Perpres Nomor : 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Perubahan ke-2 dari Perpres 16/2018
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
SATU NASKAH
NOMOR 16 TAHUN 2018
NOMOR 12 TAHUN 2021
NOMOR 46 TAHUN
2025
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
|
Menimbang |
: |
a.
bahwa
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam pelaksanaan
pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan perekonomian
nasional dan daerah; b. bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan Pengadaan
Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam
peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usah Mikro, Usaha
Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan; c.
bahwa
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat
kekurangan dan belum menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan
atas Pengadaan Barang/Jasa yang baik; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; bahwa untuk penyesuaian pengaturan
penggunaan produk/jasa Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta Koperasi, dan
pengaturan pengadaan jasa konstruksi yang pembiayaannya bersumber dari
APBN/APBD dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk kemudahan berusaha
berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan
penyesuaian ketentuan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa, perlu menetapkan
Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; bahwa
untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dalam Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, mempercepat pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah guna optimalisasi
kemanfaatan anggaran
belanja pemerintah, dan mengatur Pengadaan
Barang/ Jasa desa, perlu
menetapkan Peraturan Presiden
tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Presiden Nomor 16
Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah; |
|
Mengingat |
: |
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) sebagaimana
telah beberapa kali
diubah terakhir dengan
Undang - Undang Nomor 6
Tahun 2023 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2023
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6856);
5.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
33) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 12
Tahun 2021 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 63); |
MEMUTUSKAN:
|
Menetapkan |
: |
PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN
KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH. |
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:
1.
Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa
adalah kegiatan pengadaan barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/PerangkatDaerah/lnstitusi Lainnya/Pemerintah Desa yang dibiayai oleh APBN/APBD / APB Desa yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan,
sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
2. Kementerian Negara yang selanjutnya disebut
Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan.
3. Lembaga adalah organisasi non-Kementerian
Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan
tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
4. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah.
5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
5.a Institusi Lainnya adalah institusi yang menggunakan APBN dan / atau APBD selain Kementerian / Lembaga/
Pemerintah Daerah/
Pemerintah Desa / badan
usaha milik negara/ badan usaha milik daerah/badan usaha
milik desa.
5.b Pemerintah
Desa adalah kepala
desa atau yang disebut dengan
nama lain dibantu
perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa
6. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga Pemerintah yang
bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
7. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat
PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian
Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.
8. Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan APBN
yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA
untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran
pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
9. Kuasa Pengguna Anggaran pada pelaksanaan APBD
yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk
melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian
tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
10.
Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi
kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan
yang dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
10a. Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada Unit Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan
dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya[U1] .
11.
Unit
Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja
di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan
Pengadaan Barang/Jasa.
12.
Kelompok
Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya
manusia yang ditetapkan oleh pimpinan kepala[U2] UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.
13.
Pejabat
Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas
melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.
14.
Dihapus Pejabat
Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat
administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil
pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
15.
Dihapus Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang
bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa.
16.
Agen
Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau
seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
17.
Penyelenggara
Swakelola adalah Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola.
18.
Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa adalah Pejabat Fungsional yang diberi tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan pengadaan Barang/Jasa Sumber
Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Aparatur Sipil Negara dan
Non-Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bidang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah[U3] .
18a. Pejabat
Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa[U4] .
18b. Personel
selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya
disebut Personel Lainnya adalah Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara
Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa[U5] .
18.c Sertifikat
Kompetensi adalah tanda
atau bukti keterangan tertulis
dari proses penetapan
dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sumber daya pengelola fungsi Pengadaan Barang/ Jasa
yang dilakukan secara
sistematis dan objektif melalui uji kompetensi atau
pelatihan sesuai dengan standar
kompetensi yang ditetapkan.
18.d Sertifikat
Kompetensi PPK adalah tanda
atau bukti keterangan tertulis
dari proses penetapan
dan pengakuan terhadap pencapaian kompetensi teknis sebagai PPK yang
dilakukan secara sistematis
dan objektif melalui uji kompetensi atau
pelatihan sesuai dengan standar
kompetensi yang ditetapkan.
19.
Rencana
Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana
Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah.
20.
Lokapasar (E-Marketplace) Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk
memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah.
21.
Layanan Pengadaan
Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk
memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
22.
Aparat
Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang
melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan
pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.
23.
Pengadaan
Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara
memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat
Daerah, Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan,
atau kelompok masyarakat.
24.
Organisasi
Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan
dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi,
kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi
dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila.
25.
Kelompok
Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa
dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/APBD.
26.
Pengadaan
Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh barang/jasa yang disediakan
oleh Pelaku Usaha.
27.
Pelaku
Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan pada bidang tertentu[U6] .
28.
Penyedia
Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha
yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.
29.
Barang
adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak
bergerak, yang dapat diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang.
29a. Produk adalah
barang yang dibuat atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha[U7] .
30.
Pekerjaan
Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu
bangunan.
31.
Jasa
Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu
di berbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir.
32.
Jasa
Lainnya adalah jasa nonkonsultansi[U8] atau jasa yang membutuhkan peralatan,
metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang
telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
33.
Harga
Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga
barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK yang telah
memperhitungkan biaya tidak langsung, keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai[U9] .
34.
Penelitian
adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara
sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan
pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau
hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan
ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi.
35.
Pembelian
secara Elektronik dari pelaku usaha atau Pelaksana Swakelola yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian/memperoleh barang/jasa melalui sistem katalog elektronik
atau toko daring.
36.
Tender
adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya.
37.
Seleksi
adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi.
38.
Pengadaan Barang/Jasa Tender/Seleksi Internasional adalah Pengadaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dibiayai APBN / APBD
termasuk yang sumber pendanaanya baik sebagian atau seluruhnya melalui pinjaman
luar negeri/hibah luar negeri yang terbuka bagi dengan peserta pemilihan dapat berasal dari
pelaku usaha nasional dan pelaku usaha asing.
39.
Penunjukan
Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
40.
Pengadaan
Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode
pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
40.a Pengadaan
Langsung Pekerjaan Konstruksi
adalah metode pemilihan untuk
mendapatkan Pcnyedia Pekerjaan
Konstruksi yang bernilai paling banyak Rp400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
41.
Pengadaan
Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia
Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
42.
E-reverse
Auction adalah
metode penawaran harga secara berulang.
43.
Dokumen
Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam
pemilihan Penyedia.
44.
Kontrak
Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian
tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana
Swakelola.
45.
Usaha
Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah mengcnai
kcmudahan, pelindungan, dan
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro,
kecil, dan menengah. Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
46.
Usaha
Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah mengenai
kemudahan,
pelindungan, dan
pemberdayaan koperasi dan
usaha mikro, kecil,
dan menengah Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
46.a Produk
Dalam Negeri adalah
Barang dan jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau
dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi
dan berproduksi di
Indonesia, menggunakan seluruh atau
sebagian tenaga kerja warga negara
Indonesia, dan prosesnya menggunakan bahan
baku atau komponen
yang seluruh atau sebagian
berasal dari dalam
negeri.
46.b Produk
Ramah Lingkungan Hidup adalah Barang
dan jasa termasuk teknologi
yang telah menerapkan prinsip pelestarian,
perlindungan, dan pengelolaan lingkungan hidup.
47.
Usaha
Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
48.
Surat
Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang
dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/lembaga keuangan
khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk
mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.
49.
Sanksi
Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia
berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat
Daerah /Institusi Lainnya dalam jangka waktu tertentu.
50.
Pengadaan
Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai
manfaat yang menguntungkan secara ekonomis dan menciptakan good corporate governance tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat
Daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial
[U10] dalam
keseluruhan siklus penggunaannya.
51.
Konsolidasi
Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa dengan
yang menggabungkan kebutuhan
barang/jasa beberapa paket
Pengadaan Barang/Jasa sejenis untuk mendapatkan hasil yang efektif dan
efisien.
52.
Keadaan
Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam
kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang
ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
53.
Kepala
Lembaga adalah Kepala LKPP.
54.
Toko Dalam Jaringan yang selanjutnya disebut Toko Daring adalah
sistem informasi yang memfasilitasi Pengadaan Barang/Jasa melalui penyelenggara
perdagangan melalui sistem elektronik dan ritel daring.
Pasal 2
Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini
meliputi:
a.
Pengadaan
Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Pemerintah
Desa yang menggunakan anggaran
belanja yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD/APB
Desa;
b. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan
anggaran belanja dari APBN/APBD/APB Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan
Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam
negeri dan/atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah; dan/atau
c.
Pengadaan
Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana
dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau
seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri.
Pasal 3
(1)
Pengadaan
Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi:
a.
Barang;
b. Pekerjaan Konstruksi;
c.
Jasa
Konsultansi; dan
d. Jasa Lainnya.
(2) Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan secara
terintegrasi.
(3)
Pengadaan
Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a.
Swakelola;
dan/atau
b. Penyedia.
BAB II
TUJUAN,
KEBIJAKAN, PRINSIP, DAN ETIKA PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Tujuan
Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 4
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
a.
menghasilkan
barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek
kualitas, jumlah kuantitas[U11] ,
waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia;
b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c.
meningkatkan
peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah Koperasi[U12] ;
d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e.
mendukung
pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
f.
meningkatkan
keikutsertaan industri kreatif;
g.
mendorong mewujudkan pemerataan ekonomi dan
memberikan perluasan kesempatan berusaha[U13] ;
dan
h. mendorong meningkatkan[U14] Pengadaan
Berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 5
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
a.
meningkatkan
kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa;
b. melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih
transparan, terbuka, dan kompetitif;
c.
memperkuat
kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia Pengadaan Barang/Jasa[U15] ;
d. mengembangkan Lokapasar
(E-Marketplace) Pengadaan
Barang/Jasa;
e.
menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik;
f.
mendorong
penggunaan barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia (SNI);
g.
memberikan
kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah;
h.
mendorong
pelaksanaan penelitian dan industri kreatif serta memanfaatkan
hasil invensi dan inovasi/hasil Penelitian,
pengembangan, pengkajian,
dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
i.
melaksanakan
Pengadaan Berkelanjutan.
Bagian Ketiga
Prinsip
Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 6
Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai
berikut:
a.
efisien;
b. efektif;
c.
transparan;
d. terbuka;
e.
bersaing;
f.
adil; dan
g.
akuntabel.
Bagian Keempat
Etika
Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 7
(1)
Semua
pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
a. melaksanakan tugas secara tertib, disertai
rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan
Pengadaan Barang/Jasa;
b. bekerja secara profesional, mandiri, dan
menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk
mencegah penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa;
c. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun
tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
d. menerima dan bertanggung jawab atas segala
keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang
terkait;
e. menghindari dan mencegah terjadinya
pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan
Barang/Jasa;
f. menghindari dan mencegah pemborosan dan
kebocoran keuangan negara;
g. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang
dan/atau kolusi; dan
h. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak
menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa
saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Pertentangan kepentingan pihak yang terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:
a. Direksi, Dewan Komisaris, atau personel inti
pada suatu badan usaha, merangkap sebagai Direksi, Dewan Komisaris, atau
personel inti pada badan usaha lain yang mengikuti Tender/Seleksi yang sama;
b. konsultan perencana/pengawas dalam Pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya bertindak sebagai pelaksana Pekerjaan
Konstruksi yang
direncanakannya/diawasinya, kecuali dalam pelaksanaan pengadaan pekerjaan terintegrasi;
c. konsultan manajemen konstruksi berperan
sebagai konsultan perencana;
d. pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai
PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa
di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;
e. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik
langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia;
dan/atau
f. beberapa badan usaha yang mengikuti Tender/Seleksi
yang sama, dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung oleh pihak yang
sama, dan/atau kepemilikan sahamnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dikuasai
oleh pemegang saham yang sama.
BAB III
PELAKU
PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Pelaku
Pengadaan Barang/Jasa[U16]
Pasal 8
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
a.
PA;
b. KPA;
c.
PPK;
d. Pejabat Pengadaan;
e.
Pokja Pemilihan;
f.
Agen
Pengadaan;
g.
dihapus PjPHP/PPHP[U17] ;
h. Penyelenggara Swakelola; dan
i.
Penyedia.
Bagian Kedua
Pengguna
Anggaran
Pasal 9
(1)
PA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja;
b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam
batas anggaran belanja yang telah ditetapkan;
c. menetapkan perencanaan pengadaan;
d. menetapkan dan mengumumkan RUP;
e. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan
Barang/Jasa;
f. menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi
ulang gagal;
f1. menetapkan
pengenaan Sanksi Daftar Hitam[U18] ;
f2.menyesuaikan
prosedur/tata cara/tahapan,
metode, jenis Kontrak, dan/
atau bentuk Kontrak pada proses
pengadaan dengan pertimbangan untuk mengisi
kekosongan hukurn
dan/ atau mengatasi stagnasi pemerintahan guna kemanfaatan dan
kepentingan umum
g.
menetapkan
PPK;
h. menetapkan Pejabat Pengadaan;
i.
dihapus menetapkan PjPHP/PPHP[U19] ;
j. menetapkan Penyelenggara Swakelola;
k. menetapkan tim teknis;
l. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan
melalui Sayembara/Kontes;
m. menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan
n. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk
metode pemilihan:
1)
Tender/Penunjukan
Langsung/E-Purchasing untuk paket
Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran
paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
2)
Seleksi/Penunjukan
Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran
paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai huruf f1[U20] f2 kepada KPA.
Bagian Ketiga
Kuasa
Pengguna Anggaran
Pasal 10
(1) KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai dengan pelimpahan
dari PA.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), KPA berwenang menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan
Konstruksi.
(3) KPA dapat
menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang terkait dengan:
a.
melakukan
tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau
b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas
anggaran belanja yang telah ditetapkan.
(4) KPA dapat
dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
(5) Dalam hal tidak ada personel yang dapat
ditunjuk sebagai PPK, KPA dapat merangkap sebagai PPK KPA pada Pengadaan Barang/Jasa yang
menggunakan anggaran belanja dari APBD, dapat merangkap sebagai Melaksanakan Tugas
PPK[U21] .
(6) KPA sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) wajib memiliki pengetahuan tentang
pengadaan barang dan
jasa serta PPK
Bagian Keempat
Pejabat
Pembuat Komitmen
Pasal 11
(1)
PPK dalam
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki
tugas:
a. menyusun perencanaan pengadaan;
b. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan
Barang/Jasa[U22] ;
c. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan
Kerja (KAK);
d. menetapkan rancangan kontrak;
e. menetapkan HPS;
f. menetapkan besaran uang muka yang akan
dibayarkan kepada Penyedia;
g. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
h. melaksanakan
E-purchasing untuk nilai paling
sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
i. menginput e-Kontrak
dan mengendalikan Kontrak;
j. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen
pelaksanaan kegiatan;
k. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan
kepada PA/KPA;
l.
menyerahkan
hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara
penyerahan;
m. menilai kinerja Penyedia;
n. menetapkan tim pendukung;
o. menetapkan tim ahli[U23]
atau tenaga ahli; dan
p. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia
Barang/Jasa.
(2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja; dan
b. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan
pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
(2a) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) memiliki Sertifikat
Kompetensi PPK sesuai dengan tipologinya
(3) PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Dalam hal tidak ada penetapan PPK pada
Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA
menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai dengan huruf m[U24] .
(4) PPTK yang melaksanakan tugas PPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib
memenuhi persyaratan kompetensi PPK[U25] .
(5) Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyusun rencana
aksi pemenuhan PPK
ber Sertifikat Kompetensi PPK sesuai
tipologinya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2a).
(6)
Ketentuan lebih
lanjut mengenai kompetensi
Bagian Kelima
Pejabat
Pengadaan
Pasal 12
Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d memiliki tugas:
a.
melaksanakan
persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;
b. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan
Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
c.
melaksanakan
persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi
yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
d. melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Bagian Keenam
Kelompok
Kerja Pemilihan
Pasal 13
(1)
Pokja
Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf
e memiliki tugas:
a.
melaksanakan
persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia kecuali Pengadaan Langsung dan E-purchasing dengan pembelian langsung;[U26]
b.
dihapus melaksanakan
persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia untuk katalog elektronik; dan
c.
menetapkan
pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:
1)
Tender/Penunjukan
Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan
nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
dan
2)
Seleksi/Penunjukan
Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
Pokja
Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang.
(3)
Dalam hal
berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
ditambah sepanjang berjumlah gasal.
(4)
Pokja
Pemilihan dapat dibantu oleh tim ahli[U27] atau
tenaga ahli.
Bagian Ketujuh
Pasal 14
(1) Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf f dapat melaksanakan
Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Pelaksanaan tugas Agen Pengadaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mutatis mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan dan/atau
PPK.
(3) Pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dan/atau
PPK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan
diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Kedelapan
Pejabat/Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan
Pasal 15
Dihapus.
(1)
PjPHP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2)
PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai
paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Bagian Kesembilan
Penyelenggara
Swakelola
Pasal 16
(1)
Penyelenggara Swakelola sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana,
dan/atau Tim Pengawas.
(2)
Tim Persiapan memiliki tugas menyusun
sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya.
(3)
Tim Pelaksana memiliki tugas
melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan
pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran.
(4)
Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi
persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola.
(5)
Penyelenggara Swakelola
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa[U29] .
Bagian Kesepuluh
Penyedia
Pasal 17
(1)
Penyedia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i wajib
memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
Penyedia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas:
a. pelaksanaan Kontrak;
b. kualitas barang/jasa;
c. ketepatan perhitungan jumlah atau volume;
d. ketepatan waktu penyerahan; dan
e. ketepatan tempat penyerahan.
BAB IV
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pengadaan
Pasal 18
(1)
Perencanaan pengadaan meliputi
identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran
Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Perencanaan pengadaan yang dananya
bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja K/L) setelah penetapan Pagu Indikatif.
(3)
Perencanaan Pengadaan yang dananya
bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan
Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
(4)
Perencanaan pengadaan terdiri atas:
a.
Perencanaan pengadaan melalui
Swakelola; dan/atau
b. Perencanaan
pengadaan melalui Penyedia.
(5)
Perencanaan pengadaan melalui
Swakelola meliputi:
a.
penetapan tipe Swakelola;
b. penyusunan
spesifikasi teknis/KAK; dan
c.
penyusunan perkiraan biaya/Rencana
Anggaran Biaya (RAB).
(6)
Tipe Swakelola sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf a terdiri atas:
a.
Tipe I yaitu Swakelola yang
direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat
Daerah penanggung jawab anggaran;
b. Tipe
II yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan
oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
c.
Tipe III yaitu Swakelola yang
direncanakan dan diawasi oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah penanggung
jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana Swakelola; atau
d. Tipe
IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh Kementerian/ Lembaga/Perangkat Daerah
penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, dan
dilaksanakan serta diawasi oleh Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.
(7)
Perencanaan pengadaan melalui
Penyedia meliputi:
a.
penyusunan spesifikasi teknis/KAK;
b. penyusunan
perkiraan biaya/RAB;
c.
pemaketan Pengadaan Barang/Jasa;
d. Konsolidasi
Pengadaan Barang/Jasa; dan
e.
penyusunan biaya pendukung.
(8)
Hasil perencanaan Pengadaan
Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimuat dalam RUP.
Bagian Kedua
Spesifikasi
Teknis/Kerangka Acuan Kerja
Pasal 19
(1)
PPK [U31] dalam
menyusun spesifikasi teknis/KAK barang/jasa
menggunakan:
a. produk dalam negeri;
b. produk bersertifikat Standar
Nasional
Indonesia;
c. produk usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi dari hasil
produksi dalam negeri; dan
d. produk ramah
lingkungan hidup.
(1a)
PPK dalam menyusun
spesifikasi teknis/kerangka
acuan kerja Barang/ jasa menggunakan Produk Dalam Negeri
sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) huruf a
menyesuaikan dengan kemampuan
industri dalam negeri sebagaimana
tercantum dalam daftar inventarisasi Barang/jasa produksi
dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian.
(2) Dalam penyusunan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja dimungkinkan penyebutan merek terhadap:
a.
komponen
barang/jasa;
b. suku cadang;
c.
bagian
dari satu sistem yang sudah ada; atau
d. barang/jasa dalam katalog elektronik atau Toko Daring.
e. barang/jasa
pada Tender Cepat[U32] .
(3) Pemenuhan penggunaan produk dalam negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan produk bersertifikat SNI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sepanjang tersedia dan
tercukupi.
(4)
Produk ramah lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, menggunakan barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup[U33] .
Bagian Ketiga
Pemaketan
Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 20
(1)
Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa
dilakukan dengan berorientasi pada:
a.
keluaran atau hasil;
b. volume
barang/jasa;
c.
ketersediaan barang/jasa;
d. kemampuan
Pelaku Usaha; dan/atau
e.
ketersediaan anggaran belanja.
(2)
Dalam melakukan pemaketan Pengadaan
Barang/Jasa, dilarang:
a. menyatukan
atau memusatkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang tersebar di beberapa
lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya
dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;
b. menyatukan
beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya
harus dipisahkan;
c. menyatukan
beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa yang besaran nilainya seharusnya dilakukan
oleh usaha kecil; dan/atau
d. memecah
Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari
Tender/Seleksi.
(3)
Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/jasa, PPK
wajib mengalokasikan paling sedikit 40%
(empat puluh persen)
nilai anggaran belanja Barang/jasa untuk
menggunakan Produk Usaha
Mikro dan Usaha Kecil serta
koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
Pasal 20a
Strategi pemaketan
untuk Pekerjaan Konstruksi
dapat berupa penyediaan sumber
daya oleh pemilik pekerjaan (supplied by owner).
Pasal 20b
(1) Penyediaan sumber daya untuk Pekerjaan
Konstruksi dapat disediakan oleh pemilik
pekerjaan meliputi :
a. bahan
baku, material, dan
Barang sudah terstandar;
b. bahan
baku, material, dan
Barang untuk mendukung
bangunan permanen;
c. bahan
baku, material, dan Barang
untuk 1 (satu) paket atau beberapa paket Pekerjaan
Konstruksi;
d. peralatan untuk menunjang Pekerjaan Konstruksi; dan/atau
e. Barang
dan jasa dalam
Pekerjaan Konstruksi yang ditangani oleh Penyedia jasa
spesialis
(2) Penyediaan sumber
daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan:
a. E-purchasing; dan/
atau
b. pemesanan berdasarkan
Kontrak payung
Bagian Keempat
Konsolidasi
Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 21
(1) Konsolidasi Pengadaan
Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dan/atau persiapan pemilihan
Penyedia pada
pengadaan barang/jasa melalui penyedia.
(2) Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa
dilaksanakan oleh PA,KPA,PPK dan/atau UKPBJ.
(3) Kepala LKPP melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/ Jasa secara nasional dan
dapat menyerahkan tugas dan kewenangan kepada menteri/kepala lembaga.
Bagian Kelima
Pengumuman
Rencana Umum Pengadaan
Pasal 22
(1) Pengumuman
RUP Kementerian/Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran belanja.
(2) Pengumuman
RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Pengumuman
RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan melalui aplikasi
Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP).
(4) Pengumuman
RUP melalui SIRUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditambahkan dalam situs web
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk masyarakat,
surat kabar, dan/atau media lainnya.
(5) Pengumuman
RUP dilakukan kembali dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
BAB V
PERSIAPAN
PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu
Pasal 23
(1) Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui
Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana
kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB.
(2) Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA/KPA.
(3) Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan
sebagai berikut:
a. Tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh
PA/KPA;
b. Tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas
ditetapkan oleh PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
c. Tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas
ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan Ormas
pelaksana Swakelola; atau
d. Tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan
oleh pimpinan Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola.
(4) Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh PPK dengan memperhitungkan tenaga ahli/peralatan/bahan
tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri.
(5) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan Swakelola tipe I dan jumlah tenaga ahli
tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Tim Pelaksana.
(6) Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui
Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam KAK
kegiatan/subkegiatan/ output.
(7) Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok
Masyarakat dievaluasi dan ditetapkan oleh PPK.
Pasal 24
(1) Biaya Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola
dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola.
(2) PA dapat
mengusulkan standar biaya masukan/keluaran Swakelola kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau kepala daerah.
Bagian Kedua
Persiapan
Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia[U35]
Pasal 25
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia oleh
PPK meliputi kegiatan:
a.
menetapkan
HPS;
b. menetapkan rancangan kontrak;
c.
menetapkan
spesifikasi teknis/KAK; dan/atau
d. menetapkan uang muka, jaminan uang muka,
jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau
penyesuaian harga.
Pasal 26
(1) HPS
dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Nilai HPS bersifat tidak rahasia
HPS telah memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak langsung (overhead cost).
(3) Rincian HPS bersifat rahasia
[U36] Nilai HPS bersifat terbuka dan tidak
bersifat rahasia.
(4) Dihapus Total HPS merupakan hasil
perhitungan HPS ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
(5) HPS
digunakan sebagai:
a. alat
untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan;
b. dasar
untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; dan
c.
penentuan besaran jaminan penawaran, jarmnan pelaksanaan, dan
jaminan sanggah banding;
d. dasar
untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya
lebih rendah kurang
dari
80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS.
d.
penentuan batasan
persyaratan personel
manajerial dan peralatan utama dalam Pekerjaan Konstruksi; dan
e.
penentuan penerbit jaminan.
(6) HPS
tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara.
(7) Penyusunan
HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan Pagu Anggaran paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E-purchasing dengan
nilai paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah),
dan Tender pekerjaan terintegrasi.
(8) Penetapan
HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir untuk:
a.
pemasukan penawaran untuk pemilihan
dengan pascakualifikasi; atau
b. pemasukan
dokumen kualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Pasal 27
(1)
Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
Lainnya terdiri atas:
a.
Lumsum;
b. Harga
Satuan;
c. Gabungan
Lumsum dan Harga Satuan;
d. Terima
Jadi (Turnkey) Kontrak Payung[U37] ;
f. Kontrak Berbasis Kinerja
(2)
Jenis Kontrak Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi terdiri atas[U39] :
a.
Lumsum;
b. Harga
Satuan;
c.
Gabungan Lumsum dan Harga Satuan;
d. Putar Kunci; dan
e.
Biaya Plus Imbalan
Kontrak Payung.
f. Modifikasi putar kunci;
g. Kontrak Payung; dan
h. Kontrak berbasis kinerja.
(3)
Jenis Kontrak Pengadaan Jasa
Konsultansi nonkonstruksi terdiri atas:
a.
Lumsum;
b. Waktu
Penugasan;
c.
Kontrak Payung.
d. Kontrak berbasis kinerja
(4)
Jenis Kontrak Pengadaan Jasa
Konsultansi Konstruksi terdiri atas:
a.
Lumsum; dan
b. Waktu
Penugasan Kontrak Payung.
(4) Jenis
kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi terdiri atas
a. lumsum;
b. putar kunci;
c. modifikasi putar kunci; dan
d. Kontrak berbasis kinerja.
(5)
Kontrak Lumsum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3)
huruf a, dan ayat (4) huruf a merupakan Kontrak dengan ruang lingkup
pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. semua
risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia;
b. berorientasi
kepada keluaran; dan
c. pembayaran
didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan Kontrak.
(6)
Kontrak Harga Satuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b
merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan
harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan
spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas
waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
volume atau kuantitas pekerjaannya
masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani;
b. pembayaran
berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan; dan
c.
nilai akhir Kontrak ditetapkan
setelah seluruh pekerjaan diselesaikan.
(7)
Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga
Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
ayat (2) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan Lumsum dan Harga Satuan dalam 1 (satu)
pekerjaan yang diperjanjikan.
(8)
Kontrak Payung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d, ayat
(2) huruf g
dan ayat (3) huruf c dapat berupa kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu
untuk : barang/jasa yang belum dapat
ditentukan volume dan/atau waktu pengirimannya pada saat Kontrak ditandatangani.
a. Barang/jasa yang dibutuhkan
oleh bcbcrapa PPK untuk
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya;
b. Barang/ jasa yang dibutuhkan
secara berulang; dan/atau
c. Barang/ jasa yang bclum dapat
ditentukan volume dan/atau waktu pengiriman/waktu pelaksanaan pada
saat Kontrak ditandatangani.
(9)
Kontrak Putar
Kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d dan
ayat (4) huruf b
merupakan suatu perjanjian mengenai pembangunan suatu
proyek dalam hal Penyedia setuju untuk membangun proyek tersebut secara lengkap
sampai selesai termasuk pemasangan semua perlengkapannya sehingga proyek
tersebut siap dioperasikan atau dihuni Kontrak Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
jumlah harga pasti dan tetap sampai
seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan
b. pembayaran
dapat dilakukan berdasarkan termin sesuai kesepakatan dalam Kontrak.
(9a) Kontrak modifikasi putar
kunci sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) huruf f dan ayat
(4) huruf c dilaksanakan dengan
ketentuan paling sedikit memuat :
a. jumlah harga pasti
dan tetap sampai
seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan;
dan
b. pembayaran dapat dilakukan
secara bertahap setelah
Pekerjaan Konstruksi selesai termasuk
pemasangan semua perlengkapan sehingga
siap dioperasikan atau
dimanfaatkan sesuai
kesepakatan dalam Kontrak
(10) Kontrak Biaya Plus Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
e dan ayat (2) huruf e merupakan jenis Kontrak yang digunakan untuk Pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam rangka penanganan keadaan
darurat dengan nilai Kontrak merupakan perhitungan dari biaya aktual ditambah
imbalan dengan persentase tetap atas biaya aktual atau imbalan dengan jumlah
tetap.
(10a) Kontrak berbasis
kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f, ayat (2)
huruf h, ayat (3) huruf d,
dan ayat (4)
huruf d merupakan Kontrak
atas dicapainya suatu
tingkat pelayanan tertentu
(11) Kontrak
berdasarkan Waktu Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4)
huruf b merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang
ruang lingkupnya belum bisa didefinisikan dengan rinci dan/atau waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan.
a.
pekerjaan yang penyelesaiannya lebih
dari 12 (dua belas) bulan;
b. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 1 (satu) tahun anggaran;
atau
c.
pekerjaan yang memberikan manfaat
lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun
Anggaran dan paling lama 3 (tiga) tahun anggaran[U40] [U41] .
Pasal 27A
(1) PPK dapat menggunakan
selain jenis Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan
karakteristik pekerjaan yang akan dilaksanakan.
(2) PPK dalam menetapkan jenis Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus memperhatikan prinsip
efisien, efektif dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 28
(1)
Bentuk Kontrak terdiri atas:
a.
bukti pembelian/pembayaran;
b. kuitansi;
c.
surat perintah kerja (SPK)[U42] ;
d. surat
perjanjian; dan
e.
surat / bukti pesanan.
(2)
Bukti pembelian/pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa
Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(3)
Kuitansi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(4)
Surat perintah kerja (SPK) [U43] sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan
nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(5)
Surat perjanjian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah), Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi dengan nilai paling sedikit diatas Rp400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi
dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(6)
Surat / bukti pesanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa
melalui E-purchasing atau
pembelian melalui toko daring.
(6a) Dalam
hal Kontrak menggunakan Kontrak lumsum, bentuk Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak memerlukan rincian
dokumen pendukung kontrak.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
bukti pendukung untuk masing-masing bentuk Kontrak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan
negara dan/atau peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri[U44] .
Pasal 29
(1) Uang muka dapat
diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan.
(2) Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari
nilai Kontrak untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi untuk nilai Kontrak antara Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah)
b.
paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) dari nilai Kontrak untuk Usaha
Mikro, Usaha Kecil,
dan koperasi dengan nilai Kontrak
lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) sampai
dengan Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah);
c.
paling tinggi 30%
(tiga puluh persen) dari
nilai Kontrak untuk Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi dengan
nilai kontrak lebih
dari Rp2.500.000.000,00
(dua miliar lima
ratus juta rupiah) sampai
dengan Rpl5.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah);
d.
paling tinggi 20%
(dua puluh persen) dari
nilai Kontrak untuk non-Usaha
Mikro dan Usaha Kecil dan Penyedia Jasa
Konsultansi; atau
e.
paling tinggi 15% (lima
belas persen) dari nilai Kontrak
untuk Kontrak tahun
jamak
(3) Pemberian uang muka dicantumkan pada rancangan
kontrak yang terdapat dalam Dokumen Pemilihan.
Pasal 30
(1) Jaminan
Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
a.
Jaminan Penawaran;
b. Jaminan
Sanggah Banding;
c.
Jaminan Pelaksanaan;
d. Jaminan
Uang Muka; dan
e.
Jaminan Pemeliharaan.
(2)
Jaminan Penawaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b hanya untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara pekerjaan terintegrasi[U45] .
(2a) Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b hanya untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi[U46] dan pekerjaan terintegrasi
(3)
Jaminan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa bank garansi
atau surety bond.
(4)
Bentuk Jaminan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) bersifat:
a.
tidak bersyarat;
b. mudah
dicairkan; dan
c.
harus
dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi
kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima.
(5)
Pengadaan Jasa Konsultansi tidak
diperlukan Jaminan Penawaran, Jaminan Sanggah Banding, Jaminan Pelaksanaan, dan
Jaminan Pemeliharaan.
(6)
Jaminan dari Bank Umum, Perusahaan
Penjaminan, Perusahaan Asuransi, lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha
di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga
pembiayaan ekspor Indonesia dapat
digunakan untuk semua jenis Jaminan.
(7)
Perusahaan Penjaminan, Perusahaan
Asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang
pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan
ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah merupakan[U47] Perusahaan Penerbit Jaminan yang
memiliki izin usaha dan pencatatan produk suretyship
di Otoritas Jasa Keuangan.
(1)
Jaminan Penawaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diberlakukan untuk nilai total HPS
paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2)
Jaminan Penawaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen)
dari nilai total HPS.
(3)
Untuk Pekerjaan Konstruksi
Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara terintegrasi,
Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu
persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai Pagu Anggaran.
(1) Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu
persen) dari nilai total HPS.
(2) Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi,
Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu
Anggaran.
(1)
Jaminan Pelaksanaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2)
Jaminan Pelaksanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal:
a.
Pengadaan Jasa Lainnya yang aset
Penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna; atau
b.
Pengadaan Barang/Jasa
melalui E-purchasing.
(3)
Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan adalah
sebagai berikut:
a.
untuk nilai penawaran terkoreksi
antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari
nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak;
atau
b. untuk
nilai penawaran terkoreksi di bawah 80% (delapan puluh persen) dari
nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai total
HPS.
(4)
Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan
untuk pekerjaan terintegrasi adalah sebagai berikut:
a.
untuk nilai penawaran antara 80%
(delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai Pagu
Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau
b. untuk
nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai Pagu Anggaran,
Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Pagu Anggaran.
(5)
Jaminan Pelaksanaan berlaku sampai
dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima
pertama Pekerjaan Konstruksi.
Pasal 34
(1) Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) huruf d diserahkan Penyedia kepada PPK senilai uang muka.
(2) Nilai Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertahap dapat
dikurangi secara proporsional sesuai dengan sisa uang muka yang diterima.
Pasal 35
(1) Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) huruf e diberlakukan untuk Pekerjaan Konstruksi atau
Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan, dalam hal Penyedia menerima
uang retensi pada serah terima pekerjaan pertama (Provisional Hand Over).
(2) Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikembalikan 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan
selesai.
(3) Besaran nilai Jaminan Pemeliharaan sebesar 5%
(lima persen) dari nilai kontrak.
Pasal 36
(1) Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan
penggunaan barang hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak.
(2) Sertifikat Garansi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan oleh produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh
produsen.
Pasal 37
(1) Penyesuaian
harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
diberlakukan terhadap Kontrak Tahun
Jamak dengan jenis Kontrak Harga Satuan atau Kontrak berdasarkan Waktu
Penugasan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam
Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen Pemilihan; dan
b. tata
cara penghitungan penyesuaian harga harus
dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pemilihan dan/atau perubahan Dokumen
Pemilihan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Kontrak.
(2)
Persyaratan dan tata cara
penghitungan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. penyesuaian
harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari
18 (delapan belas) bulan;
b. penyesuaian
harga sebagaimana dimaksud pada huruf a diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga
belas) sejak pelaksanaan pekerjaan;
c. penyesuaian
harga satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen
keuntungan, biaya tidak langsung (overhead
cost), dan harga satuan timpang sebagaimana tercantum dalam penawaran;
d. penyesuaian
harga satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam
Kontrak;
e. penyesuaian
harga satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negeri, menggunakan
indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut;
f. jenis
pekerjaan baru dengan harga satuan baru sebagai akibat adanya adendum kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai
bulan ke-13 (tiga belas) sejak adendum kontrak tersebut ditandatangani; dan
g. indeks
yang digunakan dalam hal pelaksanaan Kontrak terlambat disebabkan oleh
kesalahan Penyedia adalah indeks terendah antara jadwal kontrak dan realisasi
pekerjaan.
Pasal 38
(1)
Metode pemilihan Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas:
a.
E-purchasing;
b. Pengadaan
Langsung;
c.
Penunjukan Langsung;
d. Tender
Cepat; dan
e.
Tender.
(2)
E-purchasing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik atau Toko Daring.
(3)
Pengadaan Langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk :
Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
a.
Barang/ Jasa Lainnya yang
bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah); dan
b.
Pekerjaan Konstruksi yang
bernilai paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(4)
Penunjukan Langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu.
(5)
Kriteria Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) meliputi:
a.
pelaksanaan program
prioritas pernerintah,
bantuan pernerintah, dan/
atau bantuan Presiden berdasarkan arahan Presiden;
b. penyelenggaraan
penyiapan kegiatan yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional
yang dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden;
c.
barang/jasa yang bersifat rahasia
untuk kepentingan Negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan
Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden beserta
keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau
barang/jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. Pekerjaan
Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu
kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan
tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya;
e.
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu;
f.
pengadaan dan penyaluran benih unggul
yang meliputi benih padi, jagung, dan kedelai, serta pupuk yang meliputi Urea,
NPK, dan ZA kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih dan pupuk
secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan;
g.
pekerjaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah
yang dilaksanakan oleh pengembang yang bersangkutan;
h. Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang
hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau
pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah;
i.
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya yang setelah dilakukan Tender ulang mengalami kegagalan; atau
j.
pemilihan penyedia untuk
melanjutkan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal
terjadi pemutusan Kontrak[U51] .
k. permintaan
berulang (repeat ordery
untuk Penyedia Barang/
Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya
yang sama
a.
spesifikasi dan volume pekerjaannya
sudah dapat ditentukan secara rinci; dan atau
b. dimungkinkan dapat
menyebutkan merek sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b dan huruf
c[U52] .
(7)
Tender sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan
Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d.
(8) Pelaksanaan
Pengadaan Barang/
Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan metode pemilihan Penyedia melalui
Pengadaan Langsung dengan
nilai paling sedikit di
atas Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah), Penunjukan
Langsung, Tender cepat, dan
Tender wajib menggunakan
aplikasi sistem pengadaan secara
elektronik dengan fitur transaksional
Pasal 39
(1) Metode
evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan
dengan:
a.
Sistem Nilai;
b. Penilaian
Biaya Selama Umur Ekonomis; atau
c.
Harga Terendah.
(2) Metode
evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
memperhitungkan penilaian teknis dan harga.
(3) Metode
evaluasi Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya [U53] yang memperhitungkan faktor umur
ekonomis, harga, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam
jangka waktu operasi tertentu.
(4) Metode
evaluasi Harga Terendah digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang di
antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis.
Pasal 40
(1) Metode
penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan:
a.
1 (satu) file;
b. 2
(dua) file; atau
c.
2 (dua) tahap.
(2) Metode
satu file digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang menggunakan metode evaluasi Harga Terendah.
(3) Metode
dua file digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang memerlukan penilaian teknis terlebih dahulu.
(4) Metode
dua tahap digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
spesifikasi teknisnya belum bisa
ditentukan dengan pasti;
b. mempunyai
beberapa alternatif penggunaan sistem dan desain penerapan teknologi yang
berbeda;
c.
dimungkinkan perubahan spesifikasi
teknis berdasarkan klarifikasi penawaran teknis yang diajukan; dan/atau
d. membutuhkan
penyetaraan teknis.
Pasal 41
(1) Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi
terdiri atas:
a. E-purchasing;
b.
Pengadaan Langsung;
c.
Penunjukan Langsung; dan
d.
Seleksi.
(2)
E-purchasing
sebagaimana dirnaksud pada
ayat ( 1) huruf a
dilaksanakan untuk Pengadaan
Jasa Konsultansi
perorangan atau badan
usaha yang sudah tercanturn dalarn katalog elektronik
(3)
Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi yang bernilai sampai dengan paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4)
Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu
(5) Kriteria Jasa Konsultansi dalam keadaan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a.
Jasa Konsultansi dalarn
rangka pelaksanaan program prioritas
pemerintah, bantuan
pernerintah, dan/ atau bantuan Presiden berdasarkan arahan Presiden
b. Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan
oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu;
c.
Jasa
Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) pemegang hak cipta yang
telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta;
d. Jasa Konsultansi di bidang hukum meliputi
konsultan hukum/advokasi atau pengadaan arbiter yang tidak direncanakan
sebelumnya, untuk menghadapi gugatan dan/atau tuntutan hukum dari pihak
tertentu, yang sifat pelaksanaan pekerjaan dan/atau pembelaannya harus segera
dan tidak dapat ditunda;
e. Jasa Konsultansi Konstruksi
lanjutan yang merupakan satu
kesatuan sistem konstruksi dan satu
kesatuan tanggung jawab atas
risiko kegagalan bangunan yang
secara keseluruhan tidak dapat
dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan
sebelumnya
f.
Permintaan
berulang (repeat order) untuk Penyedia
Jasa Konsultansi yang sama;
g.
Jasa Konsultansi yang setelah dilakukan Seleksi ulang mengalami
kegagalan;
h. pemilihan penyedia untuk
melanjutkan Jasa Konsultansi dalam hal terjadi pemutusan Kontrak;
i.
Jasa Konsultansi yang bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; atau
j.
Jasa ahli Dewan Sengketa Konstruksi[U54] .
(6)
Seleksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a d dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai
paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(7) Dalam hal dilakukan Penunjukan Langsung untuk
Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d, diberikan
batasan paling banyak 2 (dua) kali.
Pelaksanaan Pengadaan Jasa
Konsultansi dengan metode pemilihan
Penyedia melalui Pengadaan
Langsung, Penunjukan Langsung, dan Seleksi
wajib menggunakan aplikasi sistem
pengadaan secara elektronik dengan
fitur transaksional
Pasal 41A
(1) Arahan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat
(5) huruf a dan Pasal 41
ayat (5) huruf a dituangkan
dalam risalah rapat,
memorandum, atau dokumen lainnya.
(2) Menteri atau
kepala lembaga selaku PA:
a. membuat dokumen
tertulis yang menyatakan bahwa program prioritas pernerintah, bantuan
pemerintah, dan/ atau bantuan Presiden merupakan arahan
Presiden sebagaimana dimaksud
pada ayat (l);
dan
b. menetapkan penggunaan metode
Penunjukan Langsung berdasarkan
analisis PA
(3) Menteri
atau kepala lembaga menyampaikan dokumen tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesekretariatan negara untuk mendapatkan konfirmasi.
(4) Dalam
hal arahan Presiden dalam risalah
rapat, memorandum, atau dokumen
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) telah memuat arahan
penggunaan metode pemilihan Penyedia dengan Penunjukan Langsung, menteri atau kepala
lembaga selaku PA sesuai
dengan kewenangannya dapat langsung menggunakan
metode Penunjukan Langsung
Pasal 42
(1) Metode
evaluasi penawaran Penyedia Jasa Konsultansi dilakukan dengan:
a.
Kualitas dan Biaya;
b. Kualitas;
c.
Pagu Anggaran; atau
d. Biaya
Terendah.
(2) Metode
evaluasi Kualitas dan Biaya digunakan untuk pekerjaan yang ruang lingkup
pekerjaan, jenis tenaga ahli, dan waktu penyelesaian pekerjaan dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK.
(3) Metode
evaluasi Kualitas digunakan untuk pekerjaan yang ruang lingkup pekerjaan, jenis
tenaga ahli, dan waktu penyelesaian pekerjaan tidak dapat diuraikan dengan
pasti dalam KAK atau untuk pekerjaan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan.
(4) Metode
evaluasi Pagu Anggaran hanya digunakan untuk ruang lingkup pekerjaan sederhana yang
dapat diuraikan dengan pasti dalam
KAK dan penawaran tidak boleh melebihi Pagu Anggaran.
(5) Metode
evaluasi Biaya Terendah hanya digunakan untuk pekerjaan standar atau bersifat
rutin yang praktik dan standar pelaksanaan pekerjaannya sudah mapan.
Pasal 43
(1) Metode penyampaian dokumen penawaran pada
pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Pengadaan Langsung dan Penunjukan
Langsung menggunakan metode satu file.
(2) Metode penyampaian dokumen penawaran pada
pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Seleksi menggunakan metode dua file.
Pasal 44
(1)
Kualifikasi merupakan evaluasi
kompetensi, kemampuan usaha, dan pemenuhan persyaratan sebagai Penyedia.
(2)
Kualifikasi dilakukan dengan
pascakualifikasi atau prakualifikasi.
(3)
Pascakualifikasi dilaksanakan pada
pelaksanaan pemilihan sebagai berikut:
a.
Tender Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya untuk Pengadaan yang bersifat tidak kompleks; atau
b. Seleksi
Jasa Konsultansi Perorangan; atau
c.
Penunjukan Langsung
Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Konsultansi
badan usaha/Jasa Konsultansi
perorangan/Jasa Lainnya
(4)
Kualifikasi pada pascakualifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan
evaluasi penawaran dengan menggunakan metode sistem gugur.
(5)
Prakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan
pemilihan sebagai berikut:
a. Tender
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk Pengadaan yang bersifat
kompleks;
b. Seleksi
Jasa Konsultansi Badan Usaha; atau
c. Penunjukan
Langsung Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi Badan Usaha/Jasa
Konsultansi Perorangan/Jasa Lainnya.
(6)
Kualifikasi pada prakualifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sebelum pemasukan penawaran dengan
menggunakan metode:
a.
sistem gugur untuk Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau
b. sistem
pembobotan dengan ambang batas untuk Penyedia Jasa Konsultansi.
(7) Hasil
prakualifikasi menghasilkan:
a.
daftar peserta Tender
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; atau
b. daftar
pendek peserta Seleksi Jasa Konsultansi.
(8)
Dalam hal Pelaku Usaha telah
terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia, tidak diperlukan
pembuktian kualifikasi.
(8a) Persyaratan
kualifikasi paling sedikit meliputi
kinerja Penyedia
(9)
Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan
tidak objektif.
(10) Pengadaan
Barang/Jasa yang bersifat kompleks sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a
adalah pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya yang mempunyai
risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, menggunakan peralatan yang didesain
khusus, dan/atau sulit mendefinisikan secara teknis bagaimana cara memenuhi
kebutuhan dan tujuan Pengadaan Barang/Jasa.
Pasal 45
Jadwal pemilihan untuk setiap tahapan ditetapkan
berdasarkan alokasi waktu yang cukup bagi Pokja Pemilihan dan peserta pemilihan
sesuai dengan kompleksitas pekerjaan.
Pasal 46
Dokumen Pemilihan terdiri atas:
a.
Dokumen
Kualifikasi; dan
b. Dokumen Tender/Seleksi/Penunjukan
Langsung/Pengadaan Langsung.
BAB VI
PELAKSANAAN
PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI SWAKELOL[U55] A
Bagian Kesatu
Pelaksanaan
Pasal 47
(1)
Pelaksanaan Swakelola tipe I
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
PA/KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah
lain dan/atau tenaga ahli;
b. Penggunaan
tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana;
dan
c.
Dalam hal dibutuhkan Pengadaan
Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan
Presiden ini.
(2)
Pelaksanaan Swakelola tipe II
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
PA/KPA melakukan kesepakatan kerja
sama dengan Kementerian/ Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan
b. PPK
menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola sesuai dengan
kesepakatan kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(3)
Pelaksanaan Swakelola tipe III
dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Ormas.
(4)
Pelaksanaan Swakelola tipe IV
dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat.
(5)
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tipe III sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pekerjaan yang
tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan barang/jasa yang diperoleh
melalui Penyedia.
(6) Untuk pelaksanaan
Swakelola tipe I. tipe II. dan
tipe III dapat dilakukan
melalui E-purchasing.
(7)
Apabila dalam pelaksanaan Swakelola membutuhkan material/bahan/
alat, maka wajib
menggunakan matcrial/bahan/ alat
yang merupakan Produk
Dalam Negeri dan/ atau Produk
Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta koperasi
dari basil produksi dalam negeri.
(8)
Pembelian
material/bahan/alat
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan
metode E-purchasing.
(9)
Pembelian
material/bahan/alat
dengan metode E-purchasing
sebagaimana dimaksud pada
ayat (8), untuk Swakelola
tipe III dan tipe
IV dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesiapan pelaksanaan Swakelola.
(10) Pembelian material/bahan/alat dengan metode E-purchasing pada
Swakelola tipe III
dan tipe IV sebagaimana dimaksud
pada ayat (9)
dilaksanakan paling lambat 1
(satu) tahun setelah
Peraturan Presiden ini mulai berlaku
Bagian Kedua
Pembayaran
Swakelola
Pasal 48
Pembayaran Swakelola dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pengawasan
dan Pertanggungjawaban
Pasal 49
(1)
Tim Pelaksana melaporkan kemajuan
pelaksanaan Swakelola dan penggunaan keuangan kepada PPK secara berkala.
(2)
Tim Pelaksana menyerahkan hasil
pekerjaan Swakelola kepada PPK dengan Berita Acara Serah Terima.
(3)
Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh
Tim Pengawas secara berkala.
BAB VII
PELAKSANAAN
PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI PENYEDIA[U56]
Bagian Kesatu
Pelaksanaan
Pemilihan Penyedia
Pasal 50
(1) Pelaksanaan
pemilihan melalui Tender/Seleksi meliputi:
a. Pelaksanaan
Kualifikasi;
b. Pengumuman
dan/atau Undangan;
c. Pendaftaran
dan Pengambilan Dokumen Pemilihan;
d. Pemberian
Penjelasan;
e. Penyampaian
Dokumen Penawaran;
f. Evaluasi
Dokumen Penawaran;
g. Penetapan
dan Pengumuman Pemenang; dan
h. Sanggah.
(2)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan
tahapan Sanggah Banding.
(3)
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa Konsultansi dilakukan klarifikasi
dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai.
(4)
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender
Cepat dengan ketentuan sebagai berikut:
a. peserta
telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia;
b. peserta
menyampaikan[U57] penawaran harga;
c. evaluasi
penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan
d. penetapan
pemenang berdasarkan harga penawaran terendah.
(5)
Pelaksanaan E-purchasing wajib
dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan barang/jasa
yang menyangkut pemenuhan kebutuhan nasional dan/atau strategis yang
ditetapkan oleh menteri, kepala lembaga, atau kepala daerah apabila
tersedia dalam katalog elektronik.
(5a) Pengecualian kcwajiban
pelaksanaan E-purchasing
sebagaimana dimaksud pada ayat
(5), dalam hal:
a. tidak dapat
memcnuhi kebutuhan dari
aspek volume, spesifikasi teknis,
waktu, lokasi, dan/ atau layanan; atau
b. berdasarkan pertimbangan lebih efisien
dan/atau efcktif jika
dilaksanakan dengan metode selain
E-purchasing.
(5b) Pengecualian
kewajiban pelaksanaan E-purchasing
sebagaimana dimaksud pada ayat
(Sa) dilakukan berdasarkan penilaian PPK.
(5c) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pengecualian kewajiban pelaksanaan E-purchasing
sebagaimana dimaksud pada ayat
(5a) dan ayat (5b) diatur
dalam Peraturan Kepala Lembaga
(6)
Pelaksanaan Penunjukan Langsung
dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dipilih, dengan disertai
negosiasi teknis maupun harga.
(7)
Pelaksanaan Pengadaan Langsung
dilakukan sebagai berikut:
a.
pembelian/pembayaran langsung kepada
Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian
atau kuitansi; atau
b. permintaan
penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga
kepada Pelaku Usaha untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan SPK surat perintah kerja[U58] .
(8)
Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan.
(9)
Untuk barang/jasa yang kontraknya
harus ditandatangani pada awal tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah:
a.
penetapan Pagu Anggaran K/L; atau
b. persetujuan
RKA Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10) Pelaksanaan
pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP diumumkan
terlebih dahulu melalui aplikasi SIRUP.
(11) Penawaran
harga dapat dilakukan dengan metode
penawaran harga secara berulang (E-reverse
Auction).
Bagian Kedua
Tender/Seleksi
Gagal
Pasal 51
(1) Prakualifikasi
gagal dalam hal:
a.
setelah pemberian waktu perpanjangan,
tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi; atau
b. jumlah
peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta.
(2) Tender/Seleksi
gagal dalam hal:
a. terdapat
kesalahan dalam proses evaluasi;
b. tidak
ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu
perpanjangan;
c. tidak
ada peserta yang lulus evaluasi penawaran;
d. ditemukan
kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Presiden ini;
e. seluruh
peserta terlibat korupsi, kolusi, dan/atau [U59] nepotisme;
f. seluruh
peserta terlibat melakukan persekongkolan /
persaingan usaha tidak sehat;
g. seluruh
penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS;
h. negosiasi
biaya pada Seleksi tidak tercapai; dan/atau
i.
KKN
Pokja Pemilihan / PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme melibatkan Pokja Pemilihan/PPK[U60] ; dan / atau
j.
alokasi anggaran dalarn dokumen anggaran yang telah disahkan tidak tersedia dalam daftar
isian pelaksanaan anggaran/
dokumen pelaksanaan anggaran tahun
anggaran untuk pengadaan yang mendahului persetujuan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga oleh Dewan Perwakilan Rakyat
atau rencana kerja
dan anggaran Perangkat Daerah
olch dewan perwakilan rakyat
daerah
(3)
Tender Cepat gagal dalam
hal:
a.
tidak ada peserta atau
hanya 1 (satu) peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada
pemberian waktu perpanjangan;
b.
pemenang atau pemenang
cadangan tidak ada yang menghadiri verifikasi data kualifikasi;
c.
ditemukan kesalahan dalam
Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden
ini;
d.
seluruh peserta terlibat
korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme;
e.
seluruh peserta terindikasi
melakukan terlibat persekongkolan / persaingan usaha tidak
sehat; dan/atau
f.
Pokja
Pemilihan / PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme melibatkan Pokja Pemilihan/ PPK.[U61]
(4)
Prakualifikasi gagal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan.
(5)
Tender/Seleksi gagal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf i dan
hurif j dinyatakan
oleh PA/KPA.
(6)
Tindak lanjut dari prakualifikasi
gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan
prakualifikasi ulang dengan ketentuan:
a.
setelah prakualifikasi ulang jumlah
peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau
b. setelah
prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan dengan
seperti proses Penunjukan
Langsung.
(7) Tindak
lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja
Pemilihan segera melakukan:
a.
evaluasi penawaran ulang;
a.1
Penyampaian penawaran ulang; atau
b. penyampaian
penawaran ulang[U62]
b. Tender/Seleksi
ulang.
(8)
Evaluasi penawaran ulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) huruf a, dilakukan dalam
hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran.
Penyampaian penawaran ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf h[U63] .
(8a) Penyampaian penawaran ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) huruf a 1, dilakukan dalam hal
Tender I Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d
pada Tender dengan Prakualifikasi atau
Seleksi Jasa Konsultansi
badan usaha
(9)
Tender/Seleksi ulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf
i.
(10) Dalam
hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja
Pemilihan dengan persetujuan PA/KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan
kriteria:
a.
kebutuhan tidak dapat ditunda; dan
b. tidak
cukup waktu untuk melaksanakan Tender/Seleksi.
(11) Tindak lanjut dari Tender Cepat gagal sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Pokja Pemilihan melakukan reviu penyebab kegagalan Tender Cepat dan
melakukan Tender Cepat kembali atau mengganti metode pemilihan lain sebagaimana
diatur dalam Pasal 38 ayat (1).[U64]
Bagian Ketiga
Pelaksanaan
Kontrak
Pasal 52
(1)
Pelaksanaan Kontrak terdiri atas:
a.
Penetapan Surat Penunjukan Penyedia
Barang/Jasa (SPPBJ);
b. Penandatanganan
Kontrak;
c.
Pemberian uang muka;
d. Pembayaran
prestasi pekerjaan;
e.
Perubahan Kontrak;
f.
Penyesuaian harga;
g.
Penghentian Kontrak atau Berakhirnya
Kontrak;
h. Pemutusan
Kontrak;
i.
Serah Terima Hasil Pekerjaan;
dan/atau
j.
Penanganan Keadaan Kahar.
(2)
PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak
dengan Penyedia, dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup
tersedia anggaran belanja yang dapat
mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan
yang dibiayai APBN/APBD.
(3) Apabila dalam
pelaksanaan pekerjaan
membutuhkan material/bahan/ alat,
maka wajib menggunakan material/bahan/alat yang
merupakan Produk Dalam Negeri
dan/ atau Produk
Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta koperasi
dari hasil produksi dalam negeri sesuai
yang tercantum dalam
dokumen penawaran
Bagian Keempat
Pembayaran
Prestasi Pekerjaan
Pasal 53
(1)
Pembayaran
prestasi pekerjaan diberikan kepada Penyedia setelah dikurangi angsuran
pengembalian uang muka, retensi, dan denda.
(2)
Retensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 5% (lima persen) digunakan sebagai
Jaminan Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi atau Jaminan Pemeliharaan Jasa
Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan.
(3)
Dalam hal
Penyedia menyerahkan sebagian pekerjaan kepada subkontraktor, permintaan
pembayaran harus dilengkapi bukti
pembayaran kepada subkontraktor sesuai dengan realisasi pekerjaannya.
(4)
Pembayaran
prestasi pekerjaan dapat diberikan
dalam bentuk:
a.
pembayaran
bulanan;
b. pembayaran berdasarkan tahapan penyelesaian
pekerjaan/termin; atau
c.
pembayaran
secara sekaligus setelah penyelesaian pekerjaan.
(5)
Pembayaran
dapat dilakukan sebelum prestasi
pekerjaan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang karena sifatnya dilakukan pembayaran
terlebih dahulu sebelum barang/jasa diterima, setelah Penyedia menyampaikan
jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan.
(6)
Pembayaran
dapat dilakukan untuk peralatan
dan/atau bahan yang belum terpasang yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan
yang berada di lokasi pekerjaan dan telah dicantumkan dalam Kontrak.
(7)
Ketentuan
mengenai pembayaran sebelum prestasi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Perubahan
Kontrak
Pasal 54
(1)
Dalam hal terdapat perbedaan antara
kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi
teknis/KAK yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan kontrak, yang
meliputi:
a.
menambah atau mengurangi volume yang
tercantum dalam Kontrak;
b. menambah
dan/atau mengurangi jenis kegiatan;
c.
mengubah spesifikasi teknis sesuai
dengan kondisi lapangan; dan/atau
d. mengubah
jadwal pelaksanaan.
(2)
Dalam hal perubahan kontrak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan penambahan nilai kontrak,
perubahan kontrak dilaksanakan dengan ketentuan penambahan nilai kontrak akhir
tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari harga yang tercantum dalam Kontrak
awal.
(3) Dalam hal perubahan
Kontrak disebabkan adanya keadaan darurat, maka ketentuan
penarnbahan nilai Kontrak akhir dapat
melebihi I0% (sepuluh
persen) berdasarkan
persetujuan dari PA
Bagian Keenam
Keadaan
Kahar
Pasal 55
(1)
Dalam hal
terjadi keadaan kahar, pelaksanaan Kontrak dapat
dihentikan.
(2)
Dalam hal
pelaksanaan Kontrak dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak.
(3)
Perpanjangan
waktu untuk penyelesaian Kontrak disebabkan keadaan kahar dapat melewati Tahun Anggaran.
(4)
Tindak
lanjut setelah terjadinya keadaan kahar diatur dalam Kontrak.
Bagian Ketujuh
Penyelesaian
Kontrak
Pasal 56
(1)
Dalam hal
Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak
berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK
memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan.
(2)
Pemberian
kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang di dalamnya mengatur waktu
penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia,
dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan.
(3)
Pemberian
kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat melampaui Tahun
Anggaran.
Bagian Kedelapan
Serah
Terima Hasil Pekerjaan
Pasal 57
(1) Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus
persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan
permintaan secara tertulis kepada PPK untuk serah terima barang/jasa.
(2) PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa
yang diserahkan.
(3) PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara
Serah Terima.
Pasal 58
(1) PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA.
PA/KPA meminta PjPHP/PPHP untuk melakukan
pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan diserahterimakan[U65] .
(2) Hasil pemeriksaan Serah terima [U66] sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara.
BAB VIII
PENGADAAN
KHUSUS
Bagian Kesatu
Pengadaan
Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan Keadaan Darurat[U67]
Pasal 59
(1)
Penanganan keadaan darurat dilakukan
untuk keselamatan/ perlindungan masyarakat atau warga negara Indonesia yang berada
di dalam negeri dan/atau luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda
dan harus dilakukan segera.
(2)
Keadaan darurat meliputi:
a. bencana
alam, bencana non-alam, dan/atau bencana sosial;
b. pelaksanaan
operasi pencarian dan pertolongan;
c. kerusakan
sarana/prasarana yang dapat
mengganggu kegiatan pelayanan publik;
d. bencana
alam, bencana non-alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik dan
keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing yang
memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara
Indonesia di luar negeri; dan/atau
e. pemberian
bantuan kemanusiaan kepada daerah di Indonesia atau negara lain yang terkena bencana.
(3)
Penetapan keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4)
Keadaan darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi
darurat ke pemulihan.
(5)
Untuk penanganan keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK menunjuk Penyedia terdekat yang sedang
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai
mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa
sejenis.
(6)
Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan
konstruksi permanen, dalam hal penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun
waktu keadaan darurat.
(7)
Penanganan keadaan darurat yang hanya
bisa diatasi dengan konstruksi permanen, penyelesaian pekerjaan dapat melewati masa keadaan darurat.
Bagian Kedua
Pengadaan
Barang/Jasa di Luar Negeri[U68]
Pasal 60
(1)
Pengadaan
Barang/Jasa yang dilaksanakan di luar negeri berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan
Presiden ini.
(2)
Dalam hal
ketentuan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dapat dilaksanakan, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa menyesuaikan dengan
ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di negara setempat.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri diatur
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri
setelah berkonsultasi dengan LKPP.
Bagian Ketiga
(1) Dikecualikan
dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini adalah:
a. Pengadaan
Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum
Daerah;
b. Pengadaan
Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas
kepada masyarakat;
c. Pengadaan
Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan;
dan/atau
d. Pengadaan
Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
(1a) Pengecualian sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku untuk
kewajiban penggunaan Produk
Dalam Negeri dan
Produk Usaha Mikro
dan Usaha Kecil serta
koperasi
(2)
Pengadaan Barang/Jasa pada Badan
Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur tersendiri dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan pimpinan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah.
(2a) Dalam hal Badan Layanan
Umum dan Badan Layanan Umum Daerah belum memiliki peraturan pengadaan barang/jasa
tersendiri, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum dan / Badan Layanan Umum Daerah berpedoman pada Peraturan Presiden ini.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, ayat (1) huruf c, dan ayat (1) huruf d huruf b, huruf c dan huruf d diatur dengan
Peraturan Kepala Lembaga.
Bagian Keempat
Pasal 62
(1)
Penelitian
dilakukan oleh:
a.
PA/KPA
pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penyelenggara penelitian; dan
b. pelaksana penelitian.
(2)
Penyelenggara
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kewenangan:
a. menetapkan rencana strategis penelitian yang
mengacu pada arah pengembangan penelitian nasional;
b. menetapkan program penelitian tahunan yang
mengacu pada rencana strategis penelitian dan/atau untuk mendukung perumusan
dan penyusunan kebijakan pembangunan nasional; dan
c. melakukan penjaminan mutu pelaksanaan
penelitian.
(3)
Pelaksana
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Individu/kumpulan individu meliputi Pegawai
Aparatur Sipil Negara/non-Pegawai Aparatur Sipil Negara;
b. Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;
c. Perguruan Tinggi;
d. Ormas; dan/atau
e. Badan Usaha.
(4)
Pelaksana
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil
kompetisi atau penugasan.
(5)
Kompetisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui seleksi proposal
penelitian.
(6)
Penugasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh penyelenggara penelitian
untuk penelitian yang bersifat khusus.
(7)
Penelitian
dapat menggunakan anggaran belanja
dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu)
penyelenggara penelitian.
(8)
Penelitian
dapat dilakukan dengan kontrak
penelitian selama 1 (satu) Tahun Anggaran atau melebihi 1 (satu) Tahun
Anggaran.
(9)
Pembayaran
pelaksanaan penelitian dapat
dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kontrak penelitian.
(10) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai ketentuan dalam kontrak
penelitian.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian
diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi.
Bagian Kelima
Tender/Seleksi Pengadaan
Barang / Jasa Internasional dan Dana Pinjaman Luar Negeri
atau Hibah Luar Negeri[U72]
Pasal 63
(1)
Tender/Seleksi Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat dilaksanakan untuk:
a. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai
paling sedikit di atas Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
b. Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai
paling sedikit di atas Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
c. Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling
sedikit di atas Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); atau
d. Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai oleh
Lembaga Penjamin Kredit Ekspor atau Kreditor Swasta Asing.
(2) Tender/Seleksi Internasional dilaksanakan
untuk nilai kurang dari batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf c, dalam hal tidak ada Pelaku Usaha dalam negeri yang mampu
dan memenuhi persyaratan. Dalam hal tidak
ada Pelaku Usaha
dalam negeri yang mampu
dan memenuhi persyaratan, Pengadaan Barang/ Jasa
Internasional dilaksanakan untuk
nilai kurang dari batasan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(I) huruf a,
huruf b, dan huruf
c
(2a) Pengadaan
Barang/ Jasa Internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencantumkan ketentuan mengenai:
a. alih teknologi/ pengetahuan;
b. penggunaan tenaga ahli/tenaga
teknis nasional;dan/atau
c. penggunaan Barang/jasa
lain dari dalam negeri.
(3)
Badan
usaha asing yang mengikuti Tender/Seleksi Pengadaan
Barang/Jasa Internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
melakukan kerja sama usaha dengan badan usaha nasional dalam bentuk konsorsium,
subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya.
(4)
Badan
usaha asing yang melaksanakan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
lainnya, harus bekerja sama dengan industri dalam negeri meliputi
namun tidak terbatas dalam pada pembuatan suku cadang dan/atau pelaksanaan pelayanan purnajual.
(5)
Pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya Barang/Jasa
yang dilaksanakan melalui
Tender/Seleksi Internasional
diumumkan dalam situs web
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan situs web komunitas internasional.
(6)
Dokumen
Pemilihan melalui Tender/Seleksi Pengadaan
Barang/Jasa Internasional paling
sedikit ditulis dalam 2 (dua) bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris.
(7)
Dalam hal
terjadi penafsiran arti yang berbeda terhadap Dokumen Pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), dokumen yang berbahasa Indonesia dijadikan acuan.
(8)
Pembayaran
Kontrak melalui Tender/Seleksi Pengadaan Barang/Jasa Internasional dapat menggunakan mata uang rupiah dan/atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
(1) Pengadaan
Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar
negeri atau hibah luar negeri berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden ini, kecuali diatur lain dalam perjanjian pinjaman luar
negeri atau perjanjian hibah luar negeri atau turunan perjanjian/ dokumen lain
yang berkaitan dengan perjanjian sebagai bagian
dari persyaratan pinjaman luar negeri
atau hibah luar
negeri serta ketentuan asal ( country
of origin) Barang dan jasa
(2)
Proses Pengadaan Barang/Jasa untuk
kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan sebelum
disepakatinya perjanjian pinjaman luar negeri (advance procurement).
(3)
Dalam menyusun perjanjian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
dikonsultasikan kepada LKPP.
Bagian Keenam
Pengadaan Barang/Jasa Desa
Pasal 64A
(1) Pengadaan
Barang/Jasa desa dilaksanakan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa sesuai dengan kewenangan desa.
(2) Kewenangan
desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengutamakan Penyedia di desa
setempat dan penggunaan material yang
ada di desa
Pasal
64B
(1) Pengadaan Barang/Jasa desa
dilakukan melalui
Swakelola dengan pemberdayaan masyarakat desa.
(2) Dalam hal Pengadaan
Barang/ Jasa desa tidak
dapat dilaksanakan
secara Swakelola sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pengadaan Barang/Jasa desa dilakukan melalui Penyedia
dengan ketentuan:
a.
Penyedia merupakan
Penyedia Barang/jasa di desa
setempat;
b.
dalam
hal Penyedia Barang/jasa di
desa setempat tidak tersedia,
maka dapat dilakukan
melalui Penyedia Barang/ jasa di
desa sekitar dalam
kabupaten/kota yang sama;
atau
c.
dalam hal Penyedia
Barang/ jasa di desa sekitar tidak tersedia maka dapat
dilakukan melalui Penyedia lainnya
(3) Pengadaan
Barang/ Jasa desa melalui
Penyedia sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menggunakan Produk Usaha
Mikro dan Usaha Kecil serta
koperasi dari hasil produksi
dalam negeri.
(4) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)dilakukan melalui metode
E-purchasing.
(5) Dalam
hal metode E-purchasing sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) belum dapat dilaksanakan, Pengadaan Barang/ Jasa desa
dapat dilakukan dengan metode
pemilihan lainnya untuk
jangka waktu paling lama
2 (dua) tahun
sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
Pasal
64C
(1) Ketentuan lebih
lanjut mengenai Pengadaan Barang/ Jasa
desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64A dan Pasal 64B diatur dengan peraturan bupati/wali kota
dengan mengacu pada
pedoman yang ditetapkan dalam
Peraturan Kepala Lembaga.
(2) Pedoman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi pengaturan mengenai tujuan, kebijakan, prinsip, etika, pelaku,
perencanaan, persiapan dan pelaksanaan
pengadaan, sumber daya manusia dan kelernbagaan, serta pembinaan dan pengawasan
BAB IX
USAHA
KECIL, PRODUK DALAM NEGERI, DAN PENGADAAN BERKELANJUTAN
Bagian Kesatu
Peran
Serta Usaha Kecil dan Koperasi[U73]
Pasal 65
(1) Usaha kecil terdiri atas Usaha Mikro dan Usaha
Kecil. Kementerian/ Lembaga/
Pemerintah Daerah/lnstitusi
Lainnya wajib menggunakan
Produk Usaha Mikro dan
U saha Kecil serta koperasi
dari hasil produksi dalam negeri
(2) Dalam Pengadaan Barang/Jasa, PA/KPA memperluas
peran serta usaha kecil Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib menggunakan produk usaha kecil serta koperasi dari hasil
produksi dalam negeri. Kementerian/ Lembaga/
Pemerintah Daerah/ Institusi Lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (
1) wajib mengalokasikan paling
sedikit 40% (empat
puluh pcrsen) dari nilai
anggaran belanja Barang/jasa Kementerian / Lembaga/
Pemerintah Dae rah/ Institusi Lainnya
(3) Pemaketan dilakukan dengan menetapkan
sebanyak-banyaknya paket untuk usaha kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi,
persaingan usaha yang sehat, kesatuan sistem, dan kualitas kemampuan teknis Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran
belanja barang/jasa Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah. Paket
pengadaan Barang/
Pekerjaan Konstruksi/ Jasa Lainnya
dengan nilai pagu
anggaran sampai dengan Rpl5.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah) diperuntukkan
bagi Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta koperasi.
(4) Nilai pagu
anggaran pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dikecualikan untuk paket pekerjaan
yang menuntut kemampuan
teknis yang tidak dapat dipenuhi
oleh Usaha Mikro
dan Usaha Kecil serta koperasi.
(5) Kementerian yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan Pemerintah Daerah
memperluas peran serta
Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta
koperasi dengan mencantumkan
Barang/jasa produksi Usaha
Mikro dan Usaha Kecil
serta koperasi dalam
katalog elektronik.
(6) Penyedia usaha
non-Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta koperasi
yang melaksanakan pekerjaan melakukan kerja
sarna usaha dengan Usaha
Mikro dan Usaha Kecil
serta koperasi dalam
bentuk kernitraan,
subkontrak, atau bentuk
kerja sama lainnya, jika ada
Usaha Mikro dan Usaha
Kecil serta koperasi yang
memiliki kemampuan di
bidang yang bersangkutan.
(7) Kerja sama
dengan Usaha Mikro
dan Usaha Kecil serta
koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(6) dicantumkan dalam Dokumen
Pemilihan.
Bagian Kedua
Penggunaan
Produk Dalam Negeri
Pasal 66
(1) Kementerian/Lembaga/Perangkat
Daerah/Institusi Lainnya wajib
menggunakan Produk Dalam
Negeri, termasuk rancang bangun
dan perekayasaan nasional.
(2) Kewajiban
penggunaan Produk Dalam
Negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk Produk industri dilakukan dengan ketentuan:
a. menggunakan
Produk Dalam Negeri
yang memiliki nilai tingkat
komponen dalam negeri paling sedikit
25% (dua puluh
lima persen) apabila terdapat
Produk Dalam Negeri yang memiliki penjumlahan
nilai tingkat komponen dalam negeri ditambah nilai bobot
manfaat perusahaan paling sedikit
40% (empat puluh persen);
b. dalam hal Produk
Dalam Negeri yang memiliki pcnjumlahan nilai
tingkat komponen dalam negeri ditambah nilai bobot manfaat
perusahaan paling sedikit 40%
(empat puluh persen) sebagaimana dimaksud
pada huruf a
tidak tersedia atau volume
tidak mencukupi
kebutuhan, maka menggunakan
Produk Dalam Negeri yang
memiliki nilai tingkat
komponen dalam negeri paling
sedikit 25% (dua puluh lima persen);
c. dalam hal Produk
Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan
huruf b tidak tersedia atau
volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan
Produk Dalam Negeri yang memiliki
nilai tingkat komponen dalam negeri
kurang dari 25% (dua
puluh lima persen); atau
d. dalam hal Produk
Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b,
dan huruf c tidak
tersedia atau volume
tidak mencukupi kebutuhan, maka
menggunakan Produk Dalam Negeri yang
telah tercantum dalam
sistem informasi industri nasional
(3) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Produk
non-industri, menggunakan Produk
Dalam Negcri yang
dinyatakan oleh Pelaku Usaha
(self declare).
(4) Dalam hal
Produk Dalam Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat
(3) tidak tersedia atau volume
tidak mencukupi kebutuhan, dapat menggunakan
Produk impor.
(5)
Ketentuan mengenai pemenuhan kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan dengan
memperhatikan kemampuan industri
dalam negeri.
(6)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perindustrian menyediakan
informasi terkait kemampuan industri dalam negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (5).
(7) Dalam hal
infonnasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) belum tersedia,
maka penggunaan Produk impor dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari menteri/kepala lembaga/kepala daerah
atau pejabat yang ditunjuk oleh
menteri/kepala lembaga/kepala
daerah
(8) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian dapat menetapkan
batas minimum nilai tingkat
komponen dalam negeri pada industri tertentu di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(9) Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang jasa konstruksi berkoordinasi dengan
menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perindustrian
untuk menetapkan batas
minimum nilai tingkat komponen
dalam negeri pada jasa konstruksi.
(10) Nilai
tingkat komponen dalam
negeri dan bobot manfaat perusahaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengacu pada daftar inventarisasi Barang/jasa produksi dalam negeri yang
diterbitkan oleh kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian.
(11)
Kewajiban penggunaan Prociuk
Dalam Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dilakukan pada tahap
perencanaan pengadaan, persiapan pengadaan, dan
pemilihan Penyedia.
(12) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (11) dicantumkan dalam
RUP, spesifikasi teknis/ kerangka acuan
kerja, dan/ atau
Dokumen Pemilihan.
Pasal 67
(1) Preferensi
harga merupakan nilai penyesuaian harga terhadap harga
penawaran dalam proses
harga evaluasi akhir dalam
Pengadaan Barang/ Jasa insentif bagi
produk dalam negeri pada pemilihan Penyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima.
(2) Preferensi
harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan
nilai HPS yang bernilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). yang
menggunakan metode Tender atau
E-purchasing dengan metode mini
kompetisi:
a. dengan nilai HPS
paling sedikit di
atas Rpl.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah);
b. dengan nilai pagu
anggaran paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk pekerjaan
terintegrasi; atau
c. dengan nilai
pagu paket pengadaan
paling sedikit di atas
Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk E-purchasing
dengan metode mini kompetisi.
(3) Preferensi harga diberikan pada pengadaan Barang/Jasa Lainnya melalui metode Tender
atau E-purchasing dengan
metode mini kompetisi dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. preferensi harga
Barang/ Jasa Lainnya diberikan
paling tinggi 25% (dua puluh lima persen);
b. preferensi diberikan
terhadap Barang/ Jasa Lainnya
yang memiliki tingkat komponen dalam negeri paling
rendah 25% (dua
puluh lima persen);
c. penetapan pemenang berdasarkan urutan
harga terendah hasil evaluasi
akhir atau kombinasi nilai teknis
dan nilai harga
hasil evaluasi akhir; dan
d. dalam hal terdapat 2 (dua) atau
lebih penawaran dengan nilai
hasil evaluasi akhir terendah
yang sama, penawaran dengan
nilai tingkat komponen
dalam negeri lebih
besar ditetapkan sebagai pemenang.
(4) Preferensi harga diberikan pada
Pekerjaan Konstruksi melalui
metode Tender dengan ketentuan
sebagai berikut
:
a.
diberikan pada
penawaran dari peserta pemilihan terhadap komitmen untuk memenuhi ketentuan batasan
minimum nilai tingkat komponen dalam
negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan:
b. komitmen untuk memenuhi
ketentuan batasan minimum nilai tingkat
komponen dalam negeri hanya pada
komponen Barang;
c.
preferensi harga diberikan paling tinggi 25% (dua puluh lima
persen) terhadap
komitmen tingkat komponen
dalam negeri yang
lebih besar atau sama dengan batasan
minimum nilai tingkat komponen dalam
negeri;
d. penetapan pemenang
berdasarkan urutan harga terendah hasil
evaluasi akhir atau
kombinasi nilai teknis dan
nilai harga hasil
evaluasi akhir untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi; dan
e.
dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan nilai
hasil evaluasi akhir terendah yang sarna, penawaran dengan nilai tingkat komponcn dalam negeri
lebih besar ditetapkan sebagai pemenang
(5) Hasil evaluasi akhir
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c dan ayat
(4) huruf d dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
HEA
= ( 1 - KP) x HP
dengan:
- HEA merupakan hasil
evaluasi akhir
- KP merupakan kocfisien preferensi
- KP = tingkat komponen dalam negeri
x preferensi tertinggi
- HP merupakan harga penawaran
setelah koreksi aritmatik
(6) Untuk
Pekerjaan Konstruksi pada Pcngadaan Barang / Jasa Intemasional, preferensi harga diberikan :
a. sebesar 7 ,5%
(tujuh koma lima
persen) kepada badan usaha
nasional di atas
harga penawaran terendah dari
badan usaha asing;
dan
b.
tambahan 5% (lima perscn) kepada
badan usaha nasional yang melakukan
konsorsium dcngan badan
usaha asing dengan persyaratan leadfirm
merupakan badan usaha
nasional.
Bagian Ketiga
Pengadaan
Berkelanjutan
Pasal 68
(1)
Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan
dengan memperhatikan aspek berkelanjutan.
(2)
Aspek berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas aspek lingkungan, aspek social, aspek
ekonomi, dan/atau aspek institusional:
a. aspek
ekonomi meliputi biaya produksi barang/jasa sepanjang usia barang/jasa
tersebut;
b. aspek
sosial meliputi pemberdayaan usaha kecil, jaminan kondisi kerja yang adil,
pemberdayaan komunitas/usaha lokal, kesetaraan, dan keberagaman; dan
c. aspek
lingkungan hidup meliputi pengurangan dampak negatif terhadap kesehatan,
kualitas udara, kualitas tanah, kualitas air, dan menggunakan sumber daya alam
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2a) Aspek
lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2):
a. meliputi
pengurangan dampak negatif
terhadap kesehatan,
kualitas udara, kualitas
tanah, kualitas air, dan
menggunakan sumber daya alam sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan
b. dituangkan dalam spesifikasi teknis
dengan menggunakan Produk
Ramah Lingkungan Hidup atau kriteria
teknis yang mempertimbangkan aspek lingkungan.
(2b) Aspek sosial
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi kepastian
kondisi kerja yang adil, tidak
mempekerjakan anak, pemberdayaan komunitas/usaha lokal,
kesetaraan dan keberagaman,
remunerasi/upah, serta jaminan kesehatan
dan keselamatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2c) Aspek
ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi penerapan/pencapaian
value for money, pemberdayaan Usaha
Mikro dan Usaha Kecil serta
koperasi, dan pemberdayaan Produk
Dalam Negeri.
(2d) Aspek institusional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi
tata kelola perusahaan
yang baik (good corporate governance),
etika bisnis, dan
persaingan usaha yang sehat.
(2e) Pemenuhan aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/ atau aspek
institusional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2a), ayat
(2b}, ayat (2c}, dan ayat (2d) dituangkan dalam
dokumen pengadaan
(3)
Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan
oleh:
a. PA/KPA
dalam merencanakan dan menganggarkan Pengadaan Barang/Jasa;
b. PPK
dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK dan rancangan kontrak dalam Pengadaan
Barang/Jasa; dan
c. Pokja
Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dalam menyusun Dokumen Pemilihan.
BAB X
PENGADAAN
BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Pengadaan
Barang/Jasa Secara Elektronik
Pasal 69
(1)
Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa
dilakukan secara elektronik menggunakan sistem informasi yang terdiri atas
Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung.
(2)
LKPP mengembangkan SPSE dan sistem
pendukung.
Pasal 70
(1)
Pengadaan Barang/Jasa secara
elektronik dengan memanfaatkan E-marketplace.
(1) Ruang lingkup
sistem pengadaan secara
elektronik terdiri atas:
a. perencanaan pengadaan;
b persiapan
pengadaan;
c. pemilihan
Penyedia;
d. pelaksanaan Kontrak;
e. serah terima
pekerjaan;
f. pengelolaan
Penyedia; dan
g.`katalog elektronik
(2)
E-marketplace
Pengadaan Barang/Jasa menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan
transaksi bagi Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah dan Penyedia berupa:
a.
Katalog Elektronik;
b. Toko
Daring; dan
c.
Pemilihan Penyedia.
(2) Sistem
pengadaan secara elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memiliki interkoneksi dengan sistem
informasi perencanaan, penganggaran,
pembayaran, manajemen aset,
dan sistem informasi lain yang
terkait dengan sistem pengadaan secara elektronik
(3)
LKPP mempunyai kewenangan untuk
mengembangkan, membina, mengelola, dan mengawasi penyelenggaraan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa.
(3) Sistem pendukung sistem pengadaan secara
elektronik meliputi :
a. portal pengadaan nasional;
b. pengelolaan Sumber
Daya Manusia Pengadaan Barang/ Jasa;
c. pengelolaan advokasi dan penyelesaian permasalahan hukum;
d.
pengelolaan peran serta masyarakat;
e. pengelolaan
sumber daya pembelajaran; dan
f. monitoring
dan evaluasi
(4)
Dalam rangka pengembangan dan
pengelolaan E-marketplace Pengadaan
Barang/Jasa, LKPP dapat bekerja sama
dengan UKPBJ dan/atau Pelaku Usaha.
(5)
Dalam rangka pengembangan E-marketplace sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), LKPP menyusun dan menetapkan peta jalan pengembangan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa.
Pasal 71
(1)
Ruang lingkup SPSE terdiri atas:
a. Perencanaan
Pengadaan;
b. Persiapan
Pengadaan;
c. Pemilihan
Penyedia;
d. Pelaksanaan
Kontrak;
e. Serah
Terima Pekerjaan;
f. Pengelolaan
Penyedia; dan
g. Katalog
Elektronik.
(2)
SPSE sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memiliki interkoneksi dengan sistem informasi perencanaan, penganggaran,
pembayaran, manajemen aset, dan sistem informasi lain yang terkait dengan SPSE.
(3)
Sistem pendukung SPSE meliputi:
a. Portal
Pengadaan Nasional;
b. Pengelolaan
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa;
c. Pengelolaan
advokasi dan penyelesaian permasalahan hukum;
d. Pengelolaan
peran serta masyarakat;
e. Pengelolaan
sumber daya pembelajaran; dan
f. Monitoring
dan Evaluasi.
(1) Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dilaksanakan dengan memanfaatkan Lokapasar (E-marketplace).
(2) Lokapasar (E-marketplace)
Pengadaan Barang/ Jasa menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi bagi Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah
dan Penyedia berupa
katalog elektronik.
(3) LKPP
mengembangkan, membina, mengelola, dan
mengawasi penyelenggaraan Lokapasar
(E-marketplace) Pengadaan Barang/ Jasa.
(4) Dalam rangka
pengembangan dan pengelolaan Lokapasar (E-marketplace) Pengadaan Barang/ Jasa, LKPP dapat bekerja
sama dengan Kementerian/
Lembaga/Pemcrintah Daerah/lnstitusi
Lainnya, asosiasi/perkumpulan,
dan/atau Pelaku Usaha
Pasal 72
(1)
Katalog elektronik dapat berupa katalog elektronik
nasional, katalog elektronik sektoral, dan katalog elektronik lokal.
(1) Katalog elcktronik
merupakan platform elektronik yang memuat informasi Barang/ jasa, harga, Penyedia a tau pelaksana Swakelola,
dan/ atau informasi lainnya
(2)
Katalog elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat informasi berupa daftar, jenis, spesifikasi
teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk industri hijau ramah lingkungan hidup, negara asal, harga, Penyedia,
dan informasi lainnya terkait barang/jasa.
(2) Pengelolaan katalog
elektronik dilaksanakan oleh LKPP atau Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah
Daerah/lnstitusi Lainnya
(3)
Pemilihan produk yang dicantumkan
dalam
Pengelolaan katalog elektronik dilaksanakan
oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah atau LKPP.
(3) Dalam pengelolaan katalog elektronik, Kementerian/Lembaga
teknis dapat menilai dan
memberikan
rekomendasi penghentian dalam
sistem transaksi E-purchasing terhadap Produk
impor yang memiliki substitusi
Produk Dalam Negeri
(4)
Dihapus
Pemilihan produk katalog elektronik dilakukan dengan metode:
a.
Tender; atau
b. Negosiasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik
diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.
Pasal 72A
(1)
Barang/jasa yang
ditransaksikan melalui Toko Daring memiliki kriteria:
a.
standar atau dapat distandarkan;
b.
memiliki sifat risiko
rendah; dan
c.
harga sudah terbentuk di
pasar.
(2)
Barang/jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak ditayangkan pada katalog elektronik.
(3)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai Toko Daring diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga.
Pasal 72B
(1) Katalog elektronik dapat digunakan oleh
instansi / institusi / Pelaku orang
perorangan Usaha/Kelompok Masyarakat/diluar
Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/Pemerintah Desa.
(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai penggunaan katalog elektronik oleh instansi/institusi/Pelaku Usaha/
Kelompok Masyarakat diluar Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah/Pemerintah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga
Bagian Kedua
Layanan
Pengadaan Secara Elektronik
Pasal 73
(1) Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah menyelenggarakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik.
(2)
Fungsi layanan pengadaan secara
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengelolaan
seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa dan infrastrukturnya;
b. pelaksanaan
registrasi dan verifikasi pengguna seluruh sistem informasi Pengadaan
Barang/Jasa; dan
c. pengembangan
sistem informasi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan.
(3)
LKPP menetapkan standar layanan,
kapasitas, dan keamanan informasi SPSE dan sistem pendukung.
(4)
LKPP melakukan pembinaan dan
pengawasan layanan pengadaan secara elektronik.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
fungsi layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.
BAB XI
SUMBER
DAYA MANUSIA DAN KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Sumber
Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa[U74]
(1)
Sumber Daya Manusia Pengadaan
Barang/Jasa terdiri atas:
a. Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa;
b. Sumber Daya Perancang Kebijakan dan Sistem Pengadaan Barang/Jasa;
dan
c. Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah;
Aparatur
Sipil Negara/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia di
lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
dan/atau
personel
selain yang dimaksud pada huruf a dan huruf b.
(2)
Sumber Daya Pengelola
Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi pengadaan barang/jasa di
lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(3)
Sumber Daya Perancang
Kebijakan dan Sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan perancangan kebijakan
dan sistem Pengadaan Barang/Jasa.
(4)
Sumber Daya Pendukung
Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai keahlian tertentu
dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(4a) Sumber daya
pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan
sumber daya perancang
kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/ Jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b wajib
memiliki kompetensi di bidang
Pengadaan Barang/Jasa
(5)
Ketentuan mengenai Sumber
Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan huruf c berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1)
Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a.
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa;
b.
Personel Lainnya; dan
c. Aparatur
Sipil Negara selain huruf a dan huruf b.
(2)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan.
(3)
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai pejabat pengadaan dan/atau PPK, membantu tugas PA/KPA, dalam
perencanaan, pengelolaan kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman
barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai Sumber Daya
Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
(3a) Persyaratan pengelola pengadaan barang/jasa
memiliki komptensi PPK diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah
berkoordinasi dengan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan Negara dan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri.
(4)
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk
Kementerian/Lembaga dalam hal:
a.
nilai atau jumlah paket pengadaan di Kementerian/Lembaga tidak
mencukupi untuk memenuhi pencapaian batas angka kredit minimum pertahun bagi
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; atau
sumberdaya
pengelola fungsi pengadaan barang/jasa dilakukan oelh prajurit Tentara Nasional
Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
b.
Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan
oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dilakukan oleh pegawai Lembaga lainnya yang ditetapkan oleh Kepala
LKPP.
(5)
Dalam hal pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pengelolaan pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(5a) Personel lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan
dan/atau PPK, membantu tugas PA/KPA dalam perencanaan, pengelolaan
kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/Jasa dalam katalog elektronik, dan
ditugaskan sebagai sumberdaya pendukung
ekosistem pengadaan barang/jasa.
(6)
Personel
Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki sertifikat
kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
Dalam hal Personel Lainnya belum memiliki sertifikat kompetensi di
bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib memiliki sertifikat Pengadaan
Barang/Jasa tingkat dasar/level-1.
(8)
Pengelola Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a berkedudukan
di UKPBJ.
(9)
Atas
dasar pertimbangan kewenangan, Sumber Daya
Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa yang ditugaskan sebagai PPK dapat berkedudukan di luar UKPBJ.
(10) Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memprioritaskan dan
mengoptimalkan penugasan Pengelola
Pengadaan Barang/ Jasa sebagai
Pokja Pemilihan / Pejabat
Pengadaan.
(11) Sumber daya
pengelola fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diberikan penghargaan dan
pengakuan sebagai sumber daya
pengelola fungsi Pengadaan Barang/ Jasa sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang wajib memiliki Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa menyusun rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa.
(2)
Dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana aksi
pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
maka:
a.
pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
1.
Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan, wajib beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa; dan
2.
Anggota Pokja Pemilihan selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
dilaksanakan oleh Pegawai Aparatur Negeri Sipil Negara yang memiliki sertifikat kompetensi
dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
b.
pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil Aparatur
Sipil Negara yang
memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1
di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
(3)
Dalam hal Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum memiliki
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, sampai tersedianya Pengelola Pengadaan
berdasarkan rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan
dilaksanakan oleh:
a.
Pegawai Negeri Sipil Aparatur Sipil Negara yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau
sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa;
dan/atau
b.
Agen Pengadaan.
(3a) Kementerian/Lembaga yang pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74A ayat (5) menyusun
rencana aksi pemenuhan Personel Lainnya.
(3b) Dalam
hal jumlah Personel
Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi pada
Kementerian/Lembaga yang
pengelolaan Pengadaan Barang/
Jasa dilakukan oleh Personel
Lainnya belum mencukupi
sesuai rencana aksi pemenuhan Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(3a), maka :
a.
pelaksanaan tugas Pokja
Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
1. Pokja Pemilihan untuk
setiap paket pengadaan beranggotakan sekurang-kurangnya 1
(satu) Personel Lainnya yang memiliki Sertifikat Kompetensi; dan
2. Anggota Pokja Pemilihan
dilaksanakan oleh Personel
Lainnya yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar /level-I di
bidang Pengadaan Barang/ Jasa
b. pelaksanaan tugas
Pejabat Pengadaan yang
tidak dapat dilakukan oleh Personel
Lainnya yang memiliki Sertifikat
Kompetensi, dilakukan oleh
Personel Lainnya yang
memiliki sertifikat keahlian tingkat
dasar / level-I di bidang
Pengadaan Barang/Jasa
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana aksi pemenuhan Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3a) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga[U78] .
Bagian Kedua
Kelembagaan
Pengadaan Barang/Jasa[U79]
Pasal 75
(1)
Menteri/kepala
lembaga/kepala daerah membentuk 1 (satu) UKPBJ memiliki tugas menyelenggarakan dukungan
pengadaan barang/jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
(1a) Kementerian/Lembaga yang memiliki unsur pelaksana tugas
pokok di daerah
atau luar negeri dapat
membentuk satuan pelaksana di
bawah UKPBJ sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
(1b) Kementerian/
Lembaga yang memiliki unsur pelaksana tugas pokok di luar negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat
( la) melaksanakan fungsi Pengadaan Barang/ Jasa pada satuan pelaksana yang dibentuk oleh kementerian yang membidangi urusan luar negeri.
(2)
Dalam
rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UKPBJ
memiliki fungsi:
a. pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa;
b. pengelolaan layanan pengadaan secara
elektronik;
c. pembinaan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan
Pengadaan Barang/Jasa;
d. pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau
bimbingan teknis; dan
e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
(3)
UKPBJ
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3a) Kepala
UKPBJ wajib memenuhi standar
kompetensi jabatan yang mencakup kompetensi teknis di bidang Pengadaan Barang/Jasa[U80] .
(3b) Tugas,fungsi,
dan bentuk UKPBJ sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), ayat (2),
dan ayat (3) ditetapkan dalam
peraturan tentang organisasi dan tata kerja Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah.
(4)
Fungsi
pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh
unit kerja terpisah.
(5)
Pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud ayat (1) dikecualikan bagi: Lembaga yang tidak
memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ[U81] .
a. Kementerian/Lembaga yang
tidak memenuhi kriteria untuk
membentuk UKPBJ; atau
b. Lembaga yang
berdasarkan rentang kendali membutuhkan lebih dari
1 (satu) UKPBJ
(6)
UKPBJ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melaksanakan
peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ untuk menuju pusat
keunggulan Pengadaan Barang/Jasa[U82] .
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan UKPBJ di Kementerian/Lembaga yang tidak
memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5) (1), kriteria pengecualian pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), dan pelaksanaan peningkatan kapabilitas
UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dalam Peraturan Kepala Lembaga[U83] setelah
berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang aparatur
Negara.
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ
melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) diatur dalam
Peraturan Kepala Lembaga
BAB XII
PENGAWASAN,
PENGADUAN, SANKSI, DAN PELAYANAN HUKUM
Bagian Kesatu
Pengawasan
Internal
Pasal 76
(1)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah wajib melakukan pengawasan Pengadaan
Barang/Jasa melalui aparat pengawasan internal pada
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah masing-masing.
(2)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan melalui
kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan whistleblowing system.
(3)
Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sejak perencanaan, persiapan, pemilihan
Penyedia, pelaksanaan Kontrak, dan serah terima pekerjaan.
(4)
Ruang lingkup pengawasan Pengadaan
Barang/Jasa meliputi:
a.
pemenuhan nilai manfaat yang
sebesar-besarnya;
b. kepatuhan
terhadap peraturan;
c.
pencapaian TKDN;
d. penggunaan
produk dalam negeri;
e.
pencadangan dan peruntukan paket
untuk usaha kecil; dan
f.
Pengadaan Berkelanjutan.
(5)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dapat dilakukan bersama
dengan kementerian teknis terkait dan/atau lembaga yang mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan
negara/daerah dan pembangunan nasional.
(6)
Hasil pengawasan digunakan sebagai
alat pengendalian pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Pasal 76a
Dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan
efektivitas kegiatan dan penggunaan anggaran dalam pelaksanaan program
prioritas pemerintah,bantuan pemerintah, dan/ atau
bantuan Presiden berdasarkan arahan
Presiden sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat
(5) huruf a dan Pasal
41 ayat (5) huruf a,
lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan
keuangan negara/ daerah dan pembangunan nasional melakukan pengawasan, menyampaikan rekomendasi perbaikan, dan/
atau mengoordinasikan dan melaksanakan sinergi dengan APIP Kementerian/ Lembaga
Bagian Kedua
Pengaduan
oleh Masyarakat
Pasal 77
(1)
Masyarakat menyampaikan pengaduan
kepada APIP disertai bukti yang faktual, kredibel, dan autentik.
(1a) Dalam hal terdapat laporan dan/
atau pengaduan dari
masyarakat kepada menteri/kepala lembaga, gubernur, atau
bupati/wali kota atau
kepada Kejaksaan Agung atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang
dalam pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa, penyelesaian dilakukan dengan mendahulukan proses
administrasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
administrasi pemerintahan.
(2) Aparat
Penegak Hukum meneruskan yang
menerima pengaduan
masyarakat kepada APIP untuk ditindaklanjuti berdasarkan tugas
dan fungsinya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait proses Pengadaan
Barang/ Jasa wajib meneruskan pengaduan masyarakat kepada APIP
untuk ditindaklanjuti
sepanjang bukti awal
yang disampaikan
termasuk wilayah administrasi dan/ atau
perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(3)
APIP sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) menindaklanjuti pengaduan sesuai kewenangannya.
(4)
APIP melaporkan hasil tindak lanjut
pengaduan kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah.
(5) Menteri/kepala
lembaga/kepala daerah melaporkan kepada instansi yang berwenang, dalam hal
diyakini adanya indikasi KKN korupsi, kolusi,
dan/ atau nepotisme yang merugikan keuangan
negara.
(6)
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah
memfasilitasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
(7)
LKPP mengembangkan sistem pengaduan
Pengadaan Barang/Jasa.
Bagian Ketiga
Pasal 78[U84]
(1) Dalam
hal peserta pemilihan:
a.
menyampaikan dokumen atau keterangan
palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen
Pemilihan;
b. terindikasi
melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;
c. terindikasi
melakukan korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam
pemilihan Penyedia; atau
d. menawarkan Produk impor
untuk Barang Produk Dalam
Negeri dengan kategori
self declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal
66 ayat (3); atau
e. mengundurkan
diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja
Pemilihan/Agen Pengadaan,
peserta pemilihan dikenai sanksi administratif.
(2)
Dalam hal pemenang pemilihan
mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima
sebelum penandatanganan Kontrak, pemenang pemilihan dikenai sanksi administratif.
(3)
Dalam hal Penyedia:
a. tidak
melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak
melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan atau dilakukan pemutusan
Kontrak secara sepihak oleh
PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/ jasa;
b. menyebabkan
kegagalan bangunan;
c. menyerahkan
Jaminan yang tidak dapat dicairkan;
d. melakukan
kesalahan dalam perhitungan jumlah/volume hasil
pekerjaan berdasarkan hasil audit;
e. menyerahkan
barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak berdasarkan hasil
audit; atau
f. terlambat
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak,
g. menyerahkan Barang dengan
nilai tingkat komponen
dalam negeri lebih
rendah dari nilai tingkat komponen dalam negeri yang
tertuang dalam Kontrak;
h. menyerahkan Barang
impor untuk Barang yang seharusnya memiliki
nilai tingkat komponen dalam negeri sesuai dengan
yang tertuang dalam Kontrak; dan/
atau
i.
menyerahkan Produk
impor yang seharusnya Produk Dalam
Negeri sesuai self declare sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat
(3),
Penyedia dikenai
sanksi administratif.
(4)
Perbuatan atau tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa:
a.
sanksi digugurkan dalam pemilihan;
b. sanksi
pencairan jaminan;
d. sanksi
ganti kerugian; dan/atau
e.
sanksi denda.
(4a) Pengenaan
sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dikenakan pada
perorangan, badan usaha, dan/ a tau
pengurus badan usaha
(4b) Ketentuan
lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),ayat (2), ayat (3),dan ayat
(4) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga
(5) Pelanggaran
atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:
a.
ayat (1) huruf a sampai dengan huruf
c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan, sanksi pencairan Jaminan
Penawaran, dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun;
b. ayat
(1) huruf d dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar
Hitam selama 1 (satu) tahun;
c.
ayat (2) dikenakan sanksi pencairan
Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;
d. ayat
(3) huruf a dikenakan sanksi pencairan Jaminan Pelaksanaan atau sanksi
pencairan Jaminan Pemeliharaan, dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;
e.
ayat (3) huruf b sampai dengan huruf
e dikenakan sanksi ganti kerugian sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan; atau
f.
ayat (3) huruf f dikenakan sanksi
denda keterlambatan.
Pasal 79
(1)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf a ditetapkan oleh PA/KPA
atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
(2)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf b ditetapkan oleh PA/KPA
atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
(3)
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf c dan Pasal 78 ayat (5)
huruf d, ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan PPK.
(4)
Pengenaan sanksi denda keterlambatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf f ditetapkan oleh PPK dalam
Kontrak sebesar 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak
untuk setiap hari keterlambatan.
(5)
Nilai kontrak atau nilai bagian
kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai (PPN).
(6) Sanksi
Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku
sejak ditetapkan.
(1)
Perbuatan
atau tindakan peserta pemilihan penyedia yang dikenakan sanksi dalam proses katalog berupa:
a. menyampaikan dokumen atau keterangan
palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen
Pemilihan;
a. tidak memenuhi kewajiban
yang tercantum dalam syarat
dan ketentuan Penyedia;
b. terindikasi melakukan persekongkolan dengan
peserta lain untuk mengatur harga penawaran;
b. menayangkan Produk Dalam Negeri dengan sertifikat tingkat
komponen dalam negeri yang
tidak sesuai dengan daftar inventarisasi Barang/ jasa produksi dalam
negeri yang diterbitkan oleh
kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang
perindustrian
c. terindikasi melakukan korupsi,
kolusi, dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia;
c. menayangkan Pekerjaan
Konstruksi dengan nilai komitmen di
bawah batasan minimum
nilai tingkat komponen
dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan/atau
d. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak
dapat diterima Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan; atau
d. menayangkan Produk
impor sebagai Produk Dalam Negeri
e.
mengundurkan
diri atau tidak
menandatangani kontrak katalog.
dikenakan sanksi
administratif
(2) Perbuatan atau tindakan Penyedia yang
dikenakan sanksi dalam proses E-purchasing
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 78 ayat (3) dan/ atau
tidak memenuhi kewajiban yang tercantum dalam surat/bukti
pesanan dikenakan sanksi
administratif berupa tidak memenuhi
kewajiban dalam kontrak pada katalog elektronik atau surat pesanan.
(3)
Perbuatan
atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan:
a. sanksi digugurkan dalam pemilihan;
b. Sanksi Daftar Hitam;
c. sanksi penghentian sementara dalam sistem
transaksi E-purchasing; dan/atau
d. sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari
katalog elektronik.
(3) Sanksi
administratif sebagairnana dimaksud
pada ayat ( 1) dan
ayat (2) berupa:
a. pemberian surat
peringatan;
b. penghentian dalam sistem transaksi E-purchasing; atau
c. penurunan pencantuman
Penyedia
(4) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana
dimaksud pada:
a. ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c
dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan dan Sanksi Daftar Hitam selama 2
(dua) tahun;
b. ayat (1) huruf d dan huruf e dikenakan Sanksi
Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;
c. ayat (2) atas pelanggaran surat pesanan
dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing selama 6 (enam) bulan; atau
d. ayat (2) atas pelanggaran kontrak pada katalog
elektronik dikenakan sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog
elektronik selama 1 (satu) tahun.
(4) Pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dikenakan pada perorangan, badan
usaha, dan/ atau pengurus
badan usaha
(5)
Pengenaan
sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan/Agen Pengadaan dan/atau PPK.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1), ayat
(2), dan ayat
(3) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga
Pasal 80a
(1) Perbuatan atau
tindakan calon pelaksana Swakelola dalam proses
pencantuman katalog berupa
tidak memenuhi kewajiban
yang tercantum dalam
syarat dan ketentuan pelaksana
Swakelola dikenakan sanksi administrative;
(2) Perbuatan atau
tindakan calon pelaksana
Swakelola dalam
E-purchasing berupa tidak memenuhi kewajiban yang tercantum
dalam Kontrak Swakelola
dikenakan sanksi administratif;
(3) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa:
(a) penghentian dalam sistem
transaksi E-purchasing; atau
(b) penurunan pencantuman calon
pelaksana Swakelola
(4) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berupa
pembatalan sebagai Penyelenggara Swakelola dan
pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan yang tercantum
dalam Kontrak;
Pasal 81
Dalam hal terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a sampai huruf c dan Pasal 80 ayat (1) huruf a
sampai huruf c, UKPBJ dapat melaporkan secara pidana.
Pasal 81a
(1) Kementerian/Lcmbaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya diberikan penghargaan atau pengenaan sanksi
dalam peningkatan
penggunaan Produk Dalam
Negeri sesuai dengan indeks kepatuhan
Produk Dalam Negeri yang diterbitkan oleh lembaga yang
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan
keuangan negara/ daerah dan pembangunan nasional
(2) Pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi pada
Kementerian / Lcmbaga/ Pemerin tah Daerah merupakan bagian
dari capaian atas pengelolaan anggaran
pada aspek manfaat
berupa kemanfaatan atas penggunaan
anggaran terkait dengan peningkatan penggunaan
Produk Dalarn Negeri
(3)
Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/
Institusi Lainnya yang tidak
memenuhi target penggunaan Produk Dalam
Negeri dikenakan sanksi administratif berupa pemberian teguran tertulis
(4)
Pemberian teguran
tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan oleh:
(a) menteri koordinator / menteri teknis yang memiliki kewenangan pembinaan untuk
Kementerian/Lembaga dan lnstitusi
Lainnya; dan
(b)
menteri yang menyelenggarakan urusan pernerintahan dalam negeri untuk Pemerintah Daerah
berdasarkan indeks
kepatuhan Produk Dalam
Negeri yang diterbitkan oleh lembaga
yang mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di
bidang pengawasan
keuangan negara/ daerah dan pembangunan nasional
(5)
Pemberian penghargaan atau
pengenaan sanksi dalam peningkatan penggunaan ProciukDalam Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
(a)
untuk Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah, dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
(b)
untuk Instansi Lainnya,
dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri yang memiliki kewenangan pembinaan teknis Institusi Lainnya
Pasal 82
(1)
Sanksi
administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP
[U87] yang
lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.
(1a) Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan pada satuan
kerja/unit kerja yang
bersangkutan yang tidak memenuhi
target persentase anggaran untuk penggunaan
Produk Dalam Negeri
dan/ atau penggunaan Prociuk Usaha Mikro
dan Usaha Kecil serta
koperasi
(2)
Pemberian
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2a) Pemberian
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (la) berupa
pengurangan terhadap nilai tunjangan
kinerja atau terhadap tambahan penghasilan
berdasarkan prestasi kerja sebagaimana diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
(3)
Sanksi
hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat
Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang terbukti melanggar pakta
integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan
Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara.
Bagian Keempat
Pasal 83
(1)
PA/KPA menyampaikan identitas menayangkan informasi peserta pemilihan/Penyedia yang
dikenakan Sanksi Daftar Hitam kepada unit kerja yang melaksanakan fungsi
layanan pengadaan secara elektronik, untuk ditayangkan dalam Daftar Hitam
Nasional[U89] .
(2) LKPP
menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional.
Bagian Kelima
Pelayanan
Hukum Bagi Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 84
(1)
Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah wajib memberikan pelayanan
hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa dalam menghadapi permasalahan hukum
terkait Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Pelayanan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak proses penyelidikan
hingga tahap putusan pengadilan.
(3)
Pelaku
Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Penyedia,
Ormas, kelompok masyarakat penyelenggara swakelola, dan Pelaku Usaha yang
bertindak sebagai Agen Pengadaan.
Bagian Keenam
Penyelesaian
Sengketa Kontrak[U90]
Pasal 85
(1)
Penyelesaian
sengketa Kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui:
a.
layanan
penyelesaian sengketa Kontrak;
b. arbitrase;
c.
Dewan Sengketa Konstruksi[U91] ;
atau
d. penyelesaian melalui pengadilan.
(2)
Layanan
penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh LKPP.
(3)
Ketentuan mengenai Dewan Sengketa Konstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
BAB XIII
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal 86
(1)
Menteri/kepala
lembaga dapat menindaklanjuti
pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBN dengan
peraturan menteri/peraturan kepala lembaga.
(2)
Kepala
Daerah dapat menindaklanjuti
pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBD dengan
peraturan daerah/peraturan kepala daerah.
Pasal 86a
Dalam hal
diperlukan penambahan ketentuan
dan proses bisnis di
luar Peraturan Presiden
ini, lnstitusi Lainnya dapat mengatur lcbih lanjut
ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Presiden ini.
(1)
LKPP
mengembangkan sistem dan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan, dengan mempertimbangkan tujuan, kebijakan, prinsip, dan etika
Pengadaan Barang/Jasa.
(2)
Hasil
pengembangan sistem dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dalam Peraturan Kepala Lembaga.
BAB XIV
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 88
Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku:
a.
Pokja
Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib
dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020;
b. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang
dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
74 ayat (1) huruf b wajib memiliki
sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember
2023;
c.
PPK/Pokja
Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh personel lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c wajib
memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31
Desember 2023;
d. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian
Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki
sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember
2023.
Pasal 89
Dengan berlakunya Peraturan Presiden
ini:
1.
Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan
dan pelaksanaan dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
2.
Kontrak yang ditandatangani
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap
berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak.
Pasal 90
(1)
Pengadaan
Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang industri pertahanan.
(2)
Dalam hal
Peraturan Presiden mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan
Pertahanan dan Keamanan belum ada, Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan
Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini.
BAB XV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 91
(1) Ketentuan
lebih lanjut mengenai:
a. jenis
dan uraian barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
b. pelaku
pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8;
c. Agen
Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
c.
perencanaan pengadaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18;
d. Strategi pemaketan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 20A dan pasal 20B
e.
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
f.
persiapan Swakelola sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23, dan pelaksanaan Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47;
g.
persiapan Pengadaan Barang/Jasa
melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
h. jenis
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27;
i.
metode pemilihan Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,
dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41;
j.
metode evaluasi penawaran Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39,
dan Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42;
k. metode
penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dan Jasa
Konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43;
l.
kualifikasi Penyedia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44;
m. jadwal
pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;
n. dokumen
pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;
o.
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
melalui Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 58;
p. Pengadaan
Barang/Jasa dalam penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59;
q.
pengecualian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 Pengadaan Barang/Jasa International
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
r.
Tender/Seleksi Internasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63; Penggunaan Produk dalam Negeri dalam
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
s.
katalog elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 72; Harga evaluasi akhir sebagaiman dimaksud
dalam Pasal 67
t.
Sumber Daya Manusia Pengadaan
Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74;
u. kelembagaan
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75; sanksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 82
v.
sanksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 78 sampai dengan Pasal 82; Daftar Hitam Nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 83; dan
w. Daftar
Hitam Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83; layanan
penyelesaian sengketa kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85
x.
layanan penyelesaian sengketa kontrak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85; dan
y.
pengembangan sistem dan kebijakan
dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87,
ditetapkan dengan Peraturan Kepala
Lembaga paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan
Presiden ini diundangkan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai bentuk Kontrak dan dokumen pendukung Kontrak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 untuk pendanaan yang bersumber dari APBN, dan pemberian
kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan negara paling lama 90 (sembilan puluh) hari
terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. Dalam hal
ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat ( l) terkait
dengan mekanisme pembayaran, Kepala LKPP berkoordinasi dengan:
(a) menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan
negara untuk APBN; atau
(b) menteri yang menyelenggarakan urusan permerintahan dalam negeri untuk
APBD
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
dokumen pendukung Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 untuk pendanaan
yang bersumber dari APBD, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk
menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan dengan
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam
negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden
ini diundangkan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pedoman dan tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang luar negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari
terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ditetapkan dengan peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan
pendidikan tinggi paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak
Peraturan Presiden ini diundangkan.
Pasal 92
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat
atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 93
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat
atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum
diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
Pasal 94
Peraturan Presiden ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Pasal II
1. Pada
saat Peraturan Presiden ini
mulai berlaku:
a.
Pengadaan Barang/ Jasa yang
persiapan dan pelaksanaan
pengadaannya telah dilakukan sebelum Peraturan Presiden
mi mulai berlaku, dapat dilanjutkan sesuai
dengan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Presiden
ini;
b. Kontrak yang ditandatangani berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun
2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 12
Tahun 2021 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 16Tahun
2018 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai
dengan berakhirnya Kontrak;
c.
Pengadaan Barang/ Jasa yang
sedang dan akan dilaksanakan un tuk
kegiatan yang
pendanaannya bersumber dari pinjaman
luar negeri atau
hibah luar negeri berdasarkan
perjanjian pinjaman luar
negeri atau perjanjian hibah luar negeri dan/ atau
turunannya yang ditetapkan sebelum
berlakunya Peraturan
Presiden ini, dilakukan
berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
perjanjian dan/atau turunannya tersebut; dan
d. Barang
dan jasa Produk industri
yang dinyatakan oleh Pelaku Usaha
sebagai Produk Dalam
Negeri (self declare) sebelum
Peraturan Presiden ini berlaku masih dapat digunakan
dalam Pengadaan sampai
dengan paling lama 2 (dua)
tahun sejak Peraturan Presiden ini mulai berlaku.
2. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 16 Maret 2018
pada tanggal 2 Februari 2021
pada tanggal 30 April 2025
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRABOWO SUBIANTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Maret 2018
pada tanggal 2 Februari 2021
pada tanggal 30
April 2025
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRASETYO HADI
Ad softcopinya kah om
BalasHapus