APIP disertai bukti yang faktual, kredibel, dan autentik.

 

(1a) Dalam  hal terdapat laporan  dan/  atau  pengaduan dari masyarakat      kepada       menteri/kepala      lembaga, gubernur,    atau     bupati/wali    kota    atau     kepada Kejaksaan  Agung  atau   Kepolisian Negara Republik Indonesia        mengenai        penyimpangan        atau penyalahgunaan     wewenang    dalam     pelaksanaan Pengadaan   Barang/ Jasa,     penyelesaian    dilakukan dengan    mendahulukan    proses   administrasi   sesuai dengan  ketentuan  peraturan  perundang-undangan   di bidang  administrasi  pemerintahan.

(2)    Aparat Penegak Hukum meneruskan yang menerima pengaduan masyarakat kepada APIP untuk ditindaklanjuti berdasarkan  tugas  dan  fungsinya sesuai ketentuan   peraturan    perundang-undangan    terkait proses   Pengadaan  Barang/ Jasa   wajib   meneruskan pengaduan      masyarakat      kepada       APIP     untuk ditindaklanjuti      sepanjang      bukti       awal      yang disampaikan       termasuk      wilayah     administrasi dan/  atau       perdata       sesuai       dengan       ketentuan peraturan  perundang-undangan

(3)    APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menindaklanjuti pengaduan sesuai kewenangannya.

(4)    APIP melaporkan hasil tindak lanjut pengaduan kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah.

(5)    Menteri/kepala lembaga/kepala daerah melaporkan kepada instansi yang berwenang, dalam hal diyakini adanya indikasi KKN korupsi,   kolusi,  dan/  atau  nepotisme yang merugikan keuangan negara.

(6)    Menteri/kepala lembaga/kepala daerah memfasilitasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

(7)    LKPP mengembangkan sistem pengaduan Pengadaan Barang/Jasa.

 

Bagian Ketiga

Sanksi

 

Pasal 78[U84] 

(1)    Dalam hal peserta pemilihan:

a.   menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;

b.  terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;

c.   terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia; atau

d.  menawarkan    Produk     impor     untuk      Barang Produk     Dalam  Negeri   dengan   kategori   self declare  sebagaimana  dimaksud dalam   Pasal  66 ayat  (3);  atau

e.   mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan,

peserta pemilihan dikenai sanksi administratif.

(2)    Dalam hal pemenang pemilihan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima sebelum penandatanganan Kontrak, pemenang pemilihan dikenai sanksi administratif.

(3)    Dalam hal Penyedia:

a.  tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan atau dilakukan  pemutusan  Kontrak  secara   sepihak oleh  PPK yang  disebabkan oleh  kesalahan Penyedia Barang/ jasa;

b.  menyebabkan kegagalan bangunan;

c.   menyerahkan Jaminan yang tidak dapat dicairkan;

d.  melakukan kesalahan dalam perhitungan jumlah/volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit;

e.   menyerahkan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak berdasarkan hasil audit; atau

f.    terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak,

g.  menyerahkan    Barang   dengan     nilai    tingkat komponen dalam  negeri  lebih  rendah   dari  nilai tingkat   komponen dalam  negeri yang  tertuang dalam  Kontrak;

h.  menyerahkan Barang  impor  untuk  Barang yang seharusnya   memiliki  nilai   tingkat  komponen dalam negeri  sesuai dengan  yang  tertuang dalam Kontrak;  dan/  atau

i.   menyerahkan  Produk   impor   yang   seharusnya Produk  Dalam  Negeri  sesuai self  declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal  66 ayat  (3),

Penyedia dikenai sanksi administratif.

(4)    Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa:

a.   sanksi digugurkan dalam pemilihan;

b.  sanksi pencairan jaminan;

c.   Sanksi Daftar Hitam[U85] ;

d.  sanksi ganti kerugian; dan/atau

e.   sanksi denda.

(4a) Pengenaan sanksi   sebagaimana dimaksud  pada  ayat (4)   dikenakan    pada    perorangan,    badan     usaha, dan/  a tau  pengurus badan  usaha

(4b) Ketentuan lebih lanjut  mengenai sanksi  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1),ayat (2),  ayat  (3),dan ayat  (4) diatur  dalam  Peraturan Kepala Lembaga

(5)    Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:

a.   ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan, sanksi pencairan Jaminan Penawaran, dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun;

b.  ayat (1) huruf d dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;

c.   ayat (2) dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;

d.  ayat (3) huruf a dikenakan sanksi pencairan Jaminan Pelaksanaan atau sanksi pencairan Jaminan Pemeliharaan, dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;

e.   ayat (3) huruf b sampai dengan huruf e dikenakan sanksi ganti kerugian sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan; atau

f.    ayat (3) huruf f dikenakan sanksi denda keterlambatan.

 

Pasal 79

(1)    Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf a ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.

(2)    Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf b ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.

(3)    Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf c dan Pasal 78 ayat (5) huruf d, ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan PPK.

(4)    Pengenaan sanksi denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf f ditetapkan oleh PPK dalam Kontrak sebesar 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.

(5)    Nilai kontrak atau nilai bagian kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(6)    Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku sejak ditetapkan.

 

Pasal 80[U86] 

(1)    Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan penyedia yang dikenakan sanksi dalam proses katalog berupa:

a.   menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;

a. tidak    memenuhi   kewajiban   yang    tercantum dalam  syarat  dan  ketentuan Penyedia;

b.  terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;

b.  menayangkan  Produk Dalam Negeri dengan sertifikat  tingkat   komponen dalam   negeri yang tidak      sesuai      dengan      daftar      inventarisasi Barang/ jasa      produksi    dalam      negeri   yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan  urusan    pemerintahan  di bidang  perindustrian

c.   terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia;

c.  menayangkan Pekerjaan Konstruksi dengan  nilai komitmen  di   bawah    batasan     minimum   nilai tingkat   komponen dalam   negeri sesuai   dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

d.  mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan; atau

d. menayangkan   Produk    impor  sebagai    Produk Dalam  Negeri

e.   mengundurkan diri atau tidak menandatangani kontrak katalog.

dikenakan  sanksi  administratif

(2)    Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi dalam proses E-purchasing sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  78 ayat   (3) dan/  atau   tidak   memenuhi  kewajiban yang tercantum dalam  surat/bukti  pesanan dikenakan sanksi  administratif berupa tidak memenuhi kewajiban dalam kontrak pada katalog elektronik atau surat pesanan.

(3)    Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan:

a.   sanksi digugurkan dalam pemilihan;

b.  Sanksi Daftar Hitam;

c.   sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing; dan/atau

d.  sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik.

(3) Sanksi    administratif   sebagairnana   dimaksud   pada ayat  ( 1)  dan  ayat  (2)  berupa:

a.  pemberian surat  peringatan;

b.  penghentian        dalam          sistem transaksi E-purchasing; atau

c.  penurunan  pencantuman  Penyedia

(4)    Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:

a.   ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun;

b.  ayat (1) huruf d dan huruf e dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;

c.   ayat (2) atas pelanggaran surat pesanan dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing selama 6 (enam) bulan; atau

d.  ayat (2) atas pelanggaran kontrak pada katalog elektronik dikenakan sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik selama 1 (satu) tahun.

(4)   Pengenaan sanksi   sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (3)   dikenakan    pada    perorangan,    badan     usaha, dan/  atau  pengurus  badan  usaha

(5)    Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dan/atau PPK.

(5)   Ketentuan lebih lanjut  mengenai sanksi  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  ( 1),  ayat  (2),  dan  ayat  (3) diatur dalam  Peraturan  Kepala Lembaga

 

 

 

 

Pasal 80a

 

(1)   Perbuatan  atau   tindakan  calon  pelaksana Swakelola dalam    proses    pencantuman   katalog    berupa    tidak memenuhi  kewajiban yang  tercantum  dalam   syarat dan     ketentuan    pelaksana    Swakelola   dikenakan sanksi  administrative;

(2)   Perbuatan  atau  tindakan  calon  pelaksana  Swakelola dalam      E-purchasing    berupa       tidak      memenuhi kewajiban yang  tercantum  dalam  Kontrak Swakelola dikenakan  sanksi  administratif;

(3)   Sanksi    administratif   sebagaimana   dimaksud   pada ayat  (1) berupa:

(a) penghentian  dalam sistem  transaksi E-purchasing; atau

(b) penurunan      pencantuman     calon     pelaksana Swakelola

(4)   Sanksi    administratif   sebagaimana   dimaksud   pada ayat   (2) berupa    pembatalan  sebagai   Penyelenggara Swakelola  dan    pengenaan   sanksi    sesuai    dengan ketentuan  yang  tercantum  dalam  Kontrak;

 

Pasal 81

Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a sampai huruf c dan Pasal 80 ayat (1) huruf a sampai huruf c, UKPBJ dapat melaporkan secara pidana.

 

            Pasal 81a

(1)    Kementerian/Lcmbaga/Pemerintah       Daerah/Institusi         Lainnya diberikan penghargaan atau pengenaan    sanksi       dalam     peningkatan penggunaan   Produk    Dalam   Negeri   sesuai    dengan indeks  kepatuhan  Produk   Dalam  Negeri yang diterbitkan oleh lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan  urusan pemerintahan di bidang pengawasan        keuangan      negara/ daerah       dan pembangunan  nasional

(2)    Pemberian   penghargaan atau pengenaan sanksi pada Kementerian / Lcmbaga/  Pemerin tah                    Daerah merupakan bagian dari capaian atas pengelolaan anggaran    pada   aspek   manfaat  berupa   kemanfaatan atas   penggunaan   anggaran    terkait   dengan peningkatan  penggunaan  Produk  Dalarn  Negeri

(3)    Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Institusi Lainnya   yang   tidak   memenuhi    target  penggunaan Produk  Dalam  Negeri  dikenakan  sanksi administratif berupa pemberian teguran   tertulis

(4)    Pemberian    teguran    tertulis  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (3) dilakukan   oleh:

(a)     menteri       koordinator / menteri       teknis       yang memiliki kewenangan pembinaan untuk Kementerian/Lembaga     dan    lnstitusi   Lainnya; dan

(b)   menteri yang  menyelenggarakan  urusan pernerintahan dalam negeri untuk  Pemerintah Daerah

berdasarkan  indeks  kepatuhan  Produk  Dalam  Negeri yang diterbitkan oleh lembaga  yang mempunyai tugas menyelenggarakan  urusan    pemerintahan  di  bidang pengawasan       keuangan       negara/ daerah         dan pembangunan  nasional

(5)    Pemberian   penghargaan    atau     pengenaan    sanksi dalam  peningkatan penggunaan ProciukDalam Negeri sebagaimana dimaksud pada  ayat  (1):

(a)   untuk            Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah,           dilakukan   sesuai    dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan;  dan

(b)   untuk      Instansi    Lainnya,     dilakukan    sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri yang  memiliki kewenangan  pembinaan teknis  Institusi Lainnya

 

Pasal 82

(1)    Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP [U87] yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.

(1a) Sanksi           administratif         dikenakan         kepada PA/KPA/PPK/Pejabat      Pengadaan/Pokja   Pemilihan pada   satuan     kerja/unit   kerja   yang   bersangkutan yang   tidak   memenuhi  target   persentase   anggaran untuk    penggunaan  Produk   Dalam   Negeri dan/ atau penggunaan  Prociuk Usaha   Mikro  dan   Usaha   Kecil serta  koperasi

(2)    Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2a) Pemberian     sanksi       administratif      sebagaimana dimaksud    pada    ayat    (la)     berupa     pengurangan terhadap    nilai    tunjangan    kinerja    atau     terhadap tambahan   penghasilan   berdasarkan   prestasi   kerja sebagaimana   diatur     dalam    ketentuan    peraturan perundang-undangan

(3)    Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Bagian Keempat

Daftar Hitam Nasional[U88] 

 

Pasal 83

(1)    PA/KPA menyampaikan identitas menayangkan informasi peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam kepada unit kerja yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik, untuk ditayangkan dalam Daftar Hitam Nasional[U89] .

(2)    LKPP menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional.

 

Bagian Kelima

Pelayanan Hukum Bagi Pelaku Pengadaan Barang/Jasa

 

Pasal 84

(1)    Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa dalam menghadapi permasalahan hukum terkait Pengadaan Barang/Jasa.

(2)    Pelayanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan.

(3)    Pelaku Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Penyedia, Ormas, kelompok masyarakat penyelenggara swakelola, dan Pelaku Usaha yang bertindak sebagai Agen Pengadaan.

 

Bagian Keenam

Penyelesaian Sengketa Kontrak[U90] 

 

Pasal 85

(1)    Penyelesaian sengketa Kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui:

a.   layanan penyelesaian sengketa Kontrak;

b.  arbitrase;

c.   Dewan Sengketa Konstruksi[U91] ; atau

d.  penyelesaian melalui pengadilan.

(2)    Layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh LKPP.

(3)    Ketentuan mengenai Dewan Sengketa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

 

BAB XIII

KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 86

(1)    Menteri/kepala lembaga dapat menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBN dengan peraturan menteri/peraturan kepala lembaga.

(2)    Kepala Daerah dapat menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBD dengan peraturan daerah/peraturan kepala daerah.

 

Pasal 86a

 

Dalam hal diperlukan  penambahan  ketentuan  dan  proses bisnis   di  luar   Peraturan  Presiden  ini,  lnstitusi  Lainnya dapat   mengatur lcbih  lanjut  ketentuan  yang  diatur   dalam Peraturan  Presiden ini.

 

Pasal 87[U92] 

(1)    LKPP mengembangkan sistem dan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan, dengan mempertimbangkan tujuan, kebijakan, prinsip, dan etika Pengadaan Barang/Jasa.

(2)    Hasil pengembangan sistem dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Lembaga.

 

BAB XIV

KETENTUAN PERALIHAN

 

Pasal 88

Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku:

a.   Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020;

b.  PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;

c.   PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh personel lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;

d.  PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023.

 

Pasal 89

Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:

1.     Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

2.     Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak.

 

Pasal 90

(1)    Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang industri pertahanan.

(2)    Dalam hal Peraturan Presiden mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum ada, Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 91

(1)    Ketentuan lebih lanjut mengenai:

a.   jenis dan uraian barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;

b.  pelaku pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;

c.   Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;

c.   perencanaan pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;

d.  Strategi pemaketan sebagaimana dimaksud  dalam pasal 20A dan pasal 20B

e.   Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

f.    persiapan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, dan pelaksanaan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47;

g.   persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;

h.  jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27;

i.    metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41;

j.    metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42;

k.  metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43;

l.    kualifikasi Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44;

m. jadwal pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;

n.  dokumen pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;

o.   pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 58;

p.  Pengadaan Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59;

q.   pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Pengadaan Barang/Jasa International sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63

r.   Tender/Seleksi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63; Penggunaan Produk dalam Negeri dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66

s.   katalog elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72; Harga evaluasi akhir sebagaiman dimaksud dalam Pasal 67

t.    Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74;

u.  kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75; sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82

v.   sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82; Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83; dan

w.  Daftar Hitam Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83; layanan penyelesaian sengketa kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85

x.   layanan penyelesaian sengketa kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85; dan

y.   pengembangan sistem dan kebijakan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87,

ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.

(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk Kontrak dan dokumen pendukung Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 untuk pendanaan yang bersumber dari APBN, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. Dalam  hal  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada ayat    ( l)     terkait    dengan   mekanisme   pembayaran, Kepala  LKPP berkoordinasi dengan:

(a) menteri yang   menyelenggarakan   urusan pemerintahan  di bidang keuangan negara  untuk APBN;  atau

(b)   menteri  yang  menyelenggarakan  urusan permerintahan  dalam  negeri  untuk   APBD

(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen pendukung Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 untuk pendanaan yang bersumber dari APBD, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.

(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.

(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan pendidikan tinggi paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.

 

Pasal 92

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Pasal 93

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.

 

Pasal 94

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

 

Pasal II

 

1.  Pada  saat  Peraturan Presiden ini mulai  berlaku:

a.   Pengadaan     Barang/ Jasa       yang      persiapan      dan pelaksanaan pengadaannya telah dilakukan sebelum Peraturan     Presiden    mi     mulai      berlaku,     dapat dilanjutkan    sesuai    dengan    ketentuan   yang    diatur dalam  Peraturan Presiden ini;

b.  Kontrak yang  ditandatangani   berdasarkan   Peraturan Presiden  Nomor 16  Tahun    2018   tentang    Pengadaan Barang/ Jasa    Pemerintah  sebagaimana   telah   diubah dengan    Peraturan   Presiden  Nomor  12  Tahun    2021 tentang   Perubahan  atas  Peraturan  Presiden Nomor  16Tahun   2018   tentang   Pengadaan  Barang/Jasa Pemerintah, tetap  berlaku   sampai  dengan   berakhirnya Kontrak;

c.   Pengadaan   Barang/ Jasa   yang    sedang     dan    akan dilaksanakan    un tuk    kegiatan   yang    pendanaannya bersumber  dari  pinjaman  luar  negeri  atau   hibah   luar negeri   berdasarkan   perjanjian  pinjaman  luar   negeri atau  perjanjian hibah  luar negeri dan/  atau  turunannya yang     ditetapkan     sebelum    berlakunya    Peraturan Presiden  ini,  dilakukan  berdasarkan   ketentuan   yang diatur      dalam      perjanjian    dan/atau      turunannya tersebut;  dan

d.  Barang  dan jasa Produk  industri yang  dinyatakan oleh Pelaku    Usaha    sebagai    Produk    Dalam  Negeri  (self declare) sebelum Peraturan  Presiden ini berlaku   masih dapat    digunakan   dalam    Pengadaan   sampai    dengan paling  lama  2 (dua)  tahun   sejak  Peraturan Presiden ini mulai  berlaku.

2.     Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 16 Maret 2018

pada tanggal 2 Februari 2021

pada tanggal 30 April 2025

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

 

PRABOWO SUBIANTO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 22 Maret 2018

pada tanggal 2 Februari 2021

pada tanggal 30 April 2025

MENTERI SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

 

ttd.

 

PRASETYO HADI

 

 



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Building Information Modeling (BIM)

Cara Mencari Referensi Harga